Hibah Eks KRI Ki Hajar Dewantara Masih Dirembuk
Proyeksi Wisata Bawah Laut di Desa Pacung, Tejakula
SINGARAJA, NusaBali
Rencana penenggelaman eks kapal perang TNI Angkatan Laut KRI Ki Hajar Dewantara di perairan Buleleng masih mengambang.
Proses pelepasan berupa hibah oleh TNI AL kepada Pemkab Buleleng memerlukan tahapan yang panjang. Kendala lain juga karena kondisi fisik kapal yang sudah mengalami kerusakan, membutuhkan biaya pemeliharaan yang besar.
Kondisi tersebut dipaparkan saat rapat virtual Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dengan Pemkab Buleleng, Pemprov Bali dan juga Bali Tourism Board (BTB), terkait rencana pemindahtanganan Barang Milik Negara (BMN), Senin (27/3) siang, di ruang rapat Kantor Bupati Buleleng.
Sekretaris Daerah (Sekda) Buleleng Gede Suyasa menjelaskan proses permohonan hibah eks KRI Ki Hajar Dewantara saat ini sedang diajukan Kemenhan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mendapatkan persetujuan. Selanjutnya dari Kemenkeu akan mengajukan lagi ke Presiden untuk persetujuan hibah. Lalu akan dibahas di DPR RI yang juga memohon persetujuan. Setelah seluruhnya setuju akan dikembalikan ke Kemenkeu untuk dilakukan pelepasan aset.
“Prosesnya masih panjang. Tidak bisa dilihat perlu berapa tahun, karena prosesnya di pusat kita tidak tahu. Sehingga nanti kami akan bahas lagi dengan pak PJ (Penjabat) Bupati, Provinsi dan juga BTB. Apakah permohonan berjalan terus atau tidak melakukan permohonan lagi,” ucap Suyasa.
Selain kendala proses hibah, kendala lain juga muncul dalam rapat kemarin yakni kondisi fisik kapal kini berstatus reklasifikasi aset karena sudah tidak bisa dimanfaatkan. Status tersebut membuat TNI AL tidak bisa memberikan biaya perawatan, pada kapal tua yang kondisi fisiknya di bawah 50 persen. Kondisi ini pun disebut akan bertambah parah jika menunggu waktu lama.
Di sisi lain, penerima hibah yakni Pemkab Buleleng juga belum bisa menyiapkan anggaran pemeliharaan, karena masih menunggu proses serah terima hibah aset secara administrasi dan fisik.
“Menurut kami harus ada rapat kembali, harus ada peninjauan kapal bagaimana posisi fisik, kerusakannya seperti apa, biaya pemeliharaan berapa, siapa yang membiayai. Karena ketika hibah klir, juga harus dipikirkan penderekan kapal dari Surabaya ke titik penenggelaman yang ditanggung penerima hibah. Lalu tidak persoalan biaya saja, tetapi teknisnya juga harus diperhitungkan karena kapal tua,” imbuh Suyasa.
Meskipun di satu sisi BTB sebagai bagian tripartit yang masih berkomitmen untuk berinvestasi dalam rencana pembukaan destinasi wisata di Bali Utara, Pemkab memandang perlu ada rapat koordinasi yang lebih mendetail. Kajian Pemerintah Provinsi terkait titik penenggelaman pun sudah diputuskan di laut Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Buleleng. *k23
Komentar