Patung Tokoh Pariwisata Tjokorda Gde Agung Sukawati
Pematung Bangga, Yakini Energi Niskala
GIANYAR, NusaBali - Jejak kesenimanan I Gede Sarantika,39, makin diperhitungkan publik seni Bali bahkan nasional. Pematung asal Banjar Batanancak, Desa Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar ini, berhasil membuat patung almarhum Tjokorda Gde Agung Sukawati.
Patung telah dipasang di Pasar Ubud, Gianyar, Kamis (29/3) pagi. Pemasangan oleh Pemkab serangkaian mengenang dan menghormati perjuangan almarhum sebagai perintis dan pengembang pariwisata Bali khususnya di Ubud tahun 1930an.
Sarantika langsung memandu pemasangan patung di titik nol destinasi wisata ternama di dunia tersebut. Wajahnya menyiratkan rasa bangga yang tak tersembunyikan.
"Saat mulai diminta untuk membuat patung ini, sejak itu saya ada rasa bangga. Karena patung yang akan saya buat, patung salah seorang tokoh pariwisata yang dikagumi masyarakat, khususnya di Ubud," jelas pematung muda asal Banjar Batan Ancak, Desa Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar, di sela-sela pemasangan patung, Kamis (29/3).
Sarantika mengakui kebanggaannya pada sosok almarhum Tjokorda Gde Agung Sukawati. Sebelum merancang patung, dia telah membaca sejumlah referensi tentang ketokohan almarhum. Dari pelbagai catatan sejarah dan pitutur pitutur yang disimak, Sarantika bangga pada era zaman sulit, 1930an, Indonesia belum merdeka, ternyata di Ubud ada sosok brilian. "Beliau beride cemerlang untuk menggagas pariwisata di Ubud hingga dikagumi dunia sekarang. Bayangkan, di zaman itu beliau sudah menerima tamu (turis) hingga kebiasaan itu kita warisi jadi pariwisata Bali kini dan ke depan," ujar sarjana Seni Rupa, Undiksha, Singaraja ini.
Foto: I Gede Sarantika
Nama besar almarhum itu memantik daya kreasi Sarantika yang tentunya tak bisa sekadar hasrat estetik. Dia kian tertantang untuk menyuguhkan karya paripurna. Selain menangkap kisah, dia juga harus meriset tentang sang tokoh. Pelbagai catatan dibongkar dan sejumlah media foto dicermati. Syukurnya, ada banyak angle foto figur Tjokorda Gde Agung Sukawati didapat, baik dari belakang, samping, dan depan. Faktor niskala tak luput jadi perhatiannya. Atas kesadaran diri dan petunjuk salah seorang tokoh Puri Agung Ubud, Tjokorda Gde Raka Sukawati, Sarantika matur piuning dan mohon panugrahan kepada Ida Bhatara yang berstana di Pura Gunung Lebah, Ubud. Dia juga setiap hari selama proses mematung, nunas ica dengan ngaturang banten di studionya, Banjar Batan Ancak, Desa Mas, Ubud.
"Tantangannya adalah mematung figur tokoh puri hanya dengan menangkap visual gambar satu dimensi ke media tiga dimensi," ujarnya.
Sebagai pematung, dia bersyukur karena terbiasa menguasai anatomi plastis. Karenanya, penggarapan anatomi figur bukanlah hal sulit. Dia banyak dibimbing oleh Panglingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati, dan adiknya, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace serta Tjokorda Gde Raka Sukawati.
"Sebelum patung ini dicetak dengan pemodelannya, saya sempat merinding. Ada energi lain yang sempat saya tangkap," kata Sarantika.
Secara teknis, pematungan diawali pembuatan miniatur, lanjut pembahasan model, dan terakhir pencetakan di Jawa Tengah. Menurutnya, proses modeling paling menantang karena sangat membutuhkan kecermatan objek. Di antaranya, dengan kesepakatan antara seniman dan keluarga dari pihak figur yang dipatungkan. "Syukurnya, buat wajah bisa sekali jadi. Karena dokumen tentang figur ini ada banyak. Foto dari banyak angle berbeda kami dapatkan," ujarnya.
Selama menggarap, dia dibantu empat pematung lain.Patung tersebut tinggi 3,20 meter, dari kaki sampai destar (ikat kepala). Bahan perunggu 700 kg dengan proses pembuatan sekitar sebulan. Patung dibuat dengan teknik cetak di Jawa Tengah. 7lsa
1
Komentar