SPI Sesalkan Rencana Pemerintah Impor Beras
JAKARTA, NusaBali
Serikat Petani Indonesia (SPI) menyebut rencana pemerintah mengimpor 2 juta ton beras pada tahun ini merupakan langkah yang belum tepat.
Pasalnya saat ini beberapa wilayah Indonesia tengah panen raya. Ketua Umum SPI Henry Saragih mengatakan meskipun beras impor ditujukan sebagai Cadangan Beras Pemerintah (CBP) serta untuk program bansos, tetapi pengumuman impor beras dalam waktu dekat dinilai bisa berpengaruh secara psikologis maupun langsung terhadap harga di tingkat petani.
Henry pun mempertanyakan apakah benar produksi dalam negeri yang tidak cukup memenuhi kebutuhan nasional, atau masalahnya justru terletak pada ketersediaan anggaran sampai mekanisme penyerapan gabah atau beras di tingkat petani.
"Jika memang terjadi penurunan produksi akibat bencana banjir maupun hama dan sebagainya, ini harus jelas. Artinya terjadi ketidaksesuaian antara prognosis pemerintah (dalam hal ini BPS) dengan fakta di lapangan," kata Henry dalam keterangan resmi, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (28/3).
SPI menilai impor beras merupakan akibat dari lambatnya pemerintah mengambil kebijakan, di mana Bulog tidak menguasai CBP dari tahun lalu dan masalah tersebut berlanjut hingga tahun ini. Maka dari itu, SPI meminta pemerintah memperbaiki peran, fungsi, dan cara kerja Bulog dalam menjalankan tugasnya sebelum memutuskan impor beras.
Begitu juga dengan CBP dinilai harus dibuat aturannya, misalnya 10 persen dari kebutuhan beras nasional. Henry mengatakan masalah CBP harusnya bisa diantisipasi jauh-jauh hari.
"Kami melihat ini berkaitan dengan lambatnya pemerintah merevisi harga HPP (harga pokok penjualan) di tingkat petani, sehingga penyerapan beras tidak maksimal. Padahal kalau hal ini dilakukan secara terukur dan jauh-jauh hari, tentu petani akan mempertimbangkan untuk menjual gabahnya kepada Bulog," kata Henry.
Menurut Henry, pemerintah masih belum maksimal dalam mengeluarkan kebijakan soal beras yang berpihak pada nasib petani dan orang-orang yang bekerja di pedesaan.
Hal ini bisa dilihat dari belum maksimalnya pemerintah menjalankan reforma agraria yakni meredistribusikan tanah kepada petani, harga pupuk maupun sarana produksi lain yang belum stabil, serta tidak adanya perlindungan dan jaminan harga yang layak terhadap produksi petani.
"Pemerintah terkesan mengambil jalan pintas dengan terus mengandalkan impor pangan untuk mengatasi permasalahan pangan di Indonesia. Hal ini pada prinsipnya semakin menjauhkan pemerintah pada prinsip kedaulatan pangan," kata Henry.
Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menugaskan Bulog mengimpor 2 juta ton beras pada tahun ini. Arahan tersebut merupakan hasil dari rapat internal bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (24/3) yang tertuang dalam salinan surat.
Dalam surat itu, Bulog diperintah untuk mengimpor 2 juta ton beras pada tahun ini di mana 500 ribu ton harus segera didatangkan secepatnya.
"Kami menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) dari luar negeri sebesar 2 juta ton sampai dengan akhir Desember 2023. Pengadaan 500 ribu ton pertama agar dilaksanakan secepatnya," tulis salinan surat tersebut tertanda Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi.
Salinan surat itu juga menyebutkan tambahan pasokan beras dapat digunakan untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Beras (SPHP), bantuan beras kepada sekitar 21,353 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan kebutuhan lainnya. *
Komentar