DTW Bali Utara Minim Wisatawan
Okupansi home stay masih 30 persen, Pemerintah diminta beri perhatian lebih
DENPASAR,NusaBali
Kunjungan wisatawan ke kawasan Bali utara, meliputi wilayah Kabupaten Buleleng dan sekitarnya masih minim. Salah satu indikasinya tingkat hunian home stay tergolong masih rendah.
Pemerintah maupun stakeholder kepariwisataan Bali diharapkan bisa lebih meningkatkan mobilisasi wisatawan ke Buleleng. Hal tersebut disampaikan kalangan komponen pariwisata Buleleng. Diantaranya Buleleng Home Stay Association (BUHSA).
"Rata-rata tingkat hunian pada Februari ini sekitar 30 persen," ujar I Ketut Edi Astana, Selasa (21/2).
Menurutnya, okupansi 30 persen meningkat dari sebelumnya, pada masa Nataru (25 Desember 2022- 1 Januari 2023). Maupun pada periode Januari lalu, dimana tingkat hunian 5 persen ke bawah.
"Malah pada Desember bisa dikatakan nihil, khususnya kami di Desa Munduk,"ungkap Edi Astana yang juga Pengurus Indonesia Home Stay Association (IHSA) DPC Buleleng.
Kata dia, dengan okupansi rata-rata 30 persen, pendapatan home stay masih minim. "Karena masih dibawah 50 persen, " ujar Edi Astana.
Karena kunjungan tamu masih minim itulah, pengelola home stay maupun akomodasi belum bisa merekrut dan mempekerjakan karyawan lebih banyak. "Kebanyakan ditangani keluarga, karena belum mungkin membayar tenaga tambahan, " terangnya.
Karena itulah, menurut Edi Astana, membaiknya pariwisata Bali, seiring mereda pandemi Covid-19 yang disusul dicabutnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh Pemerintah, belum berimbas optimal terhadap kepariwisataan di kawasan Bali bagian utara, dalam hal ini ke Buleleng.
Apalagi pada Nataru dan Desember dan Januari, curah hujan tinggi. DTW-DTW di Buleleng yang berada di kawasan pegunungan seperti di Desa Munduk, Kecamatan Banjar, tambah dingin dan licin. Faktor alam ini juga berdampak terhadap berkurangnya kunjungan wisatawan. "Wisatawan tentunya mencari kawasan yang lebih hangat, seperti kawasan DTW pantai,"terang Edi Astana lebih lanjut.
Lepas dari faktor alam tersebut, diharapkan pemerintah dan pemangku kepariwisataan di Bali, memberikan porsi perhatian yang lebih maksimal ke kawasan Bali utara. Apalagi kebanyakan pelaku usaha wisata di wilayah Baliutara kebanyakan usaha wisata berskala kecil, bukan pemodal besar, sehingga butuh perhatian.
"Terutama usaha wisata desa yang kebanyakan dikelola warga setempat," kata Edi Astana.
Jadi jika perhatian dari Pemerintah dan pemangku kepariwisataan Bali, akan dirasakan oleh masyarakat. "Tiyang kira ini wisata kerakyatan," ujarnya. *k17
Pemerintah maupun stakeholder kepariwisataan Bali diharapkan bisa lebih meningkatkan mobilisasi wisatawan ke Buleleng. Hal tersebut disampaikan kalangan komponen pariwisata Buleleng. Diantaranya Buleleng Home Stay Association (BUHSA).
"Rata-rata tingkat hunian pada Februari ini sekitar 30 persen," ujar I Ketut Edi Astana, Selasa (21/2).
Menurutnya, okupansi 30 persen meningkat dari sebelumnya, pada masa Nataru (25 Desember 2022- 1 Januari 2023). Maupun pada periode Januari lalu, dimana tingkat hunian 5 persen ke bawah.
"Malah pada Desember bisa dikatakan nihil, khususnya kami di Desa Munduk,"ungkap Edi Astana yang juga Pengurus Indonesia Home Stay Association (IHSA) DPC Buleleng.
Kata dia, dengan okupansi rata-rata 30 persen, pendapatan home stay masih minim. "Karena masih dibawah 50 persen, " ujar Edi Astana.
Karena kunjungan tamu masih minim itulah, pengelola home stay maupun akomodasi belum bisa merekrut dan mempekerjakan karyawan lebih banyak. "Kebanyakan ditangani keluarga, karena belum mungkin membayar tenaga tambahan, " terangnya.
Karena itulah, menurut Edi Astana, membaiknya pariwisata Bali, seiring mereda pandemi Covid-19 yang disusul dicabutnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh Pemerintah, belum berimbas optimal terhadap kepariwisataan di kawasan Bali bagian utara, dalam hal ini ke Buleleng.
Apalagi pada Nataru dan Desember dan Januari, curah hujan tinggi. DTW-DTW di Buleleng yang berada di kawasan pegunungan seperti di Desa Munduk, Kecamatan Banjar, tambah dingin dan licin. Faktor alam ini juga berdampak terhadap berkurangnya kunjungan wisatawan. "Wisatawan tentunya mencari kawasan yang lebih hangat, seperti kawasan DTW pantai,"terang Edi Astana lebih lanjut.
Lepas dari faktor alam tersebut, diharapkan pemerintah dan pemangku kepariwisataan di Bali, memberikan porsi perhatian yang lebih maksimal ke kawasan Bali utara. Apalagi kebanyakan pelaku usaha wisata di wilayah Baliutara kebanyakan usaha wisata berskala kecil, bukan pemodal besar, sehingga butuh perhatian.
"Terutama usaha wisata desa yang kebanyakan dikelola warga setempat," kata Edi Astana.
Jadi jika perhatian dari Pemerintah dan pemangku kepariwisataan Bali, akan dirasakan oleh masyarakat. "Tiyang kira ini wisata kerakyatan," ujarnya. *k17
1
Komentar