Prajuru Desa Adat Jasan Tegalalang Digugat
Penggugat menegaskan punya akta jual beli lahan seluas 26 are.
GIANYAR, NusaBali
Kantor Pengadilan Negeri (PN) Gianyar disesaki krama Desa Adat Jasan, Kecamatan Tegallalang, Senin (22/5) pagi. Mereka mendampingi prajuru adat yang digugat masalah tanah. Penggugat, Anak Agung Alit Atmaja mempermasalahkan tanah seluas 26 are berupa tegalan dan sawah.
Penggugat datang bersama dua pengacaranya, I Gede Sukerta dan I Dewa Ketut Budiadnya. Anak Agung Alit Atmaja menggugat bendesa, kelian adat, dan perbekel. Menurutnya, tanah yang menjadi objek sengketa dibeli oleh orangtuanya pada I Wayan Gobyah yang juga krama Desa Adat Jasan. Agung Atmaja menegaskan punya akta jual beli. "Saya punya akta jual beli tahun 1957," ujar Agung Atmaja.
Agung Atmaja menjelaskan, sejak beberapa tahun tak pernah merawat tanah tersebut karena bekerja di hotel kawasan Denpasar dan tinggal di Desa Batubulan, Sukawati. Kadang pulang kampung saat ada kegiatan adat di Desa Adat Jasan. Namun saat pulang kampung, dia merasa dikucilkan sehingga tak pulang-pulang dalam waktu yang lama. Agung Atmaja akhirnya terkejut lantaran tanah miliknya dikuasai adat. "Tanah itu digunakan oleh adat tanpa sepengetahuan saya. Saat saya minta, diklaim tanah itu milik mereka," ungkap Agung Atmaja.
Foto: Penggugat, Anak Agung Alit Atmaja (pakai topi). -NOVI
Permasalahan ini sejatinya berupaya dimediasi di PN Gianyar, Senin (22/5). Meski dihadiri oleh kedua pihak, namun belum menemukan titik temu. Jika ada tawaran damai, Agung Atmaja sangat setuju. Dia bersedia membayar atau melakukan kewajibannya selama tidak aktif 'medesa adat' asalkan semua haknya dikembalikan. "Kami mau damai, tapi hak dikembalikan. Dan, saya sanggup untuk ngayah adat. Kewajiban akan dipenuhi sepenuhnya," ujar Agung Atmaja.
Kuasa hukum Prajuru Adat Jasan, I Nyoman Putra Selamet menjelaskan, di desa adat setempat, semua tanah yang ada di wewidangan adat merupakan milik desa adat. Krama atau warga hanya 'ngayahin' atau mengelola sesuai awig-awig. Penggugat dinilai melanggar awig-awig karena tak aktif ‘medesa adat’ sehingga tanah tersebut diambil kembali. “Versi penggugat, dia memiliki tanah itu. Versi desa adat, kan desa memang kalau di daerah utara, semua tanah itu punya desa adat. Hanya diayahin. Karena yang ngayah itu melanggar awig-awig, sehingga tanah itu diambil kembali oleh adat," ujar Putra Selamet. 7 nvi
1
Komentar