Nengah Medra: Kebudayaan Bali Seperti Pohon, Harus Rajin Dipupuk Akarnya
DENPASAR, NusaBali.com – Kebudayaan Bali seperti pohon yang bisa tumbuh subur apabila akarnya rajin dipupuk. Pohon ini juga bisa mati ketika akarnya kering dan tidak dirawat.
Praktisi Sastra Jawa Kuno dan Dewan Penasihat Lembaga Pengembangan Dharmagita Provinsi Bali 2016-2021, Drs I Nengah Medra MHum, 81, menyebut kebudayaan Bali seperti pohon.
Selayaknya pohon, kebudayaan Bali ini memiliki akar, batang, bunga, dan buah. Medra mengumpamakan batang pohon itu sebagai desa adat sedangkan bunga dan buahnya adalah seni dan tradisi.
Akar dari pohon tersebut adalah aksara, bahasa, dan sastra Bali. Roh dari pohon kebudayaan Bali ini adalah agama Hindu.
Jelas purnabakti akademisi Fakultas Sastra (FIB) Universitas Udayana ini, Bahasa Bali pada era ini bisa saja punah. Mimpi buruk ini dipastikan terjadi apabila pada tahun 1992 silam tidak ada akademisi yang peduli dan melemparkan isu kepunahan Bahasa Bali.
“Sejak ada isu itu, dilaksanakanlah pasamuan hingga kongres tingkat nasional soal Bahasa Bali. Hasil dari kongres ini adalah pembinaan intensif terhadap Bahasa Bali,” tutur Medra ketika dijumpai serangkaian Bulan Bahasa Bali V di Taman Budaya Bali Denpasar pada Senin (20/2/2023).
Medra membeberkan bahwa Bahasa Bali dan Kebudayaan Bali tidak bisa dipisahkan selayaknya akar dengan pohonnya. Namun, pariwisata sedikit mengusik perspektif semacam ini.
Industri pariwisata mendorong permintaan pasar akan pertunjukan kesenian dan atraksi budaya seperti tradisi untuk ‘diperjualbelikan’. Bayangkan apa yang terjadi apabila sebuah pohon dipaksa memroduksi bunga dan buah sedangkan akarnya tengah di ujung tanduk?
“Kalau hanya ingin menjual bunga dan buah saja tanpa mau memberi pupuk maka suatu saat orang Bali akan kehilangan kebudayaannya,” tegas pria kelahiran Tabanan.
Oleh karena itu, akar dari pohon kebudayaan Bali yakni aksara, bahasa, dan sastranya harus dipupuk. Medra mengapresiasi semangat pemerintah untuk mendorong program pelestarian, pengembangan, dan pemajuan Bahasa Bali.
Seperti salah satunya adalah Bulan Bahasa Bali yang sudah berjalan selama lima warsa ini. Kegiatan semacam ini menjadi angin segar untuk memupuk akar kebudayaan Bali sehingga lebih kuat dan berbunga serta berbuah lebih ranum.
Medra mengingatkan bahwa pariwisata Bali tidak akan kokoh sampai seabad lebih seperti hari ini apabila tidak dinapasi kebudayaan Bali. Jelas praktisi budaya berambut putih ini, Pulau Dewata hanya memiliki kekayaan budaya tidak dengan kekayaan sumber daya alam.
Oleh karena itu, sebagai orang Bali hendaknya mawas diri bahwa tidak bisa dipungkiri pulau kecil di ujung barat Sunda Kecil ini hidupnya ditanggung kebudayaan.
“Sepertinya guru wisesa sudah mulai melihat potensi kita ada di kebudayaan. Dan kebudayaan inilah yang bisa kita manfaatkan untuk bertahan hidup,” sebut Medra.
Salah satu penggagas pendirian Widya Sabha ini memprediksi bahwa tanpa kebudayaan, Bali hanyalah nama tanpa karakter. Hanya destinasi pariwisata yang tidak ada keunikannya dibandingkan destinasi lain. *rat
Komentar