Memilih Pemimpin Bali yang Baik, Mungkinkah?
Teori Kekacauan (Chaos Theory) merupakan bidang studi matematika. Namun teori ini berlaku juga pada disiplin ilmu lainnya.
Prof Dewa Komang Tantra MSc PhD
Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya
Seperti misalnya, fisika, teknik perekayasaan, ekonomi, biologi atau filosofi. Teori ini mempelajari perilaku sistem dinamik yang kondisi awalnya sangat peka. Dengan kata lain, teori ini mempelajari sejenis efek kupu-kupu (butterfly effect). Perbedaan kecil saat awal akan berpengaruh cukup besar pada hasil akhir. Artinya, saat awal jangan meremehkan kesalahan kecil karena akan dapat memengaruhi hasil pada akhirnya.
Bali masa depan sangat bergantung dari pemimpinnya. Menurut teori ini, jangan sampai membuat kesalahan pilih pemimpin Bali masa depan. Apabila ada kesalahan sekecil apapun, maka Bali akan dilanda berbagai masalah. Untuk itu, krama Bali harus benar dan baik dalam melakukan pilihan. Mungkin kriteria pemimpin Bali masa depan ada enam kecerdasan yang harus dimiliki. Yaitu, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, ekologis, adversitas, dan spiritual. Ke-enam kecerdasan tersebut harus diramu menjadi pinaceae atau usadha untuk menyembuhkan berbagai penyakit kronis.
Kecerdasan intelektual mengacu pada kemampuan, keterampilan, dan sikap calon pemimpin. Pemimpin Bali masa depan harus berafiliasi pada ilmu pengetahuan, bukan soroh atau wangsa. Afiliasi kepada salah satu kelompok akan bermuara pada kecemburuan dari kelompok lain. Transparansi, objektivitas atau kredibilitas akhirnya akan tergadaikan. Ketidakpercayaan terhadap pemimpin akan berakibat melunturnya kepercayaan. Mungkin awalnya baik dan lembut, tetapi pada tengah dan akhir kepemimpinan ditemukan sakit dan lelembut. Itu contoh teori tersebut di atas.
Kecerdasan emosional lebih menukik pada roh sesuai dengan sequi naturam Bali. Roh Bali adalah Hindu, bukan eksklusif tetapi dinamis. Ekslusivitas cenderung membangun fanatisme sempit. Sedangkan, dinamisitas mengembangkan pemikiran positif, kreatif, dan produktif. Pelajaran masa lalu dan masa kini harus benar-benar disimak. Betapa bahayanya kalau pemimpin Bali hanya bernafas lewat satu lubang hidung. Apa jadinya, krama Bali yang dipimpin oleh seseorang yang hanya menggunakan satu nafas? Bali akan berjalan terengah-engah atau bahkan ambruk di tengah perjalanannya.
Kecerdasan ketiga yang perlu dimiliki pemimpin Bali adalah kecerdasan sosial. Pemimpin Bali harus mampu berinteraksi secara lokal, nasional, regional, dan bahkan internasional. Komunikasi bukan sebatas mengirimkan pesan dan menerima pesan. Tetapi, berkomunikasi harus dipandang sebagai pertukaran gagasan dan menjaga pertukaran gagasan tersebut berlanjut. Ada dua unsur penting, yaitu pertukaran yang lancar atau bebas hambatan dan pemertahanan pertukaran gagasan dengan makna. Pemimpin jangan hanya ingin didengarkan tetapi kurang mendengarkan aspirasi berbagai interlokutor. Atau, kekuasaan jangan sampai membutakan nurani Bali.
Kecerdasan adversitas mengamanatkan agar pemimpin Bali memiliki kemampuan mustahil. Yaitu, mereka harus mampu mengubah kelemahan menjadi kekuatan. Atau, kemampuan untuk mengubah kendala menjadi sebuah peluang. Pemimpin Bali seharusnya memiliki kemampuan sebagai pematung kreatif, yaitu: mengubah kayu tak berbentuk menjadi sebuah patung hidup. Atau, mereka harus menjadi undagi bangunan yang one building fits all situation, saat panas ia adem tetapi saat dingin ia menghangatkan. Atau, mereka harus memiliki etos kerja dengan prinsip tidak ada masalah tanpa solusi yang baik dan benar. Jangan mencari solusi yang justru akan memurukkan Bali di masa depan.
Kecerdasan ekologis sangat diperlukan juga untuk menjaga kosmologi Bali. Tata tentram kertha raharja adalah habitat sosial maupun fisik Bali yang harus dijaga selalu. Walau kependudukan Bali semakin kompleks, kedamaian harus terjamin dan terkontrol. Jangan mengotori Bali hanya karena kekuasaan yang dimiliki. Ekosistem yang serasi, selaras, dan seimbang harus selalu diupayakan oleh pemimpin Bali bersama-sama dengan krama Bali. Bali harus mandiri namun tidak sendiri.
Terakhir, kecerdasan spiritual berupa semangat untuk menjaga badaniah dan rohaniah Bali harus tetap berkibar. Semangat demikian tidak pernah meninggalkan siapapun di Bali, pemimpin maupun krama Bali itu sendiri. Adat istiadat yang baik dilanjutkan dan kebudayaan adiluhung harus dikembangkan agar tidak terlambat dari perkembangan jaman. Tata cara yang cenderung menimbulkan konflik sebaiknya dilem biru, lempar pilih yang baru. Itulah sekilas pemikiran tentang kriteria seorang pemimpin Bali sejati. Semoga. *
Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya
Seperti misalnya, fisika, teknik perekayasaan, ekonomi, biologi atau filosofi. Teori ini mempelajari perilaku sistem dinamik yang kondisi awalnya sangat peka. Dengan kata lain, teori ini mempelajari sejenis efek kupu-kupu (butterfly effect). Perbedaan kecil saat awal akan berpengaruh cukup besar pada hasil akhir. Artinya, saat awal jangan meremehkan kesalahan kecil karena akan dapat memengaruhi hasil pada akhirnya.
Bali masa depan sangat bergantung dari pemimpinnya. Menurut teori ini, jangan sampai membuat kesalahan pilih pemimpin Bali masa depan. Apabila ada kesalahan sekecil apapun, maka Bali akan dilanda berbagai masalah. Untuk itu, krama Bali harus benar dan baik dalam melakukan pilihan. Mungkin kriteria pemimpin Bali masa depan ada enam kecerdasan yang harus dimiliki. Yaitu, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, ekologis, adversitas, dan spiritual. Ke-enam kecerdasan tersebut harus diramu menjadi pinaceae atau usadha untuk menyembuhkan berbagai penyakit kronis.
Kecerdasan intelektual mengacu pada kemampuan, keterampilan, dan sikap calon pemimpin. Pemimpin Bali masa depan harus berafiliasi pada ilmu pengetahuan, bukan soroh atau wangsa. Afiliasi kepada salah satu kelompok akan bermuara pada kecemburuan dari kelompok lain. Transparansi, objektivitas atau kredibilitas akhirnya akan tergadaikan. Ketidakpercayaan terhadap pemimpin akan berakibat melunturnya kepercayaan. Mungkin awalnya baik dan lembut, tetapi pada tengah dan akhir kepemimpinan ditemukan sakit dan lelembut. Itu contoh teori tersebut di atas.
Kecerdasan emosional lebih menukik pada roh sesuai dengan sequi naturam Bali. Roh Bali adalah Hindu, bukan eksklusif tetapi dinamis. Ekslusivitas cenderung membangun fanatisme sempit. Sedangkan, dinamisitas mengembangkan pemikiran positif, kreatif, dan produktif. Pelajaran masa lalu dan masa kini harus benar-benar disimak. Betapa bahayanya kalau pemimpin Bali hanya bernafas lewat satu lubang hidung. Apa jadinya, krama Bali yang dipimpin oleh seseorang yang hanya menggunakan satu nafas? Bali akan berjalan terengah-engah atau bahkan ambruk di tengah perjalanannya.
Kecerdasan ketiga yang perlu dimiliki pemimpin Bali adalah kecerdasan sosial. Pemimpin Bali harus mampu berinteraksi secara lokal, nasional, regional, dan bahkan internasional. Komunikasi bukan sebatas mengirimkan pesan dan menerima pesan. Tetapi, berkomunikasi harus dipandang sebagai pertukaran gagasan dan menjaga pertukaran gagasan tersebut berlanjut. Ada dua unsur penting, yaitu pertukaran yang lancar atau bebas hambatan dan pemertahanan pertukaran gagasan dengan makna. Pemimpin jangan hanya ingin didengarkan tetapi kurang mendengarkan aspirasi berbagai interlokutor. Atau, kekuasaan jangan sampai membutakan nurani Bali.
Kecerdasan adversitas mengamanatkan agar pemimpin Bali memiliki kemampuan mustahil. Yaitu, mereka harus mampu mengubah kelemahan menjadi kekuatan. Atau, kemampuan untuk mengubah kendala menjadi sebuah peluang. Pemimpin Bali seharusnya memiliki kemampuan sebagai pematung kreatif, yaitu: mengubah kayu tak berbentuk menjadi sebuah patung hidup. Atau, mereka harus menjadi undagi bangunan yang one building fits all situation, saat panas ia adem tetapi saat dingin ia menghangatkan. Atau, mereka harus memiliki etos kerja dengan prinsip tidak ada masalah tanpa solusi yang baik dan benar. Jangan mencari solusi yang justru akan memurukkan Bali di masa depan.
Kecerdasan ekologis sangat diperlukan juga untuk menjaga kosmologi Bali. Tata tentram kertha raharja adalah habitat sosial maupun fisik Bali yang harus dijaga selalu. Walau kependudukan Bali semakin kompleks, kedamaian harus terjamin dan terkontrol. Jangan mengotori Bali hanya karena kekuasaan yang dimiliki. Ekosistem yang serasi, selaras, dan seimbang harus selalu diupayakan oleh pemimpin Bali bersama-sama dengan krama Bali. Bali harus mandiri namun tidak sendiri.
Terakhir, kecerdasan spiritual berupa semangat untuk menjaga badaniah dan rohaniah Bali harus tetap berkibar. Semangat demikian tidak pernah meninggalkan siapapun di Bali, pemimpin maupun krama Bali itu sendiri. Adat istiadat yang baik dilanjutkan dan kebudayaan adiluhung harus dikembangkan agar tidak terlambat dari perkembangan jaman. Tata cara yang cenderung menimbulkan konflik sebaiknya dilem biru, lempar pilih yang baru. Itulah sekilas pemikiran tentang kriteria seorang pemimpin Bali sejati. Semoga. *
Komentar