Dijanjikan Kerja di Sri Lanka, Malah Dijadikan PSK
SINGARAJA, NusaBali
Seorang perempuan bernama Ida Susanti, 52, yang tinggal di Banjar Dinas Desa, Desa Kayu Putih, Kecamatan Banjar, Buleleng, didakwa melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Wanita yang dikenal dengan nama Ibu Yuni ini disidangkan karena terlibat melakukan eksploitasi terhadap pekerja migran. Ia diduga menipu korban dengan menjanjikan pekerjaan sebagai terapis spa. Namun, korban justru dijadikan pekerja seks komersial (PSK). Terdakwa Ida Susanti menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, pada Rabu (22/2) di Pengadilan Negeri Singaraja.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Made Bagiarta, beserta hakim anggota Made Hermayanti Muliartha dan Pulung Yustisia Dewi. Dalam berkas dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Isnarti Jayaningsih mengungkapkan, Ida Susanti bekerja sama dengan seorang pria asal Sri Lanka bernama Muhamad Sheik Hanifa dan seorang perempuan lain bernama Nurhayati alias Rara, dalam merekrut calon pekerja migran. Adapun dua nama terakhir kini masih dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
JPU Isnarti mengungkapkan, terdakwa Ida Susanti berperan memberikan pelatihan sebagai terapis terhadap korban berinisial Ni Komang LI, serta membujuk korban agar bersedia bekerja di Sri Lanka. Bahkan terdakwa sempat mentransfer uang senilai Rp 6,5 juta untuk biaya perlintasan korban di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.
"Terdakwa dalam memberangkatkan korban untuk menjadi tenaga kerja di Sri Lanka tidak sesuai prosedur. Terdakwa berperan dalam merekrut, mengirim, dan memberangkatkan korban dengan menjanjikan korban akan bekerja sebagai spa terapis di Hill Top Garden Resort Sri Lanka dengan gaji 500 dolar AS per bulan dan tempatnya resmi," beber Isnarti.
Di Sri Lanka korban justru dipekerjakan di layanan spa yang tidak jelas dan tertutup serta dijaga oleh pihak keamanan. Tempat spa itu juga memberikan layanan seksual. "Akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan korban mengalami eksploitasi dan ancaman psikis akibat dipekerjakan di tempat spa terapis plus-plus," imbuhnya.
Isnarti mengatakan, terdakwa merupakan pemilik yayasan pelatihan terapis spa yang tak berizin di wilayah Kecamatan Seririt. Awalnya, korban mengikuti pelatihan sebagai terapis spa di yayasan milik terdakwa, pada April 2021 lalu. Korban tertarik mengikuti pelatihan di sana, karena beberapa kenalannya telah bekerja di Rusia maupun Sri Lanka.
Setelah mengikuti pelatihan selama 3 bulan, korban tertarik mengikuti program bekerja di luar negeri. Saat itu negara yang dituju adalah Rusia. Agen penyalur tenaga kerja mematok tarif sebanyak Rp 25 juta untuk berangkat. Namun di tengah perjalanan, rencana itu dibatalkan, karena banyak peserta pelatihan yang tak sanggup bekerja di Rusia.
Korban kemudian mendapat informasi adanya lowongan pekerjaan sebagai terapis spa di Sri Lanka. Ia kemudian menghubungi seorang pria, yang diduga warga negara Sri Lanka, bernama Muhamad Sheik Hanifa. Pria itu memberi tahu bahwa mereka mematok biaya sebanyak Rp 21 juta untuk berangkat ke Sri Lanka sebagai terapis.
Nantinya korban akan mendapat gaji sebanyak 500 dolar AS atau sekitar Rp 7,5 juta sebulan di luar bonus. Namun pria itu tak pernah memberi tahu bahwa korban akan dijadikan sebagai pekerja seks. "Saksi korban tidak pernah mendapat penjelasan bahwa akan bekerja di tempat spa terapis yang sekaligus dapat memberikan layanan hubungan badan layaknya suami istri," kata Isnarti.
Tertarik dengan iming-iming tersebut, korban akhirnya menyetor uang sebanyak Rp 21,5 juta dalam empat kali termin pembayaran. Akhirnya pada 2 Oktober 2021, korban berangkat ke Sri Lanka. Di sana korban dibawa ke rumah berlantai dua dengan penjagaan ketat. Ternyata di sana korban diminta melayani spa plus-plus. Jika menolak, maka korban tak mendapat gaji apalagi bonus.
Korban pun menolak hingga disekap selama setahun di rumah tersebut. Korban akhirnya berhasil kabur pada akhir Oktober 2022, korban berhasil kabur bersama seorang pekerja migran lain asal Indonesia. Mereka meminta pertolongan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Sri Lanka. Korban akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia pada 3 November 2022 silam.
"Dalam memberangkatkan korban ke Sri Lanka terdakwa mendapatkan keuntungan sebanyak Rp 8.027.000 dan telah digunakan untuk keperluan pribadi terdakwa. Akibat perbuatan terdakwa, korban menuntut ganti rugi atau restitusi kepada terdakwa sesuai penghitungan LPSK sebesar Rp 42.150.000," kata Isnarti.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan dakwaan primair Pasal 4 juncto Pasal 48 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Serta dakwaan subsidair pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Terdakwa terancam dijatuhi sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta. *mz
1
Komentar