Hasto Ingatkan Kembali 3 Perspektif PDI Perjuangan
Tiga perspektif dimaksud adalah, pertama, historis atau kesejarahan. Perspektif kedua adalah ideologi. Perspektif ketiga adalah kerakyatan.
JAKARTA, NusaBali
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto mengingatkan kembali tiga perspektif partai kepada ribuan kader di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
“Para kader muda partai harus memahami, mendalami, dan melaksanakan tiga perspektif ini,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (26/2/2023).
Dia menjelaskan perspektif pertama adalah historis atau kesejarahan. Sejatinya PDIP merupakan partai yang berakar dari rakyat, ada sejak Bung Karno mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) tahun 1928. Saat itu, PNI berjuang untuk Kemerdekaan Republik Indonesia.
“Perspektif historis ini penting bahwa PDI Perjuangan bukan partai kemarin sore, PDI Perjuangan ditempa perjuangan dan pengalaman. Partai ini masih tetap ada sampai sekarang. Itu karena dukungan rakyat. Tanpa dukungan rakyat kita takkan ada,” kata Hasto saat menghadiri perayaan HUT ke-50 PDIP bersama ribuan kader dan simpatisan di alun-alun kota, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
Dengan sejarah itu, Hasto mengingatkan para kader PDIP memiliki tugas yang membentang luas untuk berjuang menggunakan ide dan gagasan Bung Karno dengan menyatu bersama rakyat dan mendatangkan program yang konkret bagi rakyat.
“Ibu Mega selalu menginstruksikan kepada tiga pilar partai untuk selalu memberikan perhatian kepada rakyat. Berpolitik bukan berorientasi pada elektoral semata,” ucap Hasto.
Perspektif kedua, kata dia, adalah ideologis di mana Bung Karno telah merumuskan Pancasila sebagai falsafah dasar yang digali dari rakyat sendiri. Dalam pengalamannya, Bung Karno bertemu dengan Pak Marhaen yang memberikan sebuah kesadaran akan sosok rakyat yang diperjuangkan PDIP.
“Maka PDI Perjuangan wajib berjuang bagi ‘wong cilik’, petani, buruh, dan nelayan, untuk diberdayakan dan dididik lewat politik anggaran guna dibebaskan dari kemiskinan. Untuk membuktikan Pancasila membebaskan ‘wong cilik’. Karena seperti kata Bung Karno, Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin,” kata Hasto.
Dia mengatakan para kader PDIP harus memahami bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi bangsa yang menjadi landasan untuk merancang kebijakan agar rakyat Indonesia dapat hidup lebih baik, anaknya cerdas, menguasai ilmu pengetahuan, dan teknologi (iptek).
“Tanpa kuasai iptek, tanpa kembangkan pendidikan anak, maka kita takkan mungkin jadi bangsa maju,” ujarnya.
Perspektif ketiga adalah kerakyatan. Seluruh kader muda PDIP wajib mengobarkan semangat kerakyatan. Semua harus mengingat bahwa PDIP bisa menang dua kali berturut-turut di dua pemilu terakhir karena dukungan rakyat.
Hasto juga menegaskan pesan dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri untuk terus memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia.
“Pesan dari Ibu Mega sangat jelas, berpolitik lah yang membumi, sentuhlah rakyat, perjuangkan rakyat untuk mendapat kehidupan yang lebih baik dengan mengorganisasi rakyat, dan menghadirkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sebaik-baiknya,” katanya.
“Saya sampaikan salam dari Ibu Megawati Soekarnoputri. Beliau ke Ponorogo pada 2004 lalu dan ditemani oleh Bapak Heri Akhmadi yang kini bertugas sebagai Duta Besar RI di Jepang,” katanya.
Kegiatan di Ponorogo itu diorganisasi oleh DPD Banteng Muda Indonesia (BMI) Jawa Timur yang diketuai oleh Sugiri Sancoko. Acara yang digelar dalam rangka perayaan HUT PDIP ke-50 itu, dimulai dengan Senam Siciya dan lalu diikuti dengan jalan santai bertajuk ‘Mlaku Bareng’ (jalan santai bersama). *ant
“Para kader muda partai harus memahami, mendalami, dan melaksanakan tiga perspektif ini,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (26/2/2023).
Dia menjelaskan perspektif pertama adalah historis atau kesejarahan. Sejatinya PDIP merupakan partai yang berakar dari rakyat, ada sejak Bung Karno mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) tahun 1928. Saat itu, PNI berjuang untuk Kemerdekaan Republik Indonesia.
“Perspektif historis ini penting bahwa PDI Perjuangan bukan partai kemarin sore, PDI Perjuangan ditempa perjuangan dan pengalaman. Partai ini masih tetap ada sampai sekarang. Itu karena dukungan rakyat. Tanpa dukungan rakyat kita takkan ada,” kata Hasto saat menghadiri perayaan HUT ke-50 PDIP bersama ribuan kader dan simpatisan di alun-alun kota, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
Dengan sejarah itu, Hasto mengingatkan para kader PDIP memiliki tugas yang membentang luas untuk berjuang menggunakan ide dan gagasan Bung Karno dengan menyatu bersama rakyat dan mendatangkan program yang konkret bagi rakyat.
“Ibu Mega selalu menginstruksikan kepada tiga pilar partai untuk selalu memberikan perhatian kepada rakyat. Berpolitik bukan berorientasi pada elektoral semata,” ucap Hasto.
Perspektif kedua, kata dia, adalah ideologis di mana Bung Karno telah merumuskan Pancasila sebagai falsafah dasar yang digali dari rakyat sendiri. Dalam pengalamannya, Bung Karno bertemu dengan Pak Marhaen yang memberikan sebuah kesadaran akan sosok rakyat yang diperjuangkan PDIP.
“Maka PDI Perjuangan wajib berjuang bagi ‘wong cilik’, petani, buruh, dan nelayan, untuk diberdayakan dan dididik lewat politik anggaran guna dibebaskan dari kemiskinan. Untuk membuktikan Pancasila membebaskan ‘wong cilik’. Karena seperti kata Bung Karno, Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin,” kata Hasto.
Dia mengatakan para kader PDIP harus memahami bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi bangsa yang menjadi landasan untuk merancang kebijakan agar rakyat Indonesia dapat hidup lebih baik, anaknya cerdas, menguasai ilmu pengetahuan, dan teknologi (iptek).
“Tanpa kuasai iptek, tanpa kembangkan pendidikan anak, maka kita takkan mungkin jadi bangsa maju,” ujarnya.
Perspektif ketiga adalah kerakyatan. Seluruh kader muda PDIP wajib mengobarkan semangat kerakyatan. Semua harus mengingat bahwa PDIP bisa menang dua kali berturut-turut di dua pemilu terakhir karena dukungan rakyat.
Hasto juga menegaskan pesan dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri untuk terus memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia.
“Pesan dari Ibu Mega sangat jelas, berpolitik lah yang membumi, sentuhlah rakyat, perjuangkan rakyat untuk mendapat kehidupan yang lebih baik dengan mengorganisasi rakyat, dan menghadirkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sebaik-baiknya,” katanya.
“Saya sampaikan salam dari Ibu Megawati Soekarnoputri. Beliau ke Ponorogo pada 2004 lalu dan ditemani oleh Bapak Heri Akhmadi yang kini bertugas sebagai Duta Besar RI di Jepang,” katanya.
Kegiatan di Ponorogo itu diorganisasi oleh DPD Banteng Muda Indonesia (BMI) Jawa Timur yang diketuai oleh Sugiri Sancoko. Acara yang digelar dalam rangka perayaan HUT PDIP ke-50 itu, dimulai dengan Senam Siciya dan lalu diikuti dengan jalan santai bertajuk ‘Mlaku Bareng’ (jalan santai bersama). *ant
1
Komentar