Aprindo Ancam Setop Jual Minyak Goreng
Gegara utang Pemerintah sebesar Rp 344 miliar belum dibayar
JAKARTA, NusaBali
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menanggapi ancaman Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) untuk berhenti menjual minyak goreng (migor) karena pemerintah tak segera membayar utang Rp344 miliar kepada mereka.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim berharap pengusaha ritel tak melaksanakan ancaman itu. Pasalnya, kalau pengusaha ritel sampai berhenti menjual minyak goreng, dikhawatirkan akan memicu masalah baru.
"Nanti kami akan koordinasi lagi dengan Pak Roy (Roy Mandey, Ketua Aprindo). Siang ini akan saya telpon, koordinasikan lah, intinya jangan sampai setop jualan seperti itu, kan ini akan menimbulkan masalah baru," katanya di Kantor Kementerian Perdagangan, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Jumat (14/4).
Apindo mengancam akan setop menjual minyak goreng di seluruh ritel anggotanya jika pemerintah tak segera membayar utang sebesar Rp344 miliar yang harusnya dibayarkan oleh Kemendag melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Roy mengatakan utang tersebut berasal dari selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 lalu yang belum dibayar hingga saat ini.
Menurutnya, pemerintah harusnya membayar utang selisih harga itu 17 hari setelah program berlangsung. Namun, setahun berlalu, utang itu belum juga dibayarkan.
"Kami bukan mau mengancam, tapi ini cara kami agar didengar. Soal kapannya (setop jual), kami masih koordinasi dulu dengan anggota asosiasi, bila sama sekali tak ada perhatian dari pemerintah kami akan lakukan itu," ujar Roy dalam acara Buka Puasa Bersama, Kamis (13/4).
Roy menjelaskan program minyak satu harga yang diluncurkan pemerintah pada awal 2022 tersebut bukan kemauan Aprindo. Namun, keharusan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 tahun 2022.
Aturan itu mengharuskan pengusaha menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp14.000 per liter. Hal tersebut imbas harga minyak goreng yang liar di pasar pada awal tahun lalu.
"Jadi rafaksi bukan kemauan ritel, karena ada regulasi Permendag itu. Itu ketentuan yang berlaku di Permendag 3 perihal minyak goreng satu harga. Semua dijual Rp14 ribu dari 19 Januari sampai 31 Januari," jelasnya.
Menanggapi keluhan Roy tersebut, Isy mengatakan pemerintah sebenarnya bukan tidak mau bayar utang. Pemerintah mau membayar utang.Tapi katanya, pemerintah harus berhati-hati dalam membayarkannya. Pasalnya, pembayaran dilakukan dengan menggunakan uang negara.
Isyi mengatakan saat ini Kemendag sedang meminta pendapat dari Kejaksaan Agung mengenai keputusan apakah utang tersebut akan dibayar atau tidak. Permintaan pendapat hukum dilakukan agar nantinya pembayaran tidak melanggar aturan.
"Ini sekarang masih proses, jadi kita tinggal menunggu nanti hasil dari pendapat hukum dari Kejaksaan Agung. Bukan masalah duitnya. Tapi karena prinsip kehati-hatian saja," katanya. *
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menanggapi ancaman Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) untuk berhenti menjual minyak goreng (migor) karena pemerintah tak segera membayar utang Rp344 miliar kepada mereka.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim berharap pengusaha ritel tak melaksanakan ancaman itu. Pasalnya, kalau pengusaha ritel sampai berhenti menjual minyak goreng, dikhawatirkan akan memicu masalah baru.
"Nanti kami akan koordinasi lagi dengan Pak Roy (Roy Mandey, Ketua Aprindo). Siang ini akan saya telpon, koordinasikan lah, intinya jangan sampai setop jualan seperti itu, kan ini akan menimbulkan masalah baru," katanya di Kantor Kementerian Perdagangan, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Jumat (14/4).
Apindo mengancam akan setop menjual minyak goreng di seluruh ritel anggotanya jika pemerintah tak segera membayar utang sebesar Rp344 miliar yang harusnya dibayarkan oleh Kemendag melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Roy mengatakan utang tersebut berasal dari selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 lalu yang belum dibayar hingga saat ini.
Menurutnya, pemerintah harusnya membayar utang selisih harga itu 17 hari setelah program berlangsung. Namun, setahun berlalu, utang itu belum juga dibayarkan.
"Kami bukan mau mengancam, tapi ini cara kami agar didengar. Soal kapannya (setop jual), kami masih koordinasi dulu dengan anggota asosiasi, bila sama sekali tak ada perhatian dari pemerintah kami akan lakukan itu," ujar Roy dalam acara Buka Puasa Bersama, Kamis (13/4).
Roy menjelaskan program minyak satu harga yang diluncurkan pemerintah pada awal 2022 tersebut bukan kemauan Aprindo. Namun, keharusan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 tahun 2022.
Aturan itu mengharuskan pengusaha menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp14.000 per liter. Hal tersebut imbas harga minyak goreng yang liar di pasar pada awal tahun lalu.
"Jadi rafaksi bukan kemauan ritel, karena ada regulasi Permendag itu. Itu ketentuan yang berlaku di Permendag 3 perihal minyak goreng satu harga. Semua dijual Rp14 ribu dari 19 Januari sampai 31 Januari," jelasnya.
Menanggapi keluhan Roy tersebut, Isy mengatakan pemerintah sebenarnya bukan tidak mau bayar utang. Pemerintah mau membayar utang.Tapi katanya, pemerintah harus berhati-hati dalam membayarkannya. Pasalnya, pembayaran dilakukan dengan menggunakan uang negara.
Isyi mengatakan saat ini Kemendag sedang meminta pendapat dari Kejaksaan Agung mengenai keputusan apakah utang tersebut akan dibayar atau tidak. Permintaan pendapat hukum dilakukan agar nantinya pembayaran tidak melanggar aturan.
"Ini sekarang masih proses, jadi kita tinggal menunggu nanti hasil dari pendapat hukum dari Kejaksaan Agung. Bukan masalah duitnya. Tapi karena prinsip kehati-hatian saja," katanya. *
Komentar