Fahri Hamzah Nilai Oposisi Memble
JAKARTA, NusaBali
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengkritisi kinerja DPR RI periode 2019-2024, baik partai politik (parpol) yang pro pemerintah maupun partai yang mengaku sebagai oposisi.
Bahkan, Fahri menilai oposisi sekarang memble dalam memberikan kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pemerintah.
“Masa saya yang harus begitu, kritik ke Pak Jokowi. Mendingan saya kritik DPR dan DPD RI, eh kenapa kamu enggak kuat, katanya oposisi kenapa memble,” kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/3).
Menurut Fahri, DPR RI saat ini berbeda dengan periode saat dirinya menjadi anggota parlemen. Apalagi, ketika dirinya menjadi Wakil Ketua DPR RI.
Fahri menceritakan, saat dirinya menjadi Wakil Ketua DPR periode 2014-2019, dia memiliki amanat dan kewajiban untuk kritis terhadap pemerintah.
Oleh karena itu, dia menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat dengan mengawasi dan mengkritik pemerintah agar semakin sesuai dengan harapan rakyat.
“Karena itu kerjaan saya dan kerjaan itu juga disertai dengan diberikannya imunitas kepada saya. Jadi kalau dulu, orang bilang wah ini Fahri berani banget kritik KPK, kritik Pak Jokowi. Bukan berani, harus. Dan saya oleh negara dikasih kekebalan supaya omongan saya enggak dipidana (saat jadi anggota DPR RI, Red),” ungkap Fahri.
Karena itu, Fahri berharap DPR RI sekarang bisa semakin kritis kepada presiden dan pemerintah. “Jangan sampai justru rakyat yang menjadi oposisi pemerintah, sementara DPR RI tidak bekerja menyampaikan aspirasi rakyat,” kata Fahri.
Terlebih, lanjut Fahri, sebagai anggota dewan itu sendiri juga sudah dipercaya rakyat untuk menyalurkan aspirasinya, mendapatkan gaji, serta kekebalan hukum dalam hal mengkritik pemerintah. “Kalau di negara demokrasi yang matang itu, rakyat setelah nyoblos, kerja. Yang berantem diambil alih parlemen. Nah kita ini enggak, kita disuruh berantem, parlemennya tidur. Malah parlemennya cari nafkah lain,” papar Fahri.
Jadi, menurut Fahri Hamzah, anggota dewan yang memiliki pendapat berbeda dengan fraksinya, seharusnya tidak boleh dihukum. Fahri berpandangan, hubungan antara anggota dan fraksi adalah hubungan etik, sehingga anggota DPR RI baru bisa dihukum oleh fraksinya ketika melanggar hukum atau etika jabatan.
Fahri menambahkan, seorang anggota parpol yang terpilih menjadi pejabat negara atau anggota dewan, maka loyalitasnya harus berubah kepada negara, bukan lagi parpolnya.
“Saat seorang kader partai menjadi pejabat publik, berarti mereka sudah pindah ke dalam ruang negara, diatur oleh hukum publik, dan mendapat gaji dari rakyat. Berbeda dengan anggota partai yang tidak menjadi pejabat publik. Ranah anggota partai yang bukan pejabat publik adalah di internal partainya,” kata politisi dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ini. *k22
Komentar