Panen Sorgum Perdana di Lahan Non Produktif
SINGARAJA, NusaBali
Seribu hektare lahan non produktif di Buleleng kembali diupayakan untuk menjadi produktif.
Salah satunya dengan menanami tanaman sorgum (jagung jembal) yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi selain beras. Panen perdana di tahun ini dilakukan di lahan sorgum seluas 12 hektare wilayah Desa/Kecamatan Kubutambahan, Minggu (16/4) pagi.
Petani mendapat pendampingan dari Banteng Muda Indonesia (BMI) PDI Perjuangan dan juga Pemerintah Kabupaten Buleleng. Tanaman sorgum pun akhirnya dapat dipanen setelah 110-115 hari pasca tanam.
Kepala Bidang Tanaman Pangan I Gusti Ayu Maya Kurnia, di lokasi panen menyebut, Buleleng memiliki potensi besar untuk pengembangan sorgum. Sebanyak 1.000 hektare lahan kurang produktif bisa ditanami sorgum, karena pemeliharaannya sangat mudah dan dapat bertahan di lahan kering.
Pengembangan sorgum di Buleleng sudah dimulai pada tahun 2019 lalu. Namun dua tahun belakangan yakni pada tahun 2021-2022 absen karena refocusing anggaran akibat Pandemi Covid-19. Tahun ini tanaman sorgum di lahan-lahan non produktif ini kembali digalakkan. Sedikitnya Dinas Pertanian Buleleng memiliki target untuk pengembangan lahan sorgum seluas 30 hektare.
“Tanaman sorgum ini sama seperti tanaman jagung, dari petani biasanya menanam di bulan November-Desember. Harapan kami tanaman sorgum ini sebelum masa tanam bisa dimanfaatkan sebagai tanaman sela,” ungkap Maya.
Sejauh ini tanaman sorgum selain di Desa/Kecamatan Kubutambahan juga rutin ditanam di beberapa desa lainnya. Seperti di Desa Panji, Kecamatan Sukasada, di Desa/Kecamatan Tejakula dan Desa Pejarakan di Kecamatan Gerokgak. Hanya saja luasnya belum banyak. Rata-rata sorgum ditanam oleh Kelompok Tani Ternak (KTT) dan juga sudah berkembang ke pengolahan pasca panen.
Bahkan akhir tahun 2022 lalu Buleleng sudah memiliki Unit Pengelola Hasil (UPH) Sorgum di KTT Niki I, Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak Buleleng. Hasil panen diolah menjadi beras dan tepung sorgum. UPH ini pun menjadi jawaban petani yang selama ini masih bingung untuk pemasaran hasil panennya.
Sementara itu Ketua Dewan Pimpinan Cabang BMI Buleleng Ketut Putra Sedana menyebut memiliki pengembangan sorgum karena lahan padi di Buleleng sudah mulai menipis. Selain itu sorgum sebagai bahan pangan pengganti beras bisa mengantisipasi ancaman krisis pangan saat ini akibat perang Ukraina dan Rusia.
“Buleleng daerah yang sangat cocok untuk pengembangan sorgum. Bahkan ini memerlukan lahan-lahan marginal dan non produktif. Kami meyakini karena bisa memberikan kesejahteraan untuk petani. Tanaman sorgum ini juga sangat kental dengan sejarah Buleleng,” terang dia.
Untuk menjaga keberlanjutannya BMI Buleleng juga telah menyiapkan tim khusus untuk melakukan pendampingan dan pengembangan sorgum di Buleleng. Tentu saja bekerjasama dengan pemerintah. Pendampingan dilakukan dari hulu sampai hilir, dari proses penanaman hingga penyerapan hasil panen. *k23
1
Komentar