Terkendala Lahan, Budidaya Pisang di Buleleng Belum Prioritas
SINGARAJA, NusaBali - Peluang pasar pisang di Bali, khususnya Buleleng, cukup besar. Namun, kebutuhan pasar untuk komoditas ini belum bisa dipenuhi oleh petani lokal di Buleleng.
Kebutuhan masyarakat di Bali umumnya terhadap pisang, terutama untuk upakara dan konsumsi, masih dipasok dari luar Bali.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta, saat dihubungi Selasa (16/5) kemarin, mengakui sejauh ini pisang belum banyak dikembangkan secara intensif oleh petani. Karena sebagian besar petani bertanam pisang sebagai tanaman sela.
Bahkan pisang tumbuh dan besar sendiri tanpa dipelihara khusus. Maka, hasilnya pun hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Bahkan tidak jarang, untuk sarana upakara sering kali masih harus membeli pisang di pasar.
“Yang mengembangkan tanaman pisang di hamparan luas hanya ada beberapa kelompok saja. Seperti, di Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan, di Pemuteran dan Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak. Sisanya kepemilikan kelompok tani kecil-kecil,” terang Sumiarta.
Pejabat asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng ini, menambahkan sejauh ini yang menjadi kendala di lapangan soal kesepakatan pengolahan lahan antaranggota kelompok. Akibatnya, pembudidayaan baru sebatas pada lahan cutak per cutak.
Data Dinas Pertanian Buleleng, luas tanam pohon pisang tahun 2022 mencapai 995.628 rumpun dengan produksi 28.734 ton. Jenis pisang yang ditanam yang cavendish, dan beberapa jenis pisang local, seperti pisang kayu, pisang raja, pisang susu, pisang hijau, pisang ketip dan pisang gedang. Jika melihat peluang pasar yang terbuka lebar, jelasnya.
Dinas Pertanian Buleleng berencana mengembangkan budidaya pisang, hingga ke lahan kering. Hanya saja tergantung kemauan dan minat masyarakat. “Keinginan kami memang bikin budidaya skala besar. Tapi, perlu ada penyiapan lahan dan penganekaragaman tanaman agar tidak numplek di satu tempat,” imbuh Sumiarta.7k23
Komentar