PN Denpasar Sita Apartemen Eks Puteri Indonesia
Penetapan sita ini berlangsung panas. Selain melakukan penghadangan, karyawan juga membentangkan sejumlah spanduk bermuatan penolakan penyitaan aset dan terus berteriak menolak eksekusi.
MANGUPURA, NusaBali
Penetapan sita atas apartemen The Double View Mansions di Desa Pererenan, Mengwi, Badung milik Puteri Indonesia Persahabatan 2002, Fransisca Fannie Lauren Christie, 43, pada Kamis (16/3) berlangsung panas. Puluhan orang yang merupakan karyawan apartemen melakukan penghadangan panitera PN Denpasar yang akan melakukan sita.
Dilansir detikBali, selain melakukan penghadangan, karyawan juga membentangkan sejumlah spanduk bermuatan penolakan penyitaan aset. Massa juga terus berteriak menolak eksekusi hingga Panitera Pengadilan Negeri (PN) Denpasar tidak bisa membacakan putusan di depan massa.
Polisi berusaha menenangkan karyawan apartemen agar proses pembacaan penetapan sita eksekusi bisa dilakukan. Permintaan itu tak diindahkan, sehingga panitera terpaksa membacakan penetapan lewat toa sirine mobil patroli Polsek Mengwi. “Kami minta tenang dulu. Tidak ada eksekusi. Kami hanya membacakan penetapan sita. Tidak ada eksekusi," seru Ketua Panitera PN Denpasar Rotua Roosa Mathilda Tampubolon di hadapan massa.
Rotua menjelaskan pembacaan penetapan sita aset apartemen itu bermaksud mengingatkan kedua belah pihak agar tidak melakukan pengalihan kepemilikan aset kepada siapapun. Baik itu menyewakan, menggadaikan, dan sebagainya.
Dalam sengketa ini, pemohon eksekusi berinisial L dan T asal Swiss serta A dari Italia. Sedangkan termohon adalah PT Indo Bhali Makmur Jaya, yang mana Fannie Lauren bertindak sebagai direktur. "Bahwa kedua belah pihak tidak boleh memindahtangankan objek eksekusi ini sembari proses ini dilaksanakan untuk lelang sesuai dengan isi putusan," jelas Rotua seusai pembacaan penetapan sita.
Praktis aset apartemen Fannie Lauren tersebut kini dikuasai PN Denpasar untuk selanjutnya dilelang. Namun kepastian lelang aset dilakukan setelah keputusan PN Denpasar keluar. "Perintah ketua (PN) nanti apakah lelang atau tidak, berupa penetapan," sebut Rotua.
Sementara itu, alasan PN Denpasar menyita aset Fannie adalah terkait amar putusan yang menyatakan tergugat secara tanggung renteng membayar sejumlah dana dalam bentuk dolar dikonversikan ke rupiah. Yaitu sebesar USD 7.095.680.
"Bagaimana uang ini, kerugian ini, bisa diganti kepada penggugat, maka harus dilakukan sita objek. Dasar itu yang membuat PN mempunyai hak untuk lelang. Ini dijual kalau laku, berapapun itu sebesar nilai yang ditetapkan dalam putusan, akan diserahkan ke pemohon. Kalau lakunya lebih, sisanya tetap dikembalikan ke pemohon," pungkas Rotua.
Kuasa hukum Fannie Lauren, Togar Situmorang menolak untuk hadir ke lokasi apartemen. Menurutnya, Panitera PN Denpasar telah melanggar apa yang diundangkan dalam surat resmi pemberitahuan pelaksanaan sita eksekusi. Pembacaan penetapan sita aset seharusnya dilakukan di Kantor Desa Pererenan."Sesuai undangan, kami diundang di Kantor Perbekel Pererenan. Tetapi teman-teman melihat bagaimana undangan itu tidak dijalankan secara utuh. Malah tetap memaksa harus membacakan keinginan permohonan yang belum tentu keabsahannya di lokasi," ujar Togar. *
Penetapan sita atas apartemen The Double View Mansions di Desa Pererenan, Mengwi, Badung milik Puteri Indonesia Persahabatan 2002, Fransisca Fannie Lauren Christie, 43, pada Kamis (16/3) berlangsung panas. Puluhan orang yang merupakan karyawan apartemen melakukan penghadangan panitera PN Denpasar yang akan melakukan sita.
Dilansir detikBali, selain melakukan penghadangan, karyawan juga membentangkan sejumlah spanduk bermuatan penolakan penyitaan aset. Massa juga terus berteriak menolak eksekusi hingga Panitera Pengadilan Negeri (PN) Denpasar tidak bisa membacakan putusan di depan massa.
Polisi berusaha menenangkan karyawan apartemen agar proses pembacaan penetapan sita eksekusi bisa dilakukan. Permintaan itu tak diindahkan, sehingga panitera terpaksa membacakan penetapan lewat toa sirine mobil patroli Polsek Mengwi. “Kami minta tenang dulu. Tidak ada eksekusi. Kami hanya membacakan penetapan sita. Tidak ada eksekusi," seru Ketua Panitera PN Denpasar Rotua Roosa Mathilda Tampubolon di hadapan massa.
Rotua menjelaskan pembacaan penetapan sita aset apartemen itu bermaksud mengingatkan kedua belah pihak agar tidak melakukan pengalihan kepemilikan aset kepada siapapun. Baik itu menyewakan, menggadaikan, dan sebagainya.
Dalam sengketa ini, pemohon eksekusi berinisial L dan T asal Swiss serta A dari Italia. Sedangkan termohon adalah PT Indo Bhali Makmur Jaya, yang mana Fannie Lauren bertindak sebagai direktur. "Bahwa kedua belah pihak tidak boleh memindahtangankan objek eksekusi ini sembari proses ini dilaksanakan untuk lelang sesuai dengan isi putusan," jelas Rotua seusai pembacaan penetapan sita.
Praktis aset apartemen Fannie Lauren tersebut kini dikuasai PN Denpasar untuk selanjutnya dilelang. Namun kepastian lelang aset dilakukan setelah keputusan PN Denpasar keluar. "Perintah ketua (PN) nanti apakah lelang atau tidak, berupa penetapan," sebut Rotua.
Sementara itu, alasan PN Denpasar menyita aset Fannie adalah terkait amar putusan yang menyatakan tergugat secara tanggung renteng membayar sejumlah dana dalam bentuk dolar dikonversikan ke rupiah. Yaitu sebesar USD 7.095.680.
"Bagaimana uang ini, kerugian ini, bisa diganti kepada penggugat, maka harus dilakukan sita objek. Dasar itu yang membuat PN mempunyai hak untuk lelang. Ini dijual kalau laku, berapapun itu sebesar nilai yang ditetapkan dalam putusan, akan diserahkan ke pemohon. Kalau lakunya lebih, sisanya tetap dikembalikan ke pemohon," pungkas Rotua.
Kuasa hukum Fannie Lauren, Togar Situmorang menolak untuk hadir ke lokasi apartemen. Menurutnya, Panitera PN Denpasar telah melanggar apa yang diundangkan dalam surat resmi pemberitahuan pelaksanaan sita eksekusi. Pembacaan penetapan sita aset seharusnya dilakukan di Kantor Desa Pererenan."Sesuai undangan, kami diundang di Kantor Perbekel Pererenan. Tetapi teman-teman melihat bagaimana undangan itu tidak dijalankan secara utuh. Malah tetap memaksa harus membacakan keinginan permohonan yang belum tentu keabsahannya di lokasi," ujar Togar. *
Komentar