Tata Cara Pemekaran Kosa Kata Basa Bali
DENPASAR, NusaBali - Untuk menjaga eksistensi dan gaya hidup atau vitalisasi basa Bali di masa depan, kosa kata bahasa Bali harus terus dimekarkan. Namun untuk melakukannya tata caranya perlu dipahami.
Hal itu disampaikan akademisi sastra Bali Universitas Udayana I Putu Eka Guna Yasa, MHum, saat menjadi salah satu narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali, Kamis (27/4) di Kantor Disbud Bali, Niti Mandala Denpasar.
Guna Yasa mengungkapkan, tata cara mengembangkan kosakata basa Bali dimulai dari basa Bali ketah atau ragam basa Bali let, seperti basa kawi Bali, basa Jawa kuno, basa Sansekerta, termasuk basa Bali kuno. Selanjutnya basa Bali juga bisa dikembangkan melalui bahasa Indonesia dan bahasa asing, dalam konteks ini bahasa asing adalah bahasa Inggris.
“Proses penyerapan dapat dilakukan tiga cara, pertama proses adopsi, yaitu tidak ada perubahan tata bunyi dan tata bahasa, kedua melalui adaptasi jadi penyesuaian ragam tata bunyi dan bahasa, yang ketiga proses bisa melalui jalur penerjemahan. Inilah proses yang bisa digunakan mengembangkan basa Bali,” ungkapnya.
Terkait tata ejaan yang disepakati, Guna Yasa menjelaskan, ejaan basa Bali berprinsip pada ketepatan pengucapan dan termasuk juga ada faktor dimensi penyederhanaan. Jadi kosakata yang berasal dari Jawa kuno maupun Sansekerta yang memang mempengaruhi basa Bali bisa disederhanakan, kecuali di bidang istilah keagamaan karena mengandung makna khusus dalam konteks ejaan.
FGD kali ini merupakan yang ketiga kalinya digelar serangkaian persiapan Pesamuhan Agung Basa Bali VIII 2023 yang akan digelar di Sanur, 11-12 Mei 2023. Hasil dari pelaksanaan tiga kali FGD terkait dengan bahasa dan aksara Bali siap dibawa ke dalam agenda Pesamuhan Agung Basa Bali VIII 2023.
Kepala Bidang Sejarah dan Dokumentasi Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Anak Agung Ngurah Bagawinata, menjelaskan tiga pertemuan FGD melibatkan para pemerhati dan akademisi bahasa Bali. “Sebelum kita menggelar Pesamuhan Agung harus didahului dengan FGD, dalam rangka mencari rumusan yang akan dibawa ke pesamuhan nanti,” terangnya.
Dikatakan, dari FGD yang digelar tiga kali ini, akhirnya para ahli, pemerhati, dan pembicara sepakat menemukan konsep terkait dengan tata bahasa yang nantinya akan digunakan oleh masyarakat Bali.
“Terutama pengguna Bahasa Bali yang berkaitan dengan tata bahasa yang akan dipakai oleh lembaga-lembaga formal maupun non formal baik pemerintah maupun swasta,” ucapnya.
Lebih lanjut, Bagawinata menyatakan hasil rumusan dari FGD ini selanjutnya akan dibawa ke Pesamuhan Agung, di mana akan mengundang para tokoh-tokoh bahasa, akademisi, pemerhati, serta para perumus yang mengikuti agenda FGD selama ini.
"Dalam pesamuhan ini kita menyepakati apa sih yang dibutuhkan masyarakat berkaitan tata bahasa, sehingga kita memiliki pakem, berkaitan tata bahasa, aksara, ejaan yang berkembang di masyarakat agar tidak tumpang tindih lagi, dan melalui pesamuhan itu akan kita sosialisasikan,” ujarnya. 7 cr78
1
Komentar