Bondres Gianyar Angkat Ngepung Dolar
Judul Ngepung Dolar merupakan sebuah pesan pengingat kepada masyarakat Bali.
DENPASAR, NusaBali
Kondisi Pariwisata di Bali semakin pesat. Tidak hanya di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, pariwisata di Kabupaten Gianyar juga sangat menggeliat. Pariwisata mendatangkan dua hal, yakni dollar (uang) dan budaya baru. Keduanya lantas diangkat dalam pementasan topeng bondres inovasi berjudul Ngepung Dolar oleh Sanggar Jaba Jero, Gianyar.
Aksi kocak dan banyolan-banyolan khas Gianyar dari para seniman langsung menyita perhatian para penikmat Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIX yang memenuhi Kalangan Ayodya Taman Budaya Bali, Rabu (14/6) siang.
Menurut Kordinator Sanggar Jaba Jero, I Wayan Sugama, judul Ngepung Dolar merupakan sebuah pesan pengingat kepada masyarakat Bali. Ngepung (mengejar) dollar atau mata uang asing, tentu menjadi satu penyemangat bagi masyarakat bila melihat kondisi pariwisata yang kian pesat. Namun, bagi dia, sejatinya uang tidak harus dikejar. Melainkan harus ditarik, sehingga uang tersebut akan datang dengan sendirinya.
“Seharusnya masyarakat mencari apa yang menjadi daya tarik wisatawan untuk ke Bali, tanpa merusak lingkungan. Misalnya kebudayaan, kesenian, keindahan alam, dan lainnya. Kalau itu sudah bisa dijaga dan tidak dirusak lingkungannya, saya yakin uang atau dolar akan datang dengan sendirinya,” ungkap Sugama alias Codet ini.
Selain menyampaikan pesan menjaga lingkungan, Sanggar Jaba Jero juga menampilkan akulturasi yang terjadi seiring banyaknya wisatawan asing yang berkunjung ke Pulau Dewata. Merespon tema Ulun Danu PKB XXXIX, garapan ini terinspirasi dari Desa Campuhan, Ubud, Gianyar. Campuhan merupakan pertemuan air laut dengan air sungai yang berasal dari Ulun Danu. Pertemuan ini dapat diibaratkan sebagai bauran antara dua hal yang berbeda asal, salah satunya akulturasi budaya.
“Daerah pariwisata sangat identik dengan adanya wisatawan asing. Hal ini lambat laun akan memberikan dampak akulturasi kebudayaan lokal dan asing,” ungkapnya.
Akulturasi inilah yang dikemas dalam sajian seni bebondresan inovatif dan bercitarasa akulturasi budaya melalui beberapa alat musik yang berbeda, seperti Gambelan Gong Kebyar yang dipadukan dengan Kendang Sunda, Simbal, dan Gitar.
Tidak hanya musik yang bercitarasa beda, dalam sajian tersebut juga menampilkan karya seni masyarakat Bali yang mendapat pengaruh asing. Salah satu yang paling jelas dan nampak saat ini adalah Lukisan Bali yang kini menggunakan pakem asing, seperti lukisan karya seniman Belanda bernama Rudoff Bonnet. Lukisan ini menjadi cikal bakal pakem lukisan di Bali berbaur dengan gaya Belanda.*in
Aksi kocak dan banyolan-banyolan khas Gianyar dari para seniman langsung menyita perhatian para penikmat Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIX yang memenuhi Kalangan Ayodya Taman Budaya Bali, Rabu (14/6) siang.
Menurut Kordinator Sanggar Jaba Jero, I Wayan Sugama, judul Ngepung Dolar merupakan sebuah pesan pengingat kepada masyarakat Bali. Ngepung (mengejar) dollar atau mata uang asing, tentu menjadi satu penyemangat bagi masyarakat bila melihat kondisi pariwisata yang kian pesat. Namun, bagi dia, sejatinya uang tidak harus dikejar. Melainkan harus ditarik, sehingga uang tersebut akan datang dengan sendirinya.
“Seharusnya masyarakat mencari apa yang menjadi daya tarik wisatawan untuk ke Bali, tanpa merusak lingkungan. Misalnya kebudayaan, kesenian, keindahan alam, dan lainnya. Kalau itu sudah bisa dijaga dan tidak dirusak lingkungannya, saya yakin uang atau dolar akan datang dengan sendirinya,” ungkap Sugama alias Codet ini.
Selain menyampaikan pesan menjaga lingkungan, Sanggar Jaba Jero juga menampilkan akulturasi yang terjadi seiring banyaknya wisatawan asing yang berkunjung ke Pulau Dewata. Merespon tema Ulun Danu PKB XXXIX, garapan ini terinspirasi dari Desa Campuhan, Ubud, Gianyar. Campuhan merupakan pertemuan air laut dengan air sungai yang berasal dari Ulun Danu. Pertemuan ini dapat diibaratkan sebagai bauran antara dua hal yang berbeda asal, salah satunya akulturasi budaya.
“Daerah pariwisata sangat identik dengan adanya wisatawan asing. Hal ini lambat laun akan memberikan dampak akulturasi kebudayaan lokal dan asing,” ungkapnya.
Akulturasi inilah yang dikemas dalam sajian seni bebondresan inovatif dan bercitarasa akulturasi budaya melalui beberapa alat musik yang berbeda, seperti Gambelan Gong Kebyar yang dipadukan dengan Kendang Sunda, Simbal, dan Gitar.
Tidak hanya musik yang bercitarasa beda, dalam sajian tersebut juga menampilkan karya seni masyarakat Bali yang mendapat pengaruh asing. Salah satu yang paling jelas dan nampak saat ini adalah Lukisan Bali yang kini menggunakan pakem asing, seperti lukisan karya seniman Belanda bernama Rudoff Bonnet. Lukisan ini menjadi cikal bakal pakem lukisan di Bali berbaur dengan gaya Belanda.*in
Komentar