Tak Kenal Waktu, Patung Batu Tetap Laku
Patung batu, baik batu padas, batu lava termasuk juga batu cetakan, menjadi salah satu komoditas yang tak mengenal waktu.
DENPASAR, NusaBali
Meski diakui terpengaruh, situasi lesu perekonomian, namun patung batu tetap laku. “Memang tidak seramai dulu, namun usaha masih tetap jalan,” ujar Anak Agung Alit, salah seorang pemilik galeri patung batu di kawasan Bypass I Gusti Ngurah Rai Denpasar, Minggu (4/6).
Laku, jenis benda seni seperti patung batu, tentu tidak seperti laku bagaimana menjual sembako, misalnya beras. “Tak tentu waktunya, satu dua bisa terjual,” ujar lelaki asal Batubulan Sukawati Gianyar.
Sebelumnya hal senada dituturkan Ni Ketut Kerti, pemilik galeri patung batu lainnya. “Astungkara, sampai saat in tetap laku,” ujar Kerti.
Dari penuturan pemilik galeri ataupun pengusaha, patung batu banyak diminati kolektor mancanegara. Di antaranya Jerman dan India serta negara- negara lain. Adapun soal selera kolektor beragam. Ada yang suka dengan patung batu yang didatangkan dari Jawa, di antaranya dari Tulungagung, Muntilan, Trowulan Mojokerto dan lainnya. Namun tidak sedikit yang suka dengan patung batu buatan pemahat Bali. Di antaranya, patung klasik Men Brayut, Patung Dwi Kwan Im, patung-patung dari tokoh pewayangan, seperti Hanoman.
Jenis patung dari Jawa kebanyakan berbahan batu lahan, seperti batu candi. Wujudnya juga beragam, mulai dari Patung Budha, Patung Ganesha, Dewi Sri, hingga Pradnya Paramita sampai dengan patung Arca Dwarapala. “Untuk patung dari Jawa, kita memesannya,” ujar Kerti.
Harga patung batu bervariasi, tergantung jenis batu, detil dan ukuran patung. Bisa Rp 3 juta - Rp 5 juta, hingga belasan dan puluhan juta.
Selain pasar luar (ekspor) patung batu juga menyasar ‘pasar lokal’. Umumnya banyak berkaitan dengan sektor pariwisata, seperti untuk hiasan atau kelengkapan lanskap fasilitas wisata di antaranya hotel dan proyek lain. Di sisi lain, pembelian untuk rumah tangga atau pribadi juga banyak. “Ada saja, baik untuk dikirim ke luar (luar negeri) atau di lokal,” kata Gung Alit.
Para pengusaha patung batu mengaku tak tahu menyeluruh negara- negara tujuan ekspor patung batu Bali tersebut. “Kalau pihak kargo baru tahu. Biasanya pemesan berhubungan dengan kargo,” kata Gung Alit. *k17
Laku, jenis benda seni seperti patung batu, tentu tidak seperti laku bagaimana menjual sembako, misalnya beras. “Tak tentu waktunya, satu dua bisa terjual,” ujar lelaki asal Batubulan Sukawati Gianyar.
Sebelumnya hal senada dituturkan Ni Ketut Kerti, pemilik galeri patung batu lainnya. “Astungkara, sampai saat in tetap laku,” ujar Kerti.
Dari penuturan pemilik galeri ataupun pengusaha, patung batu banyak diminati kolektor mancanegara. Di antaranya Jerman dan India serta negara- negara lain. Adapun soal selera kolektor beragam. Ada yang suka dengan patung batu yang didatangkan dari Jawa, di antaranya dari Tulungagung, Muntilan, Trowulan Mojokerto dan lainnya. Namun tidak sedikit yang suka dengan patung batu buatan pemahat Bali. Di antaranya, patung klasik Men Brayut, Patung Dwi Kwan Im, patung-patung dari tokoh pewayangan, seperti Hanoman.
Jenis patung dari Jawa kebanyakan berbahan batu lahan, seperti batu candi. Wujudnya juga beragam, mulai dari Patung Budha, Patung Ganesha, Dewi Sri, hingga Pradnya Paramita sampai dengan patung Arca Dwarapala. “Untuk patung dari Jawa, kita memesannya,” ujar Kerti.
Harga patung batu bervariasi, tergantung jenis batu, detil dan ukuran patung. Bisa Rp 3 juta - Rp 5 juta, hingga belasan dan puluhan juta.
Selain pasar luar (ekspor) patung batu juga menyasar ‘pasar lokal’. Umumnya banyak berkaitan dengan sektor pariwisata, seperti untuk hiasan atau kelengkapan lanskap fasilitas wisata di antaranya hotel dan proyek lain. Di sisi lain, pembelian untuk rumah tangga atau pribadi juga banyak. “Ada saja, baik untuk dikirim ke luar (luar negeri) atau di lokal,” kata Gung Alit.
Para pengusaha patung batu mengaku tak tahu menyeluruh negara- negara tujuan ekspor patung batu Bali tersebut. “Kalau pihak kargo baru tahu. Biasanya pemesan berhubungan dengan kargo,” kata Gung Alit. *k17
Komentar