Petani Buntung saat Harga Stroberi Melambung
Petani stroberi di kawasan dingin Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, justru tidak mendapat untung di tengah harga buah berwana merah itu melambung tinggi.
SINGARAJA, NusaBali
Petani malah mengaku merugi, akibat cuaca yang tidak menentu. Harga stroberi saat ini bisa mencapai Rp 30-35 ribu perkilo di tingkat petani. Padahal bulan Mei-Juni merupakan musim panen raya buah stroberi di kawasan Desa Pancasari. Harga ini cukup tinggi, karena biasanya pada musim panen raya harga perkilonya hanya sekitar Rp 15 ribu. Melambungnya harga stroberi justru tidak dapat dinikmati oleh petani. Sebaliknya petani malah mengaku merugi.
Bulan Mei-Juni merupakan musim panen raya bagi petani stroberi di kawasan Desa Pancasari dan sekitarnya. Namun ditengah musim panen raya itu, justru harga stroberi melambung tinggi. Kendati harga tinggi, petani justru tidak mendapat untung. Sebaliknya petani mengaku merugi.
Informasi dihimpun Minggu (4/6), tingginya harga stroberi saat ini akibat petani gagal panen. Biasanya, setiap hektare lahan perkebunan stroberi ketika musim panen raya bisa hasilkan buah 150-200 kilogram, perdua hari petik. Namun, panen raya kali ini, petani justru hanya menghasilkan 30 kilogram setiap petik.
Rendahnya hasil panen tahun ini, karena cuaca yang tidak menentu. Dimana musim hujan masih terjadi, mulai musim tanam hingga musim panen. Akibat hujan, banyak tanaman stroberi tidak menghasilkan buah. “Harga memang tinggi sekarang, tapi rugi. Mending harga normal, tapi buah ada,” ujar Nyoman Widana, seorang petani stroberi.
Nyoman Widana mengungkapkan, banyak perkebunan stroberi tidak menghasilkan buah pada musim panen tahun ini. Kondisi itu akibat, guyuran hujan sejak musim tanam hingga musim panen. Sehingga banyak tanaman stroberi yang tidak tumbuh normal. “Kalau kena air hujan, pertumbuhannya jadi kurang, ada yang busuk batang,” ujarnya.
Dikatakan, setiap hektar lahan diperlukan biaya produksi hingga puluhan juta, tergatung kondisi tanaman. Akibat tidak menghasilkan sesuai harapan, petani banyak yang merugi. “Tahun ini gagal, tidak ada buah, sehingga harga tinggi sekarang,” imbuhnya.
Sementara tokoh masyarakat sekaligus anggota DPRD Buleleng asal Desa Pancasari Wayan Indrawan menyebut, selain musim yang tidak menentu, rendahnya hasil panen juga dipengaruhi oleh bencana banjir yang sempat melanda kawasan Pancasari. “Memamng musim hujan, tapi waktu bencana, banyak lahan stroberi dan sayur mayur yang terendam,” ujar politisi PDIP yang akrab dipanggil Kejes.
Di tempat terpisah, Kadis Pertanian Kabupaten Buleleng, Nyoman Swatantra juga memastikan rendahnya produksi buah stroberi itu akibat bencana banjir yang terjadi pada bulan Pebruari 2017 lalu. Dikatakan, banyak bibit dan media tanam yang hanyut akibat banjir. “Kalau gagal panen, saya belum dapat informasi, tapi bisa saja terjadi karena waktu bencana banjir, banyak lahan perkebunan yang terendam,” katanya. *k19
Bulan Mei-Juni merupakan musim panen raya bagi petani stroberi di kawasan Desa Pancasari dan sekitarnya. Namun ditengah musim panen raya itu, justru harga stroberi melambung tinggi. Kendati harga tinggi, petani justru tidak mendapat untung. Sebaliknya petani mengaku merugi.
Informasi dihimpun Minggu (4/6), tingginya harga stroberi saat ini akibat petani gagal panen. Biasanya, setiap hektare lahan perkebunan stroberi ketika musim panen raya bisa hasilkan buah 150-200 kilogram, perdua hari petik. Namun, panen raya kali ini, petani justru hanya menghasilkan 30 kilogram setiap petik.
Rendahnya hasil panen tahun ini, karena cuaca yang tidak menentu. Dimana musim hujan masih terjadi, mulai musim tanam hingga musim panen. Akibat hujan, banyak tanaman stroberi tidak menghasilkan buah. “Harga memang tinggi sekarang, tapi rugi. Mending harga normal, tapi buah ada,” ujar Nyoman Widana, seorang petani stroberi.
Nyoman Widana mengungkapkan, banyak perkebunan stroberi tidak menghasilkan buah pada musim panen tahun ini. Kondisi itu akibat, guyuran hujan sejak musim tanam hingga musim panen. Sehingga banyak tanaman stroberi yang tidak tumbuh normal. “Kalau kena air hujan, pertumbuhannya jadi kurang, ada yang busuk batang,” ujarnya.
Dikatakan, setiap hektar lahan diperlukan biaya produksi hingga puluhan juta, tergatung kondisi tanaman. Akibat tidak menghasilkan sesuai harapan, petani banyak yang merugi. “Tahun ini gagal, tidak ada buah, sehingga harga tinggi sekarang,” imbuhnya.
Sementara tokoh masyarakat sekaligus anggota DPRD Buleleng asal Desa Pancasari Wayan Indrawan menyebut, selain musim yang tidak menentu, rendahnya hasil panen juga dipengaruhi oleh bencana banjir yang sempat melanda kawasan Pancasari. “Memamng musim hujan, tapi waktu bencana, banyak lahan stroberi dan sayur mayur yang terendam,” ujar politisi PDIP yang akrab dipanggil Kejes.
Di tempat terpisah, Kadis Pertanian Kabupaten Buleleng, Nyoman Swatantra juga memastikan rendahnya produksi buah stroberi itu akibat bencana banjir yang terjadi pada bulan Pebruari 2017 lalu. Dikatakan, banyak bibit dan media tanam yang hanyut akibat banjir. “Kalau gagal panen, saya belum dapat informasi, tapi bisa saja terjadi karena waktu bencana banjir, banyak lahan perkebunan yang terendam,” katanya. *k19
Komentar