Nyepi, Media Pengingat Hakikat Diri
Menuju sunya itu kita diminta bertapa atau mabrata untuk mencari siapa? Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk diri kita sendiri
DENPASAR, NusaBali
Setiap tahun umat Hindu di Bali merayakan Hari Raya Nyepi, sehari setelah Tilem Kasanga. Sehari sebelumnya digelar Pacaruan Tawur Kasanga, lanjut Pangerupukan dan esoknya, sipeng atau sepi total. Beberapa hari sebelumnya, umat Hindu Melasti. Pratima di pura-pura disucikan menuju sumber air. seperti laut, danau, ataupun mata air.
Di balik serangkaian ritual-ritual tersebut tersimpan tujuan dasar perayaan Nyepi, yang sejalan dengan tujuan agama Hindu, yakni penemuan diri. Nyepi ditandai Catur Brata Panyepian, yakni Amati Geni, Amati Karya, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan, memberikan kesempatan manusia untuk merenungi kembali hakikat diri.
Hari Raya Nyepi sebagai medium mengingat kembali hakikat diri disampaikan akademisi Dr I Made Adi Surya Pradnya SAg MFilH, pekan lalu, dalam seminar bertajuk 'Tata Titi Pelaksanaan Pangerupukan Ogoh-ogoh sebagai Proses Transformasi Ramya menuju Somya di Bali'. ‘’Menemukan siapa diri kita sebenarnya, itulah Nyepi. Menuju sunya itu kita diminta bertapa atau mabrata untuk mencari siapa? Bukan untuk siapa-siapa tapi untuk diri kita sendiri," ujar akademisi Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa ini pada seminar yang diselenggarakan Yowana Bali.
Jawaban tersebut, menurut Adi Surya, tidak ditemukan dalam identitas jabatan atau peran yang melekat dalam diri kita keseharian. Misalnya, identitas sebagai karyawan, dosen, manajer, peran sebagai orangtua, anak, dan lain sebagainya.
Menurut Adi Surya memaknai diri dengan berbagai identitas keseharian tersebut justru hanya akan membawa ketidakbahagiaan. Dia menambahkan, semakin banyak kita memiliki identitas-identitas tersebut justru akan semakin menjauhkan diri kita dengan kesejatian diri. "Akhirnya kita lupa dengan diri kita sendiri, kemudian kita melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi hati nurani kita," ujar pria yang akrab disapa Jro Dalang Nabe Roby.
Menurut Adi Surya ajaran agama Hindu sudah memberikan tuntunan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan siapa diri kita. Namun ajaran-ajaran tersebut dibungkus secara apik melalui ritual-ritual yang kita warisi saat ini agar lebih mudah dilakoni sebagian besar umat. "Oleh leluhur Bali yang bersifat tattwa (filosofis) dipermudah dengan perayaan hari-hari suci," tambahnya.
Adi Surya menuturkan penemuan diri akan menuntun kita lebih lanjut menemukan moksa. Moksa dalam hal ini dimaknai sebagai bebas dari keterikatan. Dengan begitu kebijaksanaan pun akan diraih dalam hidup.
Selain penemuan diri, pertanyaan dari mana kita berasal dan mau ke mana kita melangkah juga bisa menjadi bahan perenungan manusia pada saat Hari Raya Nyepi. Menurutnya seluruh pertanyaan terkait diri tersebut dapat dicari jawabannya dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian. "Dalam Nyepi ini sudah diajarkan, yaitu Catur Brata Penyepian. Dengan Catur Brata Penyepian kita perlahan-lahan mengenal diri kita," ucapnya.
Dia menegaskan, rutinitas sehari-hari mengakibatkan manusia lupa akan makna dirinya sendiri. Beristirahat sejenak, dengan disiplin menjalankan Catur Brata Penyepian, yakni tidak menyalakan api (amati geni), tidak bekerja (amati karya), tidak bepergian (amati lelungan), dan tidak bersenang-senang (amati lelanguan) memberikan kesempatan diri melihat ke dalam diri sendiri dibanding melihat ke luar diri seperti yang sehari-hari dilakukan.
Dikatakannya, Catur Brata Panyepian harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar tujuan hidup sejalan dengan tujuan agama Hindu. "Dari sana kita menemukan kebijaksanaan. Bagi kita, puncak Nyepi ini adalah menjadi orang yang bijaksana," tandas Adi Surya. *cr78
Di balik serangkaian ritual-ritual tersebut tersimpan tujuan dasar perayaan Nyepi, yang sejalan dengan tujuan agama Hindu, yakni penemuan diri. Nyepi ditandai Catur Brata Panyepian, yakni Amati Geni, Amati Karya, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan, memberikan kesempatan manusia untuk merenungi kembali hakikat diri.
Hari Raya Nyepi sebagai medium mengingat kembali hakikat diri disampaikan akademisi Dr I Made Adi Surya Pradnya SAg MFilH, pekan lalu, dalam seminar bertajuk 'Tata Titi Pelaksanaan Pangerupukan Ogoh-ogoh sebagai Proses Transformasi Ramya menuju Somya di Bali'. ‘’Menemukan siapa diri kita sebenarnya, itulah Nyepi. Menuju sunya itu kita diminta bertapa atau mabrata untuk mencari siapa? Bukan untuk siapa-siapa tapi untuk diri kita sendiri," ujar akademisi Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa ini pada seminar yang diselenggarakan Yowana Bali.
Jawaban tersebut, menurut Adi Surya, tidak ditemukan dalam identitas jabatan atau peran yang melekat dalam diri kita keseharian. Misalnya, identitas sebagai karyawan, dosen, manajer, peran sebagai orangtua, anak, dan lain sebagainya.
Menurut Adi Surya memaknai diri dengan berbagai identitas keseharian tersebut justru hanya akan membawa ketidakbahagiaan. Dia menambahkan, semakin banyak kita memiliki identitas-identitas tersebut justru akan semakin menjauhkan diri kita dengan kesejatian diri. "Akhirnya kita lupa dengan diri kita sendiri, kemudian kita melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi hati nurani kita," ujar pria yang akrab disapa Jro Dalang Nabe Roby.
Menurut Adi Surya ajaran agama Hindu sudah memberikan tuntunan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan siapa diri kita. Namun ajaran-ajaran tersebut dibungkus secara apik melalui ritual-ritual yang kita warisi saat ini agar lebih mudah dilakoni sebagian besar umat. "Oleh leluhur Bali yang bersifat tattwa (filosofis) dipermudah dengan perayaan hari-hari suci," tambahnya.
Adi Surya menuturkan penemuan diri akan menuntun kita lebih lanjut menemukan moksa. Moksa dalam hal ini dimaknai sebagai bebas dari keterikatan. Dengan begitu kebijaksanaan pun akan diraih dalam hidup.
Selain penemuan diri, pertanyaan dari mana kita berasal dan mau ke mana kita melangkah juga bisa menjadi bahan perenungan manusia pada saat Hari Raya Nyepi. Menurutnya seluruh pertanyaan terkait diri tersebut dapat dicari jawabannya dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian. "Dalam Nyepi ini sudah diajarkan, yaitu Catur Brata Penyepian. Dengan Catur Brata Penyepian kita perlahan-lahan mengenal diri kita," ucapnya.
Dia menegaskan, rutinitas sehari-hari mengakibatkan manusia lupa akan makna dirinya sendiri. Beristirahat sejenak, dengan disiplin menjalankan Catur Brata Penyepian, yakni tidak menyalakan api (amati geni), tidak bekerja (amati karya), tidak bepergian (amati lelungan), dan tidak bersenang-senang (amati lelanguan) memberikan kesempatan diri melihat ke dalam diri sendiri dibanding melihat ke luar diri seperti yang sehari-hari dilakukan.
Dikatakannya, Catur Brata Panyepian harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar tujuan hidup sejalan dengan tujuan agama Hindu. "Dari sana kita menemukan kebijaksanaan. Bagi kita, puncak Nyepi ini adalah menjadi orang yang bijaksana," tandas Adi Surya. *cr78
1
Komentar