3 Koreografer Bali Pentaskan 'Jelajah Sarira'
Penari Bali
koreografer
Krisna Satya
Parama Kesawa
Kevin Muliarta
Jelajah Sarira
Antida SoundGarden
ANTIDA Music Productions
DENPASAR, NusaBali - Pencarian diri merupakan salah satu yang meresahkan jiwa manusia sepanjang jalan napasnya di dunia. Maha karya manusia sepanjang sejarah peradaban merupakan salah satu bukti manusia berusaha memaknai dirinya dan dunia sekitarnya.
Proses pencarian diri itu pula yang sedang dilakukan tiga koreografer muda Bali Krisna Satya, Parama Kesawa, dan Kevin Muliarta. Ketiganya berusaha mengenali dirinya yang terdalam melalui karya koreografi masing-masing.
Dalam sebuah pertunjukan bertajuk 'Jelajah Sarira: Mencari Sang Aku Melalui Tari' yang dipentaskan pada Minggu (21/5) ini di Antida Sound Garden, Jalan Waribang 32, Kesiman, Denpasar, ketiganya mencoba menyampaikan keresahan yang mereka rasakan melalui serangkaian gerak tari.
Jelajah Sarira adalah cara mereka untuk menyelami diri baik secara fisik maupun gagasan. Masing-masing koreografer muda memformulasikan gagasannya dalam bentuk karya tari yang mencari kebaruan.
Bagi mereka tari dengan tubuh (sarira) sebagai mediumnya, bagaikan ladang yang harus terus dieksplorasi untuk menemukan dan menumbuhkan gagasan baru yang dapat menambah khasanah kesenian Bali khususnya seni tari.
Krisna Satya akan membawakan 'Slow Living' yang terinspirasi dari upacara adat Bali 'Ngider Bhuwana', tradisi melancaran yang ada di desanya sebagai laku untuk mengenali dan memaknai kembali wilayah sekitar dan ruang personalnya dengan cara berjalan selangkah demi selangkah.
Oleh Krisna, Ngider Bhuwana ditatap sebagai konsep yang kemudian dibaca ulang. Terciptalah Slow Living yang dipinjam dari istilah gaya hidup lambat, berawal dari Slow Food Movement yang dibuat oleh Carlo Petrini pada tahun 1986.
Foto: Krisna Satya. -IST
"Ngider Bhuwana saya maknai sebagai ritus pertemuan antarpersonal di tengah kehidupan yang serba digital dan cepat," kata Krisna.
Slow Living akan mengajak penonton sebagai performer untuk mengenali tubuh melalui pernapasan dan mendekatkan diri dengan mengenali ruang sekitarnya.
Sedangkan, Parama Kesawa akan menampilkan koreografi berjudul ‘Body Notation’, terinspirasi dari polymeter yang merupakan salah satu konsep ketukan. Ketukan ini digunakan dalam teori musik terutama dalam mengaransemen lagu. Polymeter memiliki fungsi untuk menciptakan efek seolah-olah ketukan dalam sebuah lagu terdengar tidak sinkron, walaupun ritme yang bermain tersebut sinkron. Proses dari polymeter masih dalam tahap menganalisis perhitungan yang membangun efek jalinan nada.
"Jenis komposisi musik polymeter dalam dunia tari sejauh ini hanya digunakan sebagai ambience. Koreografinya sering mengabaikan jalinan ketukan yang telah dibuat. Upaya sinkronisasi musik dan tari melalui notasi terperinci dalam konsep polymeter menjadi ide karya eksperimental ini," ujar Parama.
Karya ini disajikan oleh dua orang penari
Tubuh digunakan sebagai instrumen dalam mewujudkan konsep polymeter secara bertahap, mulai dari tangan, kaki, dan seluruh tubuh. Ketukan dari setiap penari memiliki hitungan yang berbeda sampai akhirnya bertemu dalam kelipatan yang sama dan mulai lagi dari hitungan awal.
Tidak kalah menarik adalah Kevin Muliarta akan menampilkan garapan bertajuk ‘Melajah Kebatinan’. Koreografinya terinspirasi fenomena viral 'melajah kebatinan' atau sebutan untuk orang orang yang memiliki halusinasi tentang spiritual terlalu tinggi sehingga mengakibatkan kebingungan bahkan kegilaan dalam hidupnya. Kevin ingin meluruskan pandangan yang menurutnya timpang mengenai hal tersebut.
"Pergeseran nilai pemaknaan suatu keyakinan spiritual saat ini lebih condong ke arah kepentingan sesaat, dan tentunya juga berdampak bagi orang-orang yang sangat percaya dengan hal-hal tersebut," ujarnya.
Berdasarkan fenomena tersebut Kevin ingin menciptakan teater tari kontemporer mengenai perjalanan dan pencarian jati diri terhadap etika-etika leluhur Bali mengenai Bhuana Alit dan teks Tan Hana Dharma Mangrwa, yang pelaksanaannya saat ini penuh dengan kepentingan sesaat.7cr78
Jelajah Sarira, Ruang Penjelajahan Diri
Foto: Ida Ayu Wayan Arya Satyani. -IST
KEBERANIAN tiga koreografer muda Bali, Krisna Satya, Parama Kesawa, dan Kevin Muliarta, untuk melakukan pementasan tunggal mendapat dukungan penari kawakan sekaligus akademisi tari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Dia adalah Ida Ayu Wayan Arya Satyani.
Pendiri komunitas seni Bumi Bajra ini menyebut proses kreatif ketiganya akan menambah khasanah kesenian di Bali. "Jelajah Sarira hadir sebagai ruang penjelajahan sang diri, ruang untuk menempa kemampuan tubuh untuk terus menyelami, menggali gagasan sebagai tawaran terhadap kesenian Bali khususnya tari," ujar perempuan akrab disapa Dayu Ani ini.
Dia menambahkan, penjelajahan sang diri tidak hanya sebagai sarana hiburan tapi sebagai wujud perenungan bersama, siapa, mengapa, dan bagaimanakah aku di masa mendatang?
Jelajah Sarira, ujarnya, hadir sebagai ruang penciptaan untuk terus membaca kebudayaan Bali yang beririsan dengan masa kini.7cr78
Komentar