Musikalisasi Puisi Bali Semakin Diminati Generasi Muda
DENPASAR, NusaBali
Wimbakara (Lomba) Musikalisasi Puisi Bali serangkaian Bulan Bahasa Bali ke-5 berlangsung dua hari, 10-11 Februari 2023, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali.
Melalui ajang ini terlihat minat generasi muda terus mengalami peningkatan dalam menggeluti musikalisasi puisi Bali. Peserta lomba musikalisasi kali ini sangat antusias. Dari 25 peserta yang tampil mewakili hampir seluruh kabupaten/kota di Bali. Kreativitas anak-anak muda dalam menyajikan musikalisasi puisi juga begitu tinggi. Aranseman puisi, olah nada, penggarapan musik dan penataan kostum tampak sangat baik.
Ada pula sebagai peserta membawa properti untuk mendukung tema, sehingga penampilan peserta musikalisasi ini, tak hanya menyajikan musik puisi yang indah, tetapi juga sebagai seni pertunjukan yang sangat menarik. Hal ini membuktikan, perkembangan musikalisasi puisi semakin tahun begitu luar biasa.
“Pada H-5, pendaftaran sudah ditutup karena peserta sudah mencapai 25 peserta yang tampil. Pembatasan peserta itu, mengingat waktu yang agar tidak terlalu panjang,” kata Kepala Bidang Sejarah dan Dokumentasi Kebudayaan Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali, Anak Agung Ngurah Bagawinata, Sabtu (11/2).
Bagawinata mengatakan, peserta yang tampil memiliki jiwa seni dalam berkolaborasi lewat puisi. Hal itu, tak hanya membangkitkan kreativitas berkesenian mereka, tetapi juga mendorong mereka untuk mengerti aksara, bahasa dan sastra Bali.
“Perpaduan seni inilah membuat anak-anak kita menjadi nyaman berkolaborasi antara seni dan mengenal sastra Bali. Kami berharap ke depan, adanya musikalisasi ini tak hanya diikuti para remaja saja, tetapi juga anak-anak sejak dini, sehingga dapat membumikan aksara, bahasa dan sastra Bali sejak dini,” harapnya.
Keluar sebagai juara I Wimbakara (Lomba) Musikalisasi Puisi Bali, Teater Angin SMAN 1 Denpasar, disusul SMAN 1 Kuta Utara dan Sanggar Komunitas Budang Bading Badung menempati juara II dan III.
Penilaian dilakukan oleh dewan juri, terdiri dari I Komang Darmayuda SSn, MSn (Dosen ISI Denpasar), I Ketut Mandala Putra (Staf Balai Bahasa Provinsi Bali), dan Drs I Made Suarsa SU (Praktisi aksara, bahasa, dan sastra Bali).
Komang Darmayuda mengaku bangga, karena pesertanya lebih banyak dari lomba-lomba tahun kemarin. Bahkan, sudah banyak datang dari kalangan sekolah-sekolah, berbeda dengan sebelumnya yang pesertanya didominasi oleh komunitas-komunitas yang biasa mengikuti lomba. Perkembangan kemudian didominasi siswa SMA dan SMK. Kreativitasnya pun berbeda-beda.
“Tetapi harus dimengerti. Musikalisasi puisi itu, suatu garapan yang khusus. Saya melihat, banyak peserta yang memusikalisasikan puisi itu, seperti lagu pop. Mungkin pengalaman dan apresiasinya yang kurang,” ungkapnya.
Menurut Darmayuda, peserta yang tampil tahun ini tampaknya belum dapat melihat ataupun hanya menonton di YouTube, sehingga napas musikalisasi belum dapat dirasakan. Ia menambahkan, meskipun banyak menonton, tetapi kalau tak paham dengan musik maka akan lebih susah lagi.
“Maka itu, carilah orang yang mampu mengaransemen puisi yang baik. Musikalisasi itu bernada, tetapi tidak nge-pop, masih ada reff dan ngebit. Menggarap musikalisasi puisi itu ada bentuk tersendiri, pemecahan suara itu salah satu ciri khas musikalisasi puisi, karena itu untuk menambah keindahan harmoni vokal,” paparnya.
Sementara itu, juri Ketut Mandala mengatakan, kreativitas seluruh peserta memang tinggi, namun ada kecenderungan memunculkan deklamasi. Dinamika puitis itu ditafsirkan sebagai deklamasi puisi. Kelirunya lagi, malah semuanya menjadi deklamasi, bukan musikalisasi puisi, sehingga harmonisasi dengan musik tidak terjalin dengan baik.
“Ini mungkin menjadi sebuah kendala dari peserta dalam mengaransemen puisi atau musik terlalu panjang sulit dipahami, sehingga lebih mudah dideklamasikan, bukan dibuat aransemen, seperti sebuah lagu,” ujarnya.
Ketut Mandala menuturkan, melagukan puisi itu memang tantangan dalam musikalisasi puisi. Itu yang menurutnya perlu diperbaiki oleh para peserta dalam lomba kali ini. Pengetahuan tentang musik perlu mendapat referensi yang memadai. *cr78
Ada pula sebagai peserta membawa properti untuk mendukung tema, sehingga penampilan peserta musikalisasi ini, tak hanya menyajikan musik puisi yang indah, tetapi juga sebagai seni pertunjukan yang sangat menarik. Hal ini membuktikan, perkembangan musikalisasi puisi semakin tahun begitu luar biasa.
“Pada H-5, pendaftaran sudah ditutup karena peserta sudah mencapai 25 peserta yang tampil. Pembatasan peserta itu, mengingat waktu yang agar tidak terlalu panjang,” kata Kepala Bidang Sejarah dan Dokumentasi Kebudayaan Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali, Anak Agung Ngurah Bagawinata, Sabtu (11/2).
Bagawinata mengatakan, peserta yang tampil memiliki jiwa seni dalam berkolaborasi lewat puisi. Hal itu, tak hanya membangkitkan kreativitas berkesenian mereka, tetapi juga mendorong mereka untuk mengerti aksara, bahasa dan sastra Bali.
“Perpaduan seni inilah membuat anak-anak kita menjadi nyaman berkolaborasi antara seni dan mengenal sastra Bali. Kami berharap ke depan, adanya musikalisasi ini tak hanya diikuti para remaja saja, tetapi juga anak-anak sejak dini, sehingga dapat membumikan aksara, bahasa dan sastra Bali sejak dini,” harapnya.
Keluar sebagai juara I Wimbakara (Lomba) Musikalisasi Puisi Bali, Teater Angin SMAN 1 Denpasar, disusul SMAN 1 Kuta Utara dan Sanggar Komunitas Budang Bading Badung menempati juara II dan III.
Penilaian dilakukan oleh dewan juri, terdiri dari I Komang Darmayuda SSn, MSn (Dosen ISI Denpasar), I Ketut Mandala Putra (Staf Balai Bahasa Provinsi Bali), dan Drs I Made Suarsa SU (Praktisi aksara, bahasa, dan sastra Bali).
Komang Darmayuda mengaku bangga, karena pesertanya lebih banyak dari lomba-lomba tahun kemarin. Bahkan, sudah banyak datang dari kalangan sekolah-sekolah, berbeda dengan sebelumnya yang pesertanya didominasi oleh komunitas-komunitas yang biasa mengikuti lomba. Perkembangan kemudian didominasi siswa SMA dan SMK. Kreativitasnya pun berbeda-beda.
“Tetapi harus dimengerti. Musikalisasi puisi itu, suatu garapan yang khusus. Saya melihat, banyak peserta yang memusikalisasikan puisi itu, seperti lagu pop. Mungkin pengalaman dan apresiasinya yang kurang,” ungkapnya.
Menurut Darmayuda, peserta yang tampil tahun ini tampaknya belum dapat melihat ataupun hanya menonton di YouTube, sehingga napas musikalisasi belum dapat dirasakan. Ia menambahkan, meskipun banyak menonton, tetapi kalau tak paham dengan musik maka akan lebih susah lagi.
“Maka itu, carilah orang yang mampu mengaransemen puisi yang baik. Musikalisasi itu bernada, tetapi tidak nge-pop, masih ada reff dan ngebit. Menggarap musikalisasi puisi itu ada bentuk tersendiri, pemecahan suara itu salah satu ciri khas musikalisasi puisi, karena itu untuk menambah keindahan harmoni vokal,” paparnya.
Sementara itu, juri Ketut Mandala mengatakan, kreativitas seluruh peserta memang tinggi, namun ada kecenderungan memunculkan deklamasi. Dinamika puitis itu ditafsirkan sebagai deklamasi puisi. Kelirunya lagi, malah semuanya menjadi deklamasi, bukan musikalisasi puisi, sehingga harmonisasi dengan musik tidak terjalin dengan baik.
“Ini mungkin menjadi sebuah kendala dari peserta dalam mengaransemen puisi atau musik terlalu panjang sulit dipahami, sehingga lebih mudah dideklamasikan, bukan dibuat aransemen, seperti sebuah lagu,” ujarnya.
Ketut Mandala menuturkan, melagukan puisi itu memang tantangan dalam musikalisasi puisi. Itu yang menurutnya perlu diperbaiki oleh para peserta dalam lomba kali ini. Pengetahuan tentang musik perlu mendapat referensi yang memadai. *cr78
1
Komentar