Stok Anti Bisa Ular Kosong
Kasus gigitan ular di Buleleng mencapai 5 korban tiap bulan. Penanganan pun harus dirujuk ke Denpasar akibat tidak tersedianya Anti Bisa Ular.
SINGARAJA, NusaBali
Ketersediaan Anti Bisa Ular (ABU) di RSUD Buleleng saat ini kosong. Rumah sakit tipe B ini kehabisan ABU karena pasokan dari penyedia memang tak tersedia. Kondisi ini sudah terjadi sejak sebulan terakhir. RSUD Buleleng pun terpaksa merujuk pasien gigitan ular berbisa ke RSUP Prof IGNG Ngoerah (Sanglah Denpasar) untuk mendapatkan suntikan ABU.
Direktur Utama (Dirut) RSUD Buleleng dr Putu Arya Nugraha, Senin (17/4), mengatakan situasi kosongnya ABU ini merupakan masalah serius. Sebab gigitan ular berbisa jika tidak segera mendapatkan penanganan dapat menyebabkan kematian. Terlebih rekanan penyedia ABU, menyatakan ABU baru siap kembali pada bulan Juli mendatang.
“Sebulan terakhir stoknya memang kosong. Kami sudah berusaha pinjam ke berbagai rumah sakit kemarin hanya dapat 15 vial. Mereka tidak berani meminjamkan banyak, karena ABU baru kembali tersedia Juli dari rekanan. Masalahnya untuk 1 kasus gigitan perlu 2-4 vial, sehingga cepat habis,” terang Arya Nugraha.
RSUD Buleleng pun terpaksa merujuk pasien gigitan ular di Buleleng ke RSUP Prof IGNG Ngoerah untuk mendapat penanganan. Meskipun hal tersebut membuat RSUD Buleleng sebagai rumah sakit tipe B tidak dapat bekerja secara maksimal. Arya Nugraha juga mengaku sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan bersurat khusus ke Ditjen Fasyankes Kemenkes RI terkait persoalan ini.
Sejauh ini kasus gigitan ular berbisa di Buleleng cukup tinggi. Rata-rata sebulan ada 5 orang pasien yang ditangani RSUD Buleleng. Mereka selain petani yang kesehariannya di sawah dan ladang, beberapa kasus juga menimpa wisatawan yang sudah melakukan trekking.
Dia pun mengimbau dengan situasi kekosangan ABU, agar masyarakat lebih meningkatkan kewaspadaan. Petani jika pergi ke sawah, ladang atau sungai agar memakai sepatu boot dan sarung tangan untuk mengantisipasi gigitan ular berbisa. Namun jika sudah terlanjur digigit, dapat mengikat bagian pangkal gigitan agar bisa tidak menyebar ke organ vital seperti jantung, paru-paru dan sistem saraf.
Sementara itu Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna usai rapat paripurna berharap kekosongan ABU ini agar segera mendapat perhatian. Dia pun meminta Dinas Kesehatan dan RSUD Buleleng mengkomunikasikan persoalan ini kepada Dinkes Bali untuk mengatasi kekosongan ini.
“Meski dari produsen penyedia anti bisa ini minim, tetapi harus segera dikomunikasikan dengan Dinkes Provinsi Bali untuk mengatasi kekosongan. Sehingga kalau ada masyarakat yang terkena gigitan ular berbisa bisa diselamatkan,” tegas Supriatna. *k23
Direktur Utama (Dirut) RSUD Buleleng dr Putu Arya Nugraha, Senin (17/4), mengatakan situasi kosongnya ABU ini merupakan masalah serius. Sebab gigitan ular berbisa jika tidak segera mendapatkan penanganan dapat menyebabkan kematian. Terlebih rekanan penyedia ABU, menyatakan ABU baru siap kembali pada bulan Juli mendatang.
“Sebulan terakhir stoknya memang kosong. Kami sudah berusaha pinjam ke berbagai rumah sakit kemarin hanya dapat 15 vial. Mereka tidak berani meminjamkan banyak, karena ABU baru kembali tersedia Juli dari rekanan. Masalahnya untuk 1 kasus gigitan perlu 2-4 vial, sehingga cepat habis,” terang Arya Nugraha.
RSUD Buleleng pun terpaksa merujuk pasien gigitan ular di Buleleng ke RSUP Prof IGNG Ngoerah untuk mendapat penanganan. Meskipun hal tersebut membuat RSUD Buleleng sebagai rumah sakit tipe B tidak dapat bekerja secara maksimal. Arya Nugraha juga mengaku sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan bersurat khusus ke Ditjen Fasyankes Kemenkes RI terkait persoalan ini.
Sejauh ini kasus gigitan ular berbisa di Buleleng cukup tinggi. Rata-rata sebulan ada 5 orang pasien yang ditangani RSUD Buleleng. Mereka selain petani yang kesehariannya di sawah dan ladang, beberapa kasus juga menimpa wisatawan yang sudah melakukan trekking.
Dia pun mengimbau dengan situasi kekosangan ABU, agar masyarakat lebih meningkatkan kewaspadaan. Petani jika pergi ke sawah, ladang atau sungai agar memakai sepatu boot dan sarung tangan untuk mengantisipasi gigitan ular berbisa. Namun jika sudah terlanjur digigit, dapat mengikat bagian pangkal gigitan agar bisa tidak menyebar ke organ vital seperti jantung, paru-paru dan sistem saraf.
Sementara itu Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna usai rapat paripurna berharap kekosongan ABU ini agar segera mendapat perhatian. Dia pun meminta Dinas Kesehatan dan RSUD Buleleng mengkomunikasikan persoalan ini kepada Dinkes Bali untuk mengatasi kekosongan ini.
“Meski dari produsen penyedia anti bisa ini minim, tetapi harus segera dikomunikasikan dengan Dinkes Provinsi Bali untuk mengatasi kekosongan. Sehingga kalau ada masyarakat yang terkena gigitan ular berbisa bisa diselamatkan,” tegas Supriatna. *k23
1
Komentar