Kerajinan Gerabah ‘Antik’ di Denpasar
3 Tahun Mati Suri ‘Dihajar’ Covid, Kini Bangkit Kembali
DENPASAR,NusaBali. - Tiga tahun sempat mati suri karena dihajar pandemi Covid-19, kini kerajinan gerabah antik di Denpasar bangkit kembali. Walau dirasa belum pulih normal, sebagaimana pra pandemi, namun kini mulai ‘diburu’ pembeli.
“Dulu waktu pandemi sepi. Sekarang mulai ada sedikit-sedikit pemasarannya,” ungkap I Wayan Wardika, pemilik usaha kerajinan gerabah ‘Gentong Sari Artha’ di kawasan by pass I Gusti Ngurah Rai, Tohpati, Denpasar, Rabu (7/6).
Pesanan sebagian besar dari proyek-proyek lokal. Diantaranya dari pengelola vila, pemilik atau manajemen hotel. Juga kalangan koleksi pribadi atau kolektor. Sedang untuk ekspor kebanyakan dengan tujuan Eropa. Diantaranya ke Jerman, Prancis dan negara lainnya.
Sedang saat pandemi, selama hampir 3 tahun, ‘bisnis’ gerabah nyaris tidak jalan.
“Memang betul..betul (berat). Tiga tahun tidak jalan,” lanjut Wardika, pengusaha asal Tembuku, Bangli.
Memang tidak nihil sama sekali, karena beberapa biji ada yang terjual dalam sebulan. Hanya saja gerabah berukuran kecil, diantaranya sangku (gentong mini, untuk wadah air suci atau tirta). Karena itu harganya juga tidak banyak. “Karyawan juga banyak pulang ke Jawa,” lanjutnya.
Kini setelah pandemi ‘selesai’ dan pariwisata pulih kembali, pemasaran gerabah menggeliat kembali.
”Ada yang cari sepuluuh, ada yang cari lima, tidak banyak sih,” ungkapnya.
Omzet juga mulai membaik. Menurut Wardika, omzet sekitar Rp 20 juta-an sebulan. Harapannya tentu pemasaran kian ramai dan omzet meningkat terus.
Tanah liat bahan gerabah antik didatangkan dari Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Harganya juga lumayan, sekitar Rp 27 juta untuk 13 ton tanah liat.
Di Bali tidak ada jenis tanah liat untuk kerajinan gerabah antik. Terutama gerabah berukuran besar, tinggi mulai dari 80 centi meter sampai 1 meter, bahkan lebih. Demikian juga ‘ahli’ atau karyawan pembuat gerabah, sebagian besar juga berasal dari Serang, Banten.
Produk gerabah sebagian besar dalam bentuk gentong, ada gentong ukir, atau yang polos. Besar-kecil ukuran, kerumitan pembuatan dan ragam hias menjadi penentu harga gerabah antik. Makin kecil ukuranya semakin murah juga harganya.
Sebaliknya kian besar ukuran dan semakin sulit ragam hiasannya, semakin tinggi harganya. Mulai dari harga Rp 150 ribu, Rp 350 ribu, bahkan ada yang mencapai Rp 1,8 juta sampai Rp 1,9 juta dan seterusnya. “Antara ekspor dan pemasaran local pesanannya berimbang,” ujar Wardika. K17.
Komentar