Bulung Sangu: Pasokan Terbatas, Harga Melonjak
Bulung Sangu, sejenis rumput laut yang biasanya dicampur kuah pindang dari Serangan Denpasar Selatan, semakin langka.
DENPASAR, NusaBali
Penyebabnya, diperkirakan beberapa faktor. Di antaranya pencarian atau pemetikan yang semakin meluas dari waktu ke waktu. Di pihak lain kondisi perairan seperti suhu dan limbah laut lainnya, diperkirakan juga berpengaruh melambatnya pertumbuhan bulung sangu.
I Made Netra, seorang nelayan menuturkan menyusutnya ‘panen’ bulung sangu, sudah cukup lama; sudah lebih dari 5 tahun lalu. “Sekarang dapat 20 kilo saja sudah banyak,” ujar Netra, Jumat (2/6).
Sedang sebelumnya, ketika masih banyak dan gampang dipetik, Netra mengaku bisa dapat 100 kilogram bulung sangu. Untuk mendapatkan dan memetiknya tidak gampang. Papar Netra, tak semua lokasi atau tempat perairan di Serangan dan Sanur yang ‘mau’ ditumbuhi bulung sangu.
Di perairan Sanur, tempat yang tumbuhnya bulung sangu di sekitar Pantai Semawang. “Kita mencarinya dengan menyelam, tidak petik di atas karang,” jelas Netra.
Dia tidak bisa memastikan apa yang menjadi penyebab kian sulitnya mendapatkan bulung sangu. Namun demikian dia memperkirakan, karena pencarian bulung sangu semakin banyak. Kalau waktu dulu, mungkin hanya belasan nelayan yang mencari bulung sangu, namun sekarang puluhan nelayan bahkan mungkin lebih, menc ari memetik bulung sangu.
“Sepertinya bulung itu sepanan ( tak cukup waktu tumbuh),” lanjut Netra. Karena itulah, dia mengiyakan bulung sangu semakin langka. Harganya tentu juga semakin mahal. Kata Netra, yang suka banyak, namun barangnya semakin sedikit.
Di kalangan pedagang rujak ‘bulung sangu’ harga bulung sangu berkisar antara Rp 25.000 per kilogram (warna hijau) sampai Rp 30.000 per kilogram (warna putih). Kedua bulung sama, namun prosesnya pengolahan dan pengeringan beda. Yang hijau dalam proses direndam dengan air dicampur pamor (bubuk kapur). Sedang yang putih dengan pengeringan total sinar matahari.
Kuah ruak pindang berbahan baku bulung sangu, merupakan salah satu penganan ‘khas’ dari Denpasar khususnya dari Serangan. Tak hanya di Denpasar, namun kegemaran terhadap rujak bulung kuah pindang juga sampai ke luar Denpasar. Karenanya permintaan bulung sangu jadi tinggi. “Mahal mangkin bulunge,” ucap Men Sonia, seorang pedagang rujak bulung kuah pindang di Serangan.
Namun karena sudah menjadi ciri khas jualan, Men Sonia berusaha mendapatkan, walau tidak banyak memperolehnya. “ Kadang cukup tiyang cari yang putih saja,” ujarnya. *k17
I Made Netra, seorang nelayan menuturkan menyusutnya ‘panen’ bulung sangu, sudah cukup lama; sudah lebih dari 5 tahun lalu. “Sekarang dapat 20 kilo saja sudah banyak,” ujar Netra, Jumat (2/6).
Sedang sebelumnya, ketika masih banyak dan gampang dipetik, Netra mengaku bisa dapat 100 kilogram bulung sangu. Untuk mendapatkan dan memetiknya tidak gampang. Papar Netra, tak semua lokasi atau tempat perairan di Serangan dan Sanur yang ‘mau’ ditumbuhi bulung sangu.
Di perairan Sanur, tempat yang tumbuhnya bulung sangu di sekitar Pantai Semawang. “Kita mencarinya dengan menyelam, tidak petik di atas karang,” jelas Netra.
Dia tidak bisa memastikan apa yang menjadi penyebab kian sulitnya mendapatkan bulung sangu. Namun demikian dia memperkirakan, karena pencarian bulung sangu semakin banyak. Kalau waktu dulu, mungkin hanya belasan nelayan yang mencari bulung sangu, namun sekarang puluhan nelayan bahkan mungkin lebih, menc ari memetik bulung sangu.
“Sepertinya bulung itu sepanan ( tak cukup waktu tumbuh),” lanjut Netra. Karena itulah, dia mengiyakan bulung sangu semakin langka. Harganya tentu juga semakin mahal. Kata Netra, yang suka banyak, namun barangnya semakin sedikit.
Di kalangan pedagang rujak ‘bulung sangu’ harga bulung sangu berkisar antara Rp 25.000 per kilogram (warna hijau) sampai Rp 30.000 per kilogram (warna putih). Kedua bulung sama, namun prosesnya pengolahan dan pengeringan beda. Yang hijau dalam proses direndam dengan air dicampur pamor (bubuk kapur). Sedang yang putih dengan pengeringan total sinar matahari.
Kuah ruak pindang berbahan baku bulung sangu, merupakan salah satu penganan ‘khas’ dari Denpasar khususnya dari Serangan. Tak hanya di Denpasar, namun kegemaran terhadap rujak bulung kuah pindang juga sampai ke luar Denpasar. Karenanya permintaan bulung sangu jadi tinggi. “Mahal mangkin bulunge,” ucap Men Sonia, seorang pedagang rujak bulung kuah pindang di Serangan.
Namun karena sudah menjadi ciri khas jualan, Men Sonia berusaha mendapatkan, walau tidak banyak memperolehnya. “ Kadang cukup tiyang cari yang putih saja,” ujarnya. *k17
1
Komentar