Hadapi Tantangan Pariwisata, BPPD Badung Kedepankan Edutourism dan Edumarketing
Ida Bagus Namarupa, 45, Ketua BPPD Badung menegaskan bahwa edutourism yang dipromosikan dengan edumarketing bisa menjadi alternatif meremajakan pariwisata Bali khususnya Badung. Konsep pariwisata di mana para wisatawannya memahami kearifan lokal setempat dan cenderung mawas diri serta menghargai kultur lokal.
Hal ini dinilai cocok dengan jargon pariwisata Bali yang mengusung pariwisata budaya. Sedangkan problem wisatawan asing belakangan ini, hulunya dinilai bermula dari pelancong yang nihil pemahaman soal kearifan lokal. Situasi ini membuat mereka bertindak bertentangan dengan budaya setempat.
"Kami mengemban tanggung jawab untuk mempromosikan parwisata Badung. Dari segi promosi ini, kami mengedepankan sisi edukasi dan juga mencoba meluruskan stigma negatif soal Bali dan budayanya," kata pria yang akrab disapa Gusde ketika dijumpai di Junglegold Bali Chocolate Factory pada Selasa (14/3/2023) lalu.
Kata Gusde, komponen yang harus ada pada saat promosi pariwisata Badung adalah pelaku seni, pelaku ekonomi kreatif, dan unsur desa wisata. Ketua Desa Wisata Carangsari ini menekankan bahwa komponen hotel dan restoran memang penting tetapi tiga komponen adat dan budaya ini adalah core pariwisata Bali.
Kebudayaan Bali adalah penggerak pariwisata Pulau Dewata agar tetap ajeg (tegak). Hotel dan restoran mungkin memberikan pendapatan besar kepada pemerintah dalam bentuk pajak akan tetapi tanpa budaya, Bali akan ditinggalkan. Oleh karena itu, apabila menyebut pariwisata budaya, pelaku dari budaya itu sendiri harus dilibatkan dan dimakmurkan.
"Misalnya saat promosi wisata ke Surabaya, kami bawa Tari Joged yang bisa dibilang stigmanya negatif di luar Bali. Tetapi sebelum ditarikan, kami berikan edukasi bahwa tari ini bersifat tari pergaulan dan ada pakem tradisionalnya. Para calon wisatawan akhirnya jadi paham," beber Gusde.
Ayah tiga anak ini mengingatkan bahwa ketika berbicara pariwisata budaya, jangan sampai berhenti sebagai sekadar lips service. Harus ada langkah besar dan representatif bahwa budaya itu memang bagian penting dan tidak terpisahkan dari pariwisata Bali.
Gusde meyakini apabila edutourism dan edumarketing dijadikan perspektif hulu promosi wisata, seharusnya tidak ada problem melibatkan wisatawan lagi. Sebab, sebelum wisatawan menginjakkan kaki di Bali, mereka sudah tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di pulau ini.
Edukasi ini juga perlu diberikan kepada pelaku pariwisata lokal. Mereka adalah lini depan yang bersentuhan langsung dengan wisatawan. Pelaku pariwisata terdepan dapat menjadi penyebar informasi terkonfirmasi atau firsthand kepada pelancong di Bali.
"Sementara itu, tahun 2023 ini kami dihadapkan dengan tantangan cukup berat karena dunia pariwisata kurang tertebak dinamikanya. Di lain sisi, perencanaan harus sudah dilakukan satu tahun sebelumnya dan bisa berubah di tengah jalan menyesuaikan perubahan situasi pariwisata," papar Gusde.
Pada tahun ini, BPPD Badung dipatok Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta untuk meningkatkan kunjungan wisata semaksimal mungkin. Meskipun enggan berbicara angka, Gusde menyebut 4-5 juta wisatawan jadi target kunjungan tahun ini di Badung.
Situasi ekonomi global yang belum pasti menjadi pertimbangan tingkat kunjungan wisata belum pulih seperti sebelum pandemi. Pelancong dilihat sebagai pihak yang masih pikir-pikir dan masih hati-hati mengatur keuangan khususnya wisatawan mancanegara.
BPPD Badung menyebut tidak berbicara prioritas promosi. Baik domestik maupun internasional dianggap sama pentingnya. Giat promosi ini, kata Gusde, harus berkolaborasi dengan berbagai pihak mulai dari generasi Baby Boomers, X, Y, dan Z.
"Tan hana wong sakti sinunggal. Alam ini tidak menciptakan orang sakti (pintar) sendiri, harus saling melengkapi satu sama lain. Filosofi kuno inilah yang selalu saya pegang," tegas Gusde yang juga Direktur Junglegold Bali atau sebelumnya dikenal sebagai Pod Chocolate.
Baby Boomers adalah generasi yang mendominasi posisi-posisi penting di ranah adat dan pemerintahan saat ini. Generasi ini menjadi pimpinan lembaga dan pejabat publik. Oleh karena itu, keberadaannya harus dirangkul demi menjaga pariwisata melalui penguatan kebijakan dan regulasi atau awig-awig.
Sementara itu, generasi X adalah sosok pelaku pariwisata yang menjadi pembuat keputusan dan menjalankan peran kunci di sebagian besar perusahaan pariwisata saat ini. Generasi ini berperan besar dalam pemajuan pariwisata dari dalam industrinya itu sendiri. Tanpa komitmen pemain kunci dari dalam industri, kapal besar pariwisata Badung tidak akan berlayar.
Sedangkan para individu dari generasi Y dan Z adalah motor penggerak industri pariwisata di Bali pada sekarang ini. Selain motor penggerak, mereka juga pasar pariwisata yang potensial sekaligus calon penentu arah keberlangsungan pariwisata ke depannya.
Jelas Gusde, yang masih menjadi pekerjaan rumah dalam promosi wisata di Badung adalah engagement dengan online travel agent (OTA) dan promosi wisata secara digital. Penetrasi pasar wisatawan melalui medium digital ini bakal digenjot lagi untuk membuka pasar prospektif yang lebih luas.
"Karena saya kebetulan menekuni topeng pajegan, filosofinya pun saya bawa ke mana-mana termasuk dalam dunia pariwisata. Bagaimana orang Bali hendaknya dapat menjadi individu yang adaptif, bisa bertindak tegas sekaligus bijaksana, bisa menjadi marketer sekaligus educator dan peran lainnya," tandas Gusde. *rat
Komentar