Percepatan Pertanian Organik, Distanpangan Bali Sosialisasikan Elisitor Biosaka
DENPASAR, NusaBali
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Distanpangan) Provinsi Bali akan mensosialisasikan penggunaan elisitor Biosaka guna mendukung percepatan pertanian organik di Pulau Dewata.
Kadistanpangan Bali I Wayan Sunada mengatakan pihaknya telah membentuk tim khusus guna mensosialisasikan penggunaan Biosaka kepada seluruh petani di Bali.
“Supaya secepat mungkin petani kita ngeh dengan adanya Biosaka ini,” ujar Sunada kepada NusaBali, Minggu (26/3).
Untuk diketahui elisitor adalah molekul signal yang memacu terbentuknya metabolit sekunder sebagai pertahanan tumbuhan terhadap ancaman luar termasuk hama.
Elisitor Biosaka merupakan elisitor yang dibuat dari ekstrak daun-daunan dan rumput yang mengandung senyawa tertentu. Elisitor alami ini kemudian disemprotkan pada tanaman pangan dengan harapan memicu tanaman pangan tersebut menghasilkan metabolit sekunder.
Sunada mengungkapkan, Distanpangan Bali sebelumnya juga telah mengirim enam orang staf guna belajar langsung kepada petani yang pertama kali mengembangkan Biosaka di Blitar, Jawa Timur.
Elisitor Biosaka dikembangkan sejak tahun 2006 oleh petani Blitar bernama Muhammad Anshar. Biosaka terdiri dari suku kata bio dan saka. Bio singkatan dari biologi, dan saka singkatan dari soko alam, yang bermakna kembali ke alam atau dari alam kembali ke alam. Penggunaan Biosaka ini disebut mampu melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit dan mampu menekan penggunaan pupuk hingga 50-90 persen.
Sunada menjelaskan, elisitor Biosaka dibuat dari bahan rerumputan dan daun tanaman berpohon yang sedang dalam pertumbuhan optimal dengan ciri-ciri yaitu daun dalam keadaan sehat, tidak terserang hama, jamur, virus dengan warna hijau segar, tidak terlalu tua atau muda.
Rumput atau daun diremas pelan memutar dan diselingi dengan adukan sampai menghasilkan ekstrak. Cara pengaplikasiannya juga mudah dengan penggunaan dosis yang sangat sedikit, cukup 40 mililiter dicampur 15 liter air untuk satu kali penyemprotan untuk luasan 1.000 meter persegi, atau 400 mililiter untuk 1 hektare tanaman padi.
“Kalau di Bali sudah dari tahun 2015 diperkenalkan tetapi tidak ada yang gubris saat itu. Baru tahun 2023 ini viral,” kata birokrat asal Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan.
Sunada mengatakan, kendati Biosaka dapat diaplikasikan ke seluruh tanaman, pihaknya di awal akan fokus mengaplikasikan elisitor Biosaka ini pada tanaman padi. Untuk diketahui, luas lahan sawah di Bali saat ini ada sekitar 70.000 hektare.
Dalam mensosialisasikan penggunaan Biosaka ini Distanpangan Bali akan mendemokan cara pembuatannya kepada para petani di sembilan kabupaten/kota. Mulai pekan ini hingga akhir Maret akan dilakukan terlebih dahulu sosialisasi di enam tempat di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Badung dan Jembrana.
Sunada menjelaskan, sebelumnya sebanyak 300 staf Distanpangan Bali juga telah melakukan demo pembuatan Biosaka dalam rangka mencetak rekor Muri pembuatan Biosaka terbanyak dan serentak di seluruh Indonesia.
“Nanti masing-masing kabupaten mau turun ini kita sudah bentuk tim. Bila perlu semua petani Bali memakai Biosaka,” tandas Sunada.
Pengembangan sistem pertanian organik menjadi salah satu program yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik. Sistem organik dilaksanakan agar pertanian di Pulau Dewata menjadi berkelanjutan.
Untuk diketahui, luas lahan sawah di Bali saat ini sekitar 70.000 hektare. Sementara lahan kering berupa tegalan/perkebunan mencapai sekitar 200.000 hektare yang ditanami hortikultura dan buah-buahan. Distanpangan Bali menargetkan program pertanian organik bisa diterapkan secara keseluruhan di Bali paling lambat pada 2024.
Sunada mengklaim lahan sawah di Bali yang sudah menerapkan pertanian organik, hingga tahun 2022 sudah sekitar 35.000 hektare. Tidak hanya lahan sawah, praktik organik juga sudah dilakukan di 150.000 hektare lahan kebun di Bali. *cr78
Komentar