nusabali

ST Eka Prayojana Banjar Kepisah Tampilkan Konsep Ogoh-Ogoh Peperangan

  • www.nusabali.com-st-eka-prayojana-banjar-kepisah-tampilkan-konsep-ogoh-ogoh-peperangan

DENPASAR, NusaBali.com – Peperangan di samudera diwacanakan menjadi konsep ogoh-ogoh yang akan ditampilkan ST Eka Prayojana Banjar Kepisah Desa Sumerta, Denpasar Timur. ST Eka Prayojana Banjar Kepisah Tampilkan Konsep Ogoh-Ogoh Peperangan.

“Terkait sinopsis atau cerita yang dibawakan untuk ogoh-ogoh pada tahun 2023 ini belum ditentukan, tetapi ada sedkit pemaparan mengenai konsep yang diangkat adalah peperangan yang terjadi tengah di samudera,” terang Win Maryadi, selaku arsitek ogoh-ogoh di Banjar Kepisah Sumerta, Minggu (12/2/2023).

Ogoh-ogoh ST Eka Prayojana ini sudah mulai digarap awal Januari  lalu, di mana tahapan-tahapan dimulai dari pengelasan besi, merancang kerangka dan lain-lainnya. 

Setiap hari mulai pukul 17.00-23.00 Wita, para teruna bersemangat menggarap ogoh-ogoh yang diproyeksi memiliki tinggi 4,5 meter dan menelan anggaran Rp 20 juta hingga Rp 30 jutaan  tersebut.

Win Maryadi sendiri menjadi arsitek di Banjar Kepisah sejak 2010 yang saat itu ogoh-ogoh masih menggunakan bahan styrofoam (gabus). 

Win Maryadi pun mendukung perubahan konsep penggunaan bahan yang ramah lingkungan dalam pembuatan ogoh-ogoh.

Namun ia tidak mau menyalahkan dalam sebuah karya masih ada bahan yang tergolong tidak ramah lingkungan. Pasalnya berbeda dengan masa lalu yang segalanya masih asri, kondisi di zaman sekarang dinilai sudah jauh berbeda. 

“Tapi kalau disuruh memilih, saya sebih suka berkarya menggunakan bahan-bahan dari anyaman bambu (ulatan) ketimbang menggunakan bahan styrofoam,” kata Win Maryadi.

Alasannya, penggunaan bahan-bahan ulatan dari bambu akan membentuk rasa persaudaraan lantaran proses pengerjaannya lebih mengutamakan kebersamaan.

“Ada kerja sama dalam satu tim, sehingga terjadi komunikasi antar sesama pemuda yang erat, dan semua orang yang terlibat dalam proses pembuatan ogoh-ogoh ini bisa dapat mengerjakan secara gotong royong,” ujarnya. 

Terkait penggunaan styrofoam, disebutnya marak di masa tahun 2010 hingga 2014 lalu. Di mana jika berkarya menggunakan gabus hanya sebagian orang yang bekerja, bahkan bisa dikatakan hanya dirinya seorang yang bekerja dalam penggarapan ogoh-ogoh tersebut.

“Untuk sampah sisa-sisa potongan styrofoam sangatlah susah untuk diolah ataupun dibuang. Bahkan jika dibakar sangatlah berdampak pada lingkungan,” pesannya. *m03


Berita ini merupakan hasil liputan Ngurah Aryadinata, mahasiswa Praktek Kerja Lapangan di NusaBali.com






Komentar