Pembahasan RUU Provinsi Bali Deadlock
Desa Adat Tak Masuk DIM, Wakil Rakyat Bali Pun Ngotot
JAKARTA, NusaBali
Rapat Panitia Kerja (Panja) delapan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku, Kalimantan Tengah dan Bali dengan Pejabat eselon I pemerintah (Kemendagri, Kemenkeu, Kemenkumham dan Bappenas) yang juga dihadiri DPD RI mengalami deadlock saat membahas RUU Provinsi Bali, Senin (20/3) di Ruang Komisi II DPR RI, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Hal ini terjadi, lantaran Desa Adat tidak masuk dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang disampaikan pemerintah. Wakil rakyat Bali pun ngotot agar Desa Adat tetap masuk dalam RUU Provinsi Bali.
"Kami tetap berjuang dan bertekad agar Desa Adat tetap masuk dalam RUU Provinsi Bali," ujar Anggota Komisi II DPR RI AA Bagus Adhi Mahendra Putra atau biasa disapa Gus Adhi kepada NusaBali di sela Rapat Panja dengan Timus (Tim Perumus) dan Timsin (Tim Sinkronisasi) terkait 8 RUU Provinsi di Komisi II DPR RI, Selasa (21/3).
Gus Adhi mengatakan, saat Rapat Kerja (Raker) pada 13 Februari 2023 lalu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan pimpinan Komisi II DPR RI berpandangan sudah saatnya Provinsi Bali diberikan hal-hal khusus di dalam UU. Sebab, Bali memiliki keberagaman adat istiadat dan budaya yang merupakan aspek pendukung dari pariwisata sehingga Desa Adat perlu dimasukkan ke dalam RUU.
Namun hal itu tidak sejalan dengan DIM yang disampaikan oleh Sekjen Kemendagri saat rapat. Di mana Desa Adat tidak dimasukkan di dalam RUU Provinsi Bali, karena mereka menilai Desa Adat sudah diatur dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Gus Adhi keberatan atas pendapat tersebut. Lantaran itu merupakan konsideran yang nantinya menentukan pasal-pasal lain.
"Jadi, saya tetap bertahan agar Desa Adat tetap masuk RUU," tegas Gus Adhi anggota Fraksi Golkar ini. Secara historis dari zaman kolonial, keberadaan Desa Dinas dan Desa Adat saling melengkapi satu sama lain karena mereka punya tugas dan fungsi berbeda. Dari sisi kewilayahan, Desa Adat di Bali bisa mencakup dua kabupaten/kota. Lalu bisa lintas desa/kelurahan dan lintas kecamatan. "Karena lintas wilayah inilah, perlu kita tarik Desa Adat ini ke atas, yaitu diatur dalam UU Provinsi Bali. Di situlah terjadi deadlock," terang Gus Adhi. Oleh karena itu, rapat yang berlangsung, Senin (20/3) lalu pada pukul 17.00 WIB itu ditutup. Selanjutnya dibentuk tim kecil untuk melakukan harmonisasi antara tim penyusun DPR RI dan tim penyusun eksekutif.
Gus Adhi hadir di dalamnya untuk memberikan pandangan-pandangan terhadap keberadaan RUU Provinsi Bali. Menurut Gus Adhi mengenai Desa Adat di UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, tidak sesuai dengan Desa Adat di Bali. Perbedaannya, Desa Adat di Bali tidak mengatur administratif. Dia khusus mengatur tentang budaya. Untuk itu, RUU Provinsi Bali dapat memperkuat dan melengkapi keberadaan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.
"Setelah ada titik temu dengan pemerintah, sementara waktu mengenai Desa Adat masuk. Kami bawa untuk dibahas ke rapat selanjutnya," ucap Gus Adhi. Selain Desa Adat, Gus Adhi juga memperjuangkan agar karakteristik kehidupan masyarakat Bali, yaitu Tri Hita Karana dan Sad Kerti masuk pula.
Begitu pula dengan sumber pendanaan provinsi yang berasal dari retribusi, kontribusi pariwisata, pemajuan atau pelestarian kebudayaan, bantuan desa adat serta pengkordinasian dana CSR masuk ke RUU Provinsi Bali. Pasalnya, Desa Adat, karakteristik kehidupan masyarakat Bali dan sumber pendanaan provinsi merupakan roh dari UU Provinsi Bali. Plus menjadi motor penggerak dalam mengembangkan dan melestarikan budaya Bali. "Budaya Bali lestari dan berkembang, maka kebangkitan dari pariwisata. Kebangkitan pariwisata merupakan kemajuan bagi Republik Indonesia," terang pria yang dua periode menjadi Anggota DPR RI ini (2014-2019 dan 2019-2024) ini. Agar ketiga hal itu masuk ke RUU Provinsi Bali, Gus Adhi akan melakukan berbagai upaya.
"Kita akan memberikan argumentasi yang mendasar tentang kebutuhan masyarakat Provinsi Bali. Kita ingin mengajak pemerintah pusat melihat secara detail, bagaimana karakteristik dan kebutuhan masyarakat Bali di dalam menjadikan Indonesia lebih kuat melalui pembangunan di Provinsi Bali," papar Gus Adhi.
Selain Gus Adhi, Anggota DPR RI dari Dapil Bali lainnya di Komisi II DPR RI yang di-BKO kembali sejak, Senin lalu, yakni IGN Alit Kesuma Kelakan, Nyoman Parta dan I Ketut Kariyasa Adnyana. Kariyasa berharap, masukan dari wakil rakyat Bali dapat diakomodir. Terutama mengenai penguatan adat istiadat Bali, karakteristik masyarakat Bali yang menjadi ciri khas dalam pola pembangunan berencana dan juga pendanaan provinsi. "Itu masih menjadi perdebatan dan ini belum selesai. Nanti akan diselesaikan di Panja agar menjadi pembicaraan tingkat satu," kata Kariyasa. Yang terpenting, lanjut Kariyasa adalah memberi pemahaman mengenai UU Provinsi Bali sangat strategis.
"Lantaran UU itu, nantinya mengatur berbagai hal di Bali baik masalah ketimpangan dan pemberian kontribusi terhadap masyarakat adat Bali yang begitu kuat adat istiadatnya sehingga berefek kepada pariwisata," terang Kariyasa. Kariyasa pun berupaya agar RUU Provinsi Bali segera disahkan menjadi UU dengan melakukan komunikasi, lobi dan memberikan argumen-argumen tepat.
"UU ini tidak sama dengan otsus (otonomi khusus). UU ini, nantinya memberikan keleluasaan atau peluang kepada daerah dalam menghadapi masalah selama ini, seperti ketimpangan pembangunan dan menyangkut kewenangan yang tidak tercantum dalam perundangan sebelumnya," kata Kariyasa. Sedangkan Nyoman Parta berharap, apa yang diperjuangkan oleh wakil rakyat Bali mengenai kebutuhan masyarakat Bali bisa terakomodir dalam UU Provinsi Bali. Nyoman Parta mengingatkan sudah dua kali Mendagri mengatakan hal sama terkait Bali. Pertama, ketika Mendagri menerima Gubernur Bali Wayan Koster dan rombongan yang berisikan tokoh-tokoh dan anggota dewan dari Bali pada 2019 lalu di Kemendagri. Kala itu, Mendagri menyatakan, sudah saatnya negara berterima kasih kepada Bali.
Lantaran saking besarnya kontribusi Bali terhadap Republik Indonesia. Pernyataan kedua Mendagri saat pembukaan PKB (Pesta Kesenian Bali) pada Juni 2022 lalu. Di sana, Mendagri mengatakan, agar Bali diberikan hal-hal khusus untuk menjaga kekhasan kebudayaanya. "Dari dua hal itu, saya harap bukan sekadar menghibur. Melainkan memang secara nyata memberikan kontribusi dalam bentuk merawat Bali, yaitu memberikan bantuan pendanaan untuk merawat kebudayaan Bali, merawat desa adat di Bali dan juga memberi ruang untuk menambah pendapatan Bali dari kontribusi maupun retribusi wisatawan," papar Parta. *k22
Komentar