Ny Putri Koster: Tari Rejang Jadi Identitas Masing-masing Desa Adat
DENPASAR, NusaBali
Manggala Utama Pasikian Paiketan Krama Istri Desa Adat (Pakis) MDA Provinsi Bali Ny Putri Koster menyatakan Tari Rejang sebagai tari wali bukanlah tari sembarangan.
Tari Rejang ibarat identitas bagi sebuah desa adat di Bali, karena diciptakan sesuai desa kala patra yang berlaku setempat. Ny Putri Koster dikenal getol memperjuangkan serta mengajegkan seni, adat, dan tradisi Bali. Salah satu yang menjadi perhatiannya saat ini adalah keberadaan tari-tarian wali atau tari untuk upacara yadnya yang bersifat sakral, di antaranya Tari Rejang.
Dia berharap keberadaan Tari Rejang bisa terus lestari dan sesuai dengan pakem serta fungsi Tari Rejang itu sendiri.
“Akhir-akhir ini semakin banyak jenis tarian Rejang yang bermunculan. Saya harap keberadaan tari-tarian tersebut sudah sesuai dengan pakem dan nilai-nilai kesakralan Tari Rejang,” ujar Ny Putri Koster saat menjadi narasumber acara Pabligbagan RRI Denpasar Pro 4 dengan tema ‘Ngerajegang Tari Rejang’, Rabu (15/3).
Pendamping orang nomor satu di Bali ini mengatakan bahwa ruang kreativitas masyarakat Bali sangat tinggi, sehingga bisa menciptakan karya seni, baik tari wali, bebali, maupun balih-balihan. Namun dia mengingatkan agar dalam penciptaan tari terutama untuk tari wali harus sesuai dengan pakem, nilai, dan norma keagamaan yang dianut.
Dia pun memberikan apresiasi semangat masyarakat Bali terutama para seniman dalam mengekspresikan rasa syukur dan cinta mereka kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui penciptaan tari wali.
“Saya harap melalui sosialisasi kali ini, masyarakat banyak yang ikut dan lebih memahami penciptaan dan peruntukan Tari Rejang tersebut,” imbuhnya.
Ny Putri Koster mengatakan, keberadaan Tari Rejang sesuai dengan desa kala patra yang berlaku pada satu desa adat.
“Di mana Tari Rejang tersebut berasal dan hanya bisa ditarikan di desa tersebut, karena di sanalah tari tersebut dilahirkan dan disakralkan,” sebut Ny Putri Koster.
Maka, lanjutnya, jika suatu desa adat tidak memiliki Tari Rejang, maka pada suatu upacara wali seharusnya tidak menarikan tarian Rejang.
Namun begitu desa adat tersebut bisa membuat Tari Rejang sendiri, sesuai dengan desa kala patra dan memang betul-betul dilakukan kajian terlebih dahulu, sehingga tarian tersebut memiliki filosofi yang kemudian disakralkan dengan upacara pasupati.
Untuk itu, Ny Putri Koster berharap melalui kegiatan-kegiatan yang digelar oleh Pakis Bali dan pemerintah terkait surat edaran dalam ngerajegang Tari Rejang bisa menggerakkan motivasi masyarakat Bali untuk kembali ke jati diri krama Bali yang sesungguhnya. *cr78
1
Komentar