Gubernur Koster Beber Potensi Laut dan Perikanan Bali
Diapresiasi Menteri Kelautan hingga Peserta Konferensi Tuna
Wayan Koster
Menteri Kelautan dan Perikanan RI
Sakti Wahyu Trenggono
Potensi Laut dan Perikanan Bali
Laut
Perikanan
Konferensi Tuna Indonesia
Forum Bisnis Tuna Pesisir Internasional
MANGUPURA, NusaBali - Gubernur Bali Wayan Koster yang memasukkan Sektor Kelautan dan Perikanan dalam transformasi perekonomian Bali melalui Konsep Ekonomi Kerthi Bali diapresiasi Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono.
Dan juga Plt Dirjen Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Dr Agus Suherman, Anggota Konsorsium Tuna Indonesia, Yayasan IPNLF Indonesia, Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia, dan Resonance, Para Narasumber, Pakar/Experts, Peneliti, dan Pengusaha Perikanan Tuna baik dari dalam maupun luar negeri. Apresiasi ini diberikan saat acara Konferensi Tuna Indonesia dan Forum Bisnis Tuna Pesisir Internasional ke-7 pada Buda Kliwon Sinta, Rabu (24/5) di Legian, Kuta, Badung.
Gubernur Bali Wayan Koster dalam sambutannya mengucapkan selamat datang di Bali kepada seluruh peserta Konferensi dan Forum Bisnis Tuna ke-7. Aura dan vibrasi Bali diharapkan memberikan inspirasi positif, sehingga dapat menghasilkan komitmen yang kuat di antara Pemerintah dan pemangku kepentingan perikanan tuna, serta strategi yang efektif dalam mencapai keberlanjutan sumber daya tuna dan pemanfaatannya.
“Saya sangat berbangga dan berterima kasih kepada Bapak Menteri Kelautan dan Perikanan RI yang telah memilih Bali sebagai venue penyelenggaraan Konferensi Tuna Indonesia dan Forum Bisnis Tuna Pesisir Internasional ke-7 ini. Saya memandang bahwa Konferensi Tuna Indonesia dan Forum Bisnis Tuna ke-7 yang melibatkan Pemerintah, para pakar, peneliti, dan pelaku industri tuna dari hulu sampai hilir merupakan kesempatan yang baik untuk membahas tindakan-tindakan yang tepat yang dibutuhkan bagi keberlanjutan Perikanan Tuna di Indonesia dan di dunia dengan berbasiskan pada isu-isu terkini dan scientific evidence,” ujar Gubernur Koster.
Menurutnya, Provinsi Bali walaupun dari segi luas wilayah tergolong kecil, akan tetapi memiliki potensi kelautan dan perikanan serta kedudukan yang strategis bagi pembangunan kelautan dan perikanan nasional, termasuk dalam hal Perikanan Tuna. Sebagaimana diketahui, posisi Bali sangat strategis dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan perairan laut lepas. Bali berada di titik tengah Daerah Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 573 (Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara), serta berdekatan dengan WPPNRI 718 (Laut Arafura) dan perairan laut lepas di Samudera Hindia. Dengan kedudukan ini, Bali berkontribusi cukup signifikan bagi perikanan tangkap Indonesia, khususnya perikanan Tuna-Tongkol- Cakalang (TTC).
Pada saat ini pusat bisnis Perikanan Tuna di Bali berpangkalan di Pelabuhan Benoa Bali. Jumlah armada penangkapan ikan yang berpangkalan di Pelabuhan Benoa berjumlah 762 unit kapal. Produksi Tuna, Tongkol, Cakalang di Bali pada tahun 2021 mencapai 51.897,1 ton. Di sektor hilir, industri perikanan di Bali didukung oleh 75 Unit Pengolahan Ikan (UPI) Skala Menengah-Besar yang produknya sebagian besar berorientasi ekspor. Ekspor produk perikanan di Bali tahun 2021 mencapai 26.825 ton dengan nilai US$ 131,25 juta.
Sedangkan volume ekspor tahun 2022 mencapai lebih dari 26.468 ton dengan nilai US$ 136,80 juta. Share volume ekspor tuna (segar dan beku) rata-rata 35% dan dari segi nilai rata-rata 45% dari total ekspor produk perikanan Bali. Ekspor produk perikanan Bali sangat didukung oleh keberadaan Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai yang memiliki rute penerbangan langsung ke berbagai negara.
“Kami di Bali sedang melakukan transformasi perekonomian, dengan pengalaman hampir 3 tahun Bali dan negara-negara lain dilanda Pandemi Covid-19, dimana sektor pariwisata Bali yang berkontribusi lebih dari 54 % terhadap PDRB Provinsi Bali itu telah mengalami keterpurukan luar biasa,” ungkap Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Sehingga, ketika Pandemi Covid-19 berlangsung pertumbuhan perekonomian di Bali pada tahun 2020 mengalami kontraksi, yaitu minus 9,31 %, kemudian di tahun 2021 mengalami sedikit perbaikan, namun masih mengalami kontraksi minus 2,47 %, pada tahun 2022 mengalami kemajuan dan perekonomian Bali tumbuh 1,46 %, hingga pada tahun 2023 ini perekonomian Bali sudah lebih maju dan melebihi dari target yaitu di triwulan I mencapai 6,04 persen. “Kami perkirakan ke depan ini akan terus meningkat sejalan dengan upaya kami di dalam memulihkan pariwisata Bali,” katanya.
Dalam rangka transformasi perekonomian Bali, agar Bali tidak lagi didominasi oleh satu sektor pariwisata karena pariwisata sangat sensitif, maka Pemprov Bali telah merancang transformasi perekonomian Bali melalui Konsep Ekonomi Kerthi Bali yang lebih bertumpu pada kekuatan dan potensi yang ada di alam Bali, salah satunya Sektor Pertanian dengan Sistem Pertanian Organik hingga Sektor Kelautan dan Perikanan.
Khusus untuk Sektor Kelautan dan Perikanan telah memiliki Peta Kekayaan Kelautan di Bali. “Bali ini kecil-kecil, ternyata memiliki kekayaan perikanan yang luar biasa, ada perikanan tangkap, ikan hias, dan berbagai sumber daya kelautan yang luar biasa, namun selama ini belum digali dan diberdayakan secara optimal,” jelas Gubernur Bali jebolan ITB ini.
Foto: Gubernur Koster, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono, Ketua International Pole and Line Foundation Rahim Hoosen dan delegasi. -YUDA
Mengakhiri sambutannya, Gubernur Koster menyampaikan melalui Konferensi dan Forum Bisnis Tuna ini berharap sekiranya industri perikanan tuna ke depannya semakin besar kontribusinya terhadap upaya pelestarian sumber daya ikan, wilayah pesisir dan kesehatan laut, serta mendukung peningkatan kesejahteraan nelayan skala kecil. Sementara Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sakti Wahyu Trenggono yang membuka acara The 1st Indonesia Tuna Conference (ITC-1) & The 7th International Coastal Tuna Business Forum (ICBTF-7) yang berlangsung dari tanggal 24-25 Mei 2023 menyampaikan bahwa wilayah perairan Indonesia merupakan tempat wilayah penangkapan tuna, baik di perairan kepulauan, perairan teritorial, maupun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dimana sebagian besar penangkapan tuna oleh pelaku usaha industri beroperasi di wilayah perairan Indonesia di Samudera Hindia, Laut Banda dan Samudera Pasifik.
Indonesia merupakan negara produsen ikan tuna, cakalang, dan tongkol terbesar di dunia dengan kontribusi sekitar 15 persen. Pada tahun 2021 produksi tuna dan cakalang Indonesia mencapai 791.000 ton dengan nilai sekitar 22 triliun rupiah. Adapun yang diekspor sejumlah 174.764 ton senilai 732,9 juta USD atau lebih dari 10,6 triliun rupiah, sebagian besar di ekspor ke Amerika Serikat, Jepang, Thailand, Arab Saudi, Uni Eropa, Australia, Viet Nam, Inggris dan Filipina.
Sebagai bagian dari upaya melindungi kepentingan perikanan tuna nasional di forum global, Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam pengelolaan tuna nasional mengacu pada ketentuan Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional, yaitu Indian Ocean Tuna Commission; Western and Central Pacific Fisheries Commission; dan Conservation of the Southern Bluefin Tuna.
Kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 121 tahun 2021 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol yang menjadi payung hukum kemudahan berusaha dan persyaratan pengelolaan tuna cakalang tongkol di ZEE dan laut lepas, dukungan terhadap pemberantasan IUU fishing pada pengelolaan tuna, strategi adaptasi pengurangan emisi karbon serta penyusunan harvest strategy tuna dan cakalang di perairan kepulauan.
Indonesia telah menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berbasis ekonomi biru yang mencakup, emperluas kawasan Konservasi laut, penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan budidaya ikan di kawasan laut, pesisir, dan darat secara berkelanjutan, pengawasan dan Pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pembersihan sampah laut melalui partisipasi nelayan.
Harvest strategy pengelolaan tuna yang telah disusun sejalan dengan kebijakan ekonomi biru khususnya penangkapan ikan terukur, karena dalam strategi tersebut diatur penerapan perikanan berbasis kuota penangkapan ikan, penatakelolaan rumpon, penerapan pengurangan hasil tangkapan tuna dan cakalang dan penerapan penutupan sebagian wilayah dan waktu penangkapan tuna sirip kuning.
“Saya berharap agar penetapan target dan limit reference point dalam harvest strategy yang menjadi acuan dalam penentuan kuota pemanfaatan sumber daya ikan tuna ini dapat menjadi instrumen yang mengawal keberlanjutan sumber daya tuna dengan tetap mempertimbangkan aspek usaha dan ekonominya,” kata Menteri Sakti Wahyu Trenggono.
Sebagai penutup dan, Menteri Perikanan dan Kelautan berharap seluruh pemangku kepentingan secara sungguh-sungguh melaksanakan Harvest Strategy untuk kelestarian sumber daya ikan tuna, cakalang dan tongkol sehingga dapat menguatkan daya saing produknya di pasar global. “Terima kasih atas dukungan semua pihak, mulai dari akademisi, para pakar, para pelaku usaha, NGO, international partners, dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan perikanan tuna yang berkelanjutan,” pungkasnya seraya mengapresiasi program Gubernur Bali Wayan Koster khususnya di bidang Kelautan dan Perikanan sembari mendoakan kepemimpinan Bapak Wayan Koster agar berlanjut di periode kedua sebagai Gubernur Bali. @ nat
Komentar