Khidmat, Pecaruan Manca Kelud di Pura Luhur Ratu Mas
MANGUPURA, NusaBali - Puri Ageng Mengwi bersama-sama dengan Asta Puri dan Desa Adat Seseh menggelar upacara Pecaruan Manca Kelud di Pura Luhur Ratu Mas, Desa Adat Seseh, Kecamatan Mengwi pada Sukra Kliwon Watugunung, Jumat (19/5).
Pecaruan ini merupakan rangkaian dari Karya Ngenteg Linggih, Mupuk Pedagingan, dan Mapedususan Alit Medasar Caru Manca Kelud di pura tersebut.
Pelaksanaan Pecaruan Manca Kelud kemarin berlangsung khidmat. Pelaksanaan upacara dipuput oleh Ida Pedanda Made Pemaron Griya Gede Pemaron dan Ida Pedanda Gede Jelantik Santacita Griya Jadi Tabanan, serta diiringi berbagai wewalian seperti Tari Rejang Dewa, Tari Baris, Wayang Kulit, Tari Topeng Sidakarya dan sebagainya. Setelah Pecaruan Manca Kelud, rangkaian karya akan dilanjutkan dengan Melaspas dan Mendem Pedagingan pada Soma Pon Sinta, Senin (22/5) serta Piodalan dan Ngenteg Linggih pada Buda Kliwon Sinta atau Pagerwesi, Rabu (24/5).
Prawartaka Karya yang juga Pengelingsir Puri Ageng Mengwi Anak Agung Gde Agung, mengatakan rangkaian Karya Ngenteg Linggih, Mupuk Pedagingan, dan Mapedususan Alit Medasar Caru Manca Kelud di Pura Luhur Ratu Mas dilaksanakan setelah beberapa renovasi yang dilakukan pada pura tersebut telah tuntas. Mengingat renovasi terakhir dilakukan sudah cukup lama. Selain itu, kini pemedek yang nangkil ke Pura Luhur Ratu Mas juga dari berbagai daerah, sehingga dirasa penting untuk dilakukan perbaikan-perbaikan guna menunjang kenyamanan.
“Dalam beberapa waktu terakhir saya lihat ternyata sudah beberapa lapuk. Tata letaknya juga sudah tidak memadai, ditambah sekarang banyaknya pemedek datang dari mana-mana. Dari renovasi hingga pelaksanaan karya, semua ini adalah kerjasama dari semeton Asta Puri, semeton Puri Ageng Mengwi, dan krama Desa Adat Seseh,” ujar Gde Agung.
Mantan Bupati Badung dua periode itu menambahkan, karya yang dilakukan merupakan bentuk persembahan ketulus-ikhlasan kepada leluhur kerajaan Mengwi yang bersthana di Pura Luhur Ratu Mas. Dikatakan, Ratu Mas merupakan keturunan Raja Mengwi yang pada masanya memerintah di Blambangan, yakni salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Mengwi.
“Selain sebagai satu persembahan, melalui rangkaian karya ini, kami juga ingin menyatukan Asta Puri bersama-sana dengan masyarakat Adat Seseh supaya mau salunglung sabayantaka, paras paros, pekedek pakenyung,” kata Gde Agung.
Lebih lanjut Komite III DPD RI Dapil Bali ini menuturkan, Pura Luhur Ratu Mas erat kaitannya dengan pemereman Ratu Mas. Dari ilikita yang pernah dibaca oleh Gde Agung, ada dua kehendak yang diminta oleh Ratu Mas sebelum lebar (meninggal). “Beliau menghendaki dua hal. Pertama, supaya beliau dibuat pemereman (tempat istirahat) yang abadi. Kedua, sebagai pencerminan beliau sebagai penganut Hindu yang taat, beliau minta dibikinkan puranya. Jadi pura ini dinamakan Pura Luhur Ratu Mas,” jelasnya.
Dikatakan, bukti tak terpisahkan dari sosok Ratu Mas adalah beberapa peninggalannya seperti keris dan cincin saat menjadi raja di Blambangan. Peninggalan tersebut merupakan peninggalan sejak abad ke-17 dan masih ada hingga saat ini tersimpan di Pura Luhur Ratu Mas.
Pada saat piodalan, tepatnya pada rahina Pagerwesi, keris dan cincin tersebut ditedunkan (diturunkan) untuk dilisah (dibersihkan dan disucikan dengan wewangian), kemudian diupakarai. Menariknya, minyak dari bekas lisah itu diperebutkan oleh masyarakat. Karena minyak bekas lisah tersebut konon dipercayai sebagai berkah.
“Kepercayaan masyarakat antara lain bisa jadi membuat menolak bala, atau yang sakit bisa sembuh. Ada juga percaya untuk menumbuhkan kepercayaan diri dengan ngelungsur air lingsahan keris itu. Mereka percaya bahwa mereka merasa mendapat berkah dari Pura Luhur Ratu Mas. Makanya pada saat karya ini, apresiasi masyarakat sangat luar biasa,” imbuh Gde Agung. 7 ind
Komentar