Naik Gunung Dilarang di Bali, Pendaki Minta Jalan Tengah
MANGUPURA, NusaBali.com – Kabar adanya larangan pendakian 22 gunung di Pulau Dewata membuat para penghobi naik gunung dan pemandu gunung gelisah.
Larangan ini mencuat setelah banyaknya kasus wisatawan mancanegara (wisman) yang berulah dan melakukan hal tak senonoh di atas gunung, bahkan tak sedikit dari wisman itu berfoto dalam keadaan telanjang sehingga dinilai merusak kesucian gunung.
Merespons hal itu, Bara Kumbara yang seorang pemandu pendaki gunung, menyatakan keresahannya jika aturan penutupan pendakian gunung di Bali benar-benar dilakukan.
Sebab ia menilai, aturan ini dapat merugikan berbagai pihak yang menggantungkan kehidupan di wilayah pegunungan seperti guide, porter, penyedia jasa jeep, transport, dan warung-warung yang operasional di gunung.
“Jika benar diberlakukan, itu sangat disayangkan karena dengan ditutupnya pendakian ke gunung-gunung di Bali, secara tidak langsung mengambil mata pencaharian masyarakat di sana. Di sisi lain akan menurunkan jumlah wisatawan yang berkunjung khusus untuk melakukan pendakian atau treking ke Bali,” ujar Bara, Senin (5/6/2023) pagi.
Bara menjelaskan, jika peraturan ini benar direalisasikan, sebagai pemandu pendakian gunung di Bali, dirinya akan banting setir dan konsen ke trip non pendakian.
Pria yang juga sebagai operator tour dan owner Kembara Adventure mengatakan beberapa crewnya menjadikan guide atau porter sebagai mata pencaharian mereka.
“Saya bisa mendapat honor Rp 600 ribu hingga 750 ribu untuk sekali memandu pendaki. Dalam seminggu, bisa dua kali memandu para pendaki ke Gunung Agung dan empat kali memandu para pendaki menjelajah Gunung Batur,” terangnya.
Tak hanya menjadi pemandu pendaki gunung di Bali saja, kata Bara, dirinya juga sebagai guide pendakian gunung di Jawa Timur dan Lombok.
Untuk segi larangan dan pantangan para pendaki yang ingin menjelajahi gunung di Bali, sebut Bara, para pendaki tidak boleh membawa makanan yang mengandung daging sapi dan tidak dalam masa datang bulan.
Bara juga menjelaskan, jumlah pendaki yang naik Gunung Agung sekitar 400-750 orang per bulan. Namun, jika di Gunung Batur saat seperti musim liburan, jumlah pendaki bisa mencapai puluhan ribu per bulan.
Melihat antusiasme masyarakat yang senang mendaki itu, Bara berharap pemerintah bisa melakukan diskusi bersama dengan masyarakat sekitar dan juga kepada para pengelola basecamp di sekitar gunung tersebut.
Tak hanya itu, ia juga berharap Pemerintah bisa mencari solusi yang lebih efektif, sehingga tidak merugikan banyak pihak. Mengingat banyak orang yang menggantungkan kehidupan di kegiatan pendakian.
“Pemerintah sebaiknya mencari solusi yang lebih efektif seperti menerapkan wajib guide, melakukan pendataan sampah sebelum melakukan pendakian, melakukan pembinaan atau arahan khusus ke pelaku wisata, dan melakukan briefing yang ketat sebelum melakukan pendakian, agar kondisi alam yang di daki tetap terjaga,” ujarnya memberi solusi.
Senada dengan hal itu, salah satu penghobi mendaki gunung di Bali, Putu Dian Apriliani berharap peraturan larangan pendakian gunung di Bali hanya wacana.
“Semoga peraturan ini tidak diresmikan dan para petinggi yang ada di Bali bisa mendengar aspirasi dari warga Bali. Jika peraturan ini dikeluarkan, seharusnya pemerintah mencari jalan tengah,” tuturnya.
Dian juga merasa jika peraturan itu nantinya diberlakukan, otomatis akan merugikan berbagai pihak dan mengurangi wisatawan yang akan pergi ke Bali untuk mendaki.
Ia menerangkan, sebaiknya pemerintah tidak langsung membuat larangan tersebut. Melainkan, membuat peraturan yang ketat kepada para pendaki sebelum melakukan aktivitas pendakian.
“Seharusnya ada peraturan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mendaki gunung, baik itu aturan sampah, makanan yang dibawa, pakaian, atau hal-hal lain. Hal ini juga berfungsi untuk meniadakan hal-hal yang tidak diinginkan,” tegas wanita yang saat ini berstatus sebagai mahasiswa akhir di Program Bachelor in International Business, Management and Science University, Malaysia.
Pendaki gunung lainnya, I Gusti Ngurah Putra Maharditya juga menuturkan hal yang sama. peraturan larangan pendakian gunung di Bali dirasanya kurang tepat.
“Kalau peraturan itu kurang tepat karena dengan cara seperti itu secara tidak langsung, tidak ada lagi yang bisa melestarikan gunung itu. Karena kami para pendaki juga memungut sampah-sampah yang ada di gunung,” ungkap pria asal Dawan, Klungkung itu.
Pria yang akrab disapa Didit itu ingin, peraturan tersebut sebaiknya dikaji lebih lanjut dan melakukan antisipasi larangan lainnya.
“Mungkin lebih ke pembatasan terhadap pendaki dari bule saja ya, karena mereka yang dominan menyebabkan larangan pendakian gunung ini. Mungkin kalau ada bule yang melakukan pendakian, harus menggunakan guide agar ada yang mengawasi mereka,” pungkasnya. *ris
Komentar