117 Bal Pakaian Impor Bekas Ilegal Disita
Kapolda: Merugikan Negara dan Rusak Industri Tekstil Lokal
Akibat perbuatan kedua tersangka merugikan negara Rp 1,1 miliar lebih, selain itu membuat persaingan di pasar tidak sehat dan produk lokal kalah saing.
DENPASAR, NusaBali
Aparat Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Bali menyita 117 bal pakaian bekas impor ilegal dari dua gudang di Kampung Kodok, Desa Dauh Peken, Kecamatan/Kabupaten Tabanan, Kamis (16/3) pukul 21.30 Wita. Selain ratusan bal pakaian bekas itu polisi juga mengamankan dua orang tersangka, masing-masing berinisial J dan B. Tersangka J merupakan pengepul, sementara tersangka B sebagai pembeli.
Pada gudang pertama ditemukan 43 bal. Pada gudang kedua ditemukan 64 bal. Sementara 10 bal lainnya diamankan dari tangan tersangka J yang dalam hal ini sebagai pembeli. Kedua tersangka ini merupakan muara terakhir dari jaringan peredaran gelap barang ilegal ini sebelum tiba ke pedagang eceran di pasar-pasar.
Kapolda Bali, Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra saat gelar jumpa pers di lobi Dit Reskrimsus Polda Bali, Jalan WR Supratman Nomor 7 Denpasar, Senin (20/3) mengatakan pengungkapan kasus ini berawal informasi dari masyarakat. Menindaklanjuti informasi tersebut, jajaran Dit Reskrimsus Polda Bali melakukan penyelidikan, hingga akhirnya dilakukan penangkapan terhadap kedua tersangka.
Setelah ditelusuri, pakaian bekas tersebut diimpor dari Malaysia secara ilegal. Barang tersebut dikirim dari Malaysia menggunakan kapal laut melalui pelabuhan tikus di Tanjung Balai Asahan, Medan, Sumatera Utara dan Kuala Tungkal, Jambi. Setelah itu barang bergeser ke Pasar Gede Bage, di Bandung, Jawa Barat. Dari Jawa Barat, barang ilegal ini bergeser ke pengepulnya di Tabanan, Bali. Dari Tabanan beredar ke pedagang eceran di pasar tradisional.
Akibat perbuatan kedua tersangka ini merugikan negara sebesar Rp 1,1 miliar lebih. Selain itu membuat persaingan di pasar menjadi tidak sehat dan membuat produk lokal kalah saing, sebab barang bekas ilegal ini dijual sangat murah. Tiga lembar baju bisa dijual seharga Rp 100.000. Ini menjadi daya tarik tersendiri, tetapi efeknya adalah industri UMKM di Bali yang jual pakaian akan kalah bersaing.
"Total kerugian negara dari tindak pidana ini kurang lebih Rp 1,1 miliar. Coba dibayangkan, dari 117 bal ini kerugian negara sudah lebih dari Rp 1 miliar. Bapak presiden menginstruksikan untuk melakukan penindakan. Selain itu bapak Kapolri juga meminta agar seluruh jajaran melaksanakan kegiatan penindakan terhadap penyelundupan barang bekas ini," ungkap Irjen Putu Jayan.
Kapolda menjelaskan, satu bal pakaian bekas ini seharga Rp 2 juta. Hal itu sesuai dengan hasil penjualan 10 bal pakaian ilegal tersebut seharga Rp 20 juta. Bisnis ilegal ini dilakukan oleh kedua tersangka sudah berjalan dua tahun. Dalam setahun keduanya bisa menerima barang impor ilegal itu berkali-kali. "Kedua tersangka diproses dengan Pasal 62 ayat 1 dan Pasal 8 ayat 2 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Pasal 55 dan atau Pasal 53 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Saya berharap dengan penerapan pasal ini ada efek jera dan bisa menekan peredaran gelap barang ilegal," pungkasnya.
Sementara Kepala Kantor Wilayah Dirjen Bea Cukai Bali Nusra, Susila Brata mengatakan terkait maraknya peredaran gelap barang impor ilegal ini terus melakukan pemantauan. Selain itu berkoordinasi dengan Bea Cukai di daerah lainnya. Susila Brata mengaku melakukan pengawasan ketat pada pintu masuk Bali dari luar negeri hanya melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Sementara pelabuhan laut tidak ada kegiatan yang langsung dari luar negeri.
"Selama ini kita terus pantau lewat Bandara Ngurah Rai tidak ada temuan. Di Bali ada kapal-kapal kecil yang masuk ke pelabuhan tikus. Sampai saat ini tidak ada temuan," ungkap Susila Brata.Untuk menekan hal ini, Bea Cukai bekerja sama dengan TNI dan Polri melakukan patroli laut di pesisir timur Sumatera. "Perbatasan Sumatera itu sangat terbuka dengan luar negeri. Namun demikian kita berharap melalui instruksi presiden, semua elemen perang terhadap importasi pakaian bekas ini. Selain mengganggu perdagangan dalam negeri juga dikhawatirkan membawa penyakit," tuturnya.
Sementara Kepala Dinas Perindustrian da Perdagangan Bali, Wayan Jarta mengaku resah dengan peredaran gelap barang impor ilegal ini. Dikatakannya, peredaran barang bekas ini sangat mempengaruhi upaya mengembangkan industri sandang lokal di Bali. Barang impor ini dijual dengan harga yang sangat murah. Ini menjadi persaingan yang tak sehat dengan industri pangan di Bali.
"Selain itu kita tidak tahu, barang bekas ini apa isinya. Jangan sampai ada penyakit. Ini sangat merugikan konsumen kita. Barang ilegal ini menjadi kompetitor yang meresahkan UMKM di Bali. Persaingannya luar biasa. Kami lihat di beberapa tempat beredar begitu marak pakaian bekas. Paling tidak 30 sampai 40 persen peluang pasar produk lokal diambil produk impor," tuturnya. *pol
Aparat Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Bali menyita 117 bal pakaian bekas impor ilegal dari dua gudang di Kampung Kodok, Desa Dauh Peken, Kecamatan/Kabupaten Tabanan, Kamis (16/3) pukul 21.30 Wita. Selain ratusan bal pakaian bekas itu polisi juga mengamankan dua orang tersangka, masing-masing berinisial J dan B. Tersangka J merupakan pengepul, sementara tersangka B sebagai pembeli.
Pada gudang pertama ditemukan 43 bal. Pada gudang kedua ditemukan 64 bal. Sementara 10 bal lainnya diamankan dari tangan tersangka J yang dalam hal ini sebagai pembeli. Kedua tersangka ini merupakan muara terakhir dari jaringan peredaran gelap barang ilegal ini sebelum tiba ke pedagang eceran di pasar-pasar.
Kapolda Bali, Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra saat gelar jumpa pers di lobi Dit Reskrimsus Polda Bali, Jalan WR Supratman Nomor 7 Denpasar, Senin (20/3) mengatakan pengungkapan kasus ini berawal informasi dari masyarakat. Menindaklanjuti informasi tersebut, jajaran Dit Reskrimsus Polda Bali melakukan penyelidikan, hingga akhirnya dilakukan penangkapan terhadap kedua tersangka.
Setelah ditelusuri, pakaian bekas tersebut diimpor dari Malaysia secara ilegal. Barang tersebut dikirim dari Malaysia menggunakan kapal laut melalui pelabuhan tikus di Tanjung Balai Asahan, Medan, Sumatera Utara dan Kuala Tungkal, Jambi. Setelah itu barang bergeser ke Pasar Gede Bage, di Bandung, Jawa Barat. Dari Jawa Barat, barang ilegal ini bergeser ke pengepulnya di Tabanan, Bali. Dari Tabanan beredar ke pedagang eceran di pasar tradisional.
Akibat perbuatan kedua tersangka ini merugikan negara sebesar Rp 1,1 miliar lebih. Selain itu membuat persaingan di pasar menjadi tidak sehat dan membuat produk lokal kalah saing, sebab barang bekas ilegal ini dijual sangat murah. Tiga lembar baju bisa dijual seharga Rp 100.000. Ini menjadi daya tarik tersendiri, tetapi efeknya adalah industri UMKM di Bali yang jual pakaian akan kalah bersaing.
"Total kerugian negara dari tindak pidana ini kurang lebih Rp 1,1 miliar. Coba dibayangkan, dari 117 bal ini kerugian negara sudah lebih dari Rp 1 miliar. Bapak presiden menginstruksikan untuk melakukan penindakan. Selain itu bapak Kapolri juga meminta agar seluruh jajaran melaksanakan kegiatan penindakan terhadap penyelundupan barang bekas ini," ungkap Irjen Putu Jayan.
Kapolda menjelaskan, satu bal pakaian bekas ini seharga Rp 2 juta. Hal itu sesuai dengan hasil penjualan 10 bal pakaian ilegal tersebut seharga Rp 20 juta. Bisnis ilegal ini dilakukan oleh kedua tersangka sudah berjalan dua tahun. Dalam setahun keduanya bisa menerima barang impor ilegal itu berkali-kali. "Kedua tersangka diproses dengan Pasal 62 ayat 1 dan Pasal 8 ayat 2 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Pasal 55 dan atau Pasal 53 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Saya berharap dengan penerapan pasal ini ada efek jera dan bisa menekan peredaran gelap barang ilegal," pungkasnya.
Sementara Kepala Kantor Wilayah Dirjen Bea Cukai Bali Nusra, Susila Brata mengatakan terkait maraknya peredaran gelap barang impor ilegal ini terus melakukan pemantauan. Selain itu berkoordinasi dengan Bea Cukai di daerah lainnya. Susila Brata mengaku melakukan pengawasan ketat pada pintu masuk Bali dari luar negeri hanya melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Sementara pelabuhan laut tidak ada kegiatan yang langsung dari luar negeri.
"Selama ini kita terus pantau lewat Bandara Ngurah Rai tidak ada temuan. Di Bali ada kapal-kapal kecil yang masuk ke pelabuhan tikus. Sampai saat ini tidak ada temuan," ungkap Susila Brata.Untuk menekan hal ini, Bea Cukai bekerja sama dengan TNI dan Polri melakukan patroli laut di pesisir timur Sumatera. "Perbatasan Sumatera itu sangat terbuka dengan luar negeri. Namun demikian kita berharap melalui instruksi presiden, semua elemen perang terhadap importasi pakaian bekas ini. Selain mengganggu perdagangan dalam negeri juga dikhawatirkan membawa penyakit," tuturnya.
Sementara Kepala Dinas Perindustrian da Perdagangan Bali, Wayan Jarta mengaku resah dengan peredaran gelap barang impor ilegal ini. Dikatakannya, peredaran barang bekas ini sangat mempengaruhi upaya mengembangkan industri sandang lokal di Bali. Barang impor ini dijual dengan harga yang sangat murah. Ini menjadi persaingan yang tak sehat dengan industri pangan di Bali.
"Selain itu kita tidak tahu, barang bekas ini apa isinya. Jangan sampai ada penyakit. Ini sangat merugikan konsumen kita. Barang ilegal ini menjadi kompetitor yang meresahkan UMKM di Bali. Persaingannya luar biasa. Kami lihat di beberapa tempat beredar begitu marak pakaian bekas. Paling tidak 30 sampai 40 persen peluang pasar produk lokal diambil produk impor," tuturnya. *pol
Komentar