Bus Cepat Listrik akan Dukung LRT Bali
Estimasi Dana LRT Rp 10 T, Dibiayai Konsorsium dan Pemerintah
DENPASAR, NusaBali - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali tengah memperjuangkan pembangunan Light Rail Transit (LRT) untuk mengurai kemacetan di kawasan wisata Kuta, Badung.
Transportasi kereta massal ini nantinya juga akan didukung keberadaan EV-BRT (Electric Vehicle-Bus Rapid Transit) alias bus cepat bertenaga listrik untuk mengantar penumpang di dalam kota.
Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Provinsi Bali, I Gde Wayan Samsi Gunarta mengungkapkan kedua moda transportasi umum tersebut kini dalam proses studi kelayakan (feasibility study). LRT menunggu kajian yang dilakukan Korean National Railway (KNR) sementara EV-BRT dalam tahap lelang konsultan.
"BRT itu benar-benar bergeraknya cepat sehingga tidak terkendala oleh kemacetan atau apa sehingga lebih andal dan jadi pilihan yang baik buat masyarakat yang perlu bergerak dari tempat A ke tempat B, sehingga untuk memastikan jam berapa dia sampai di B dia sudah bisa mulai berhitung," ungkap Samsi ditemui di kantornya, Rabu (7/6). Samsi mengatakan pengembangan transportasi massal dan bertenaga listrik merupakan bagian dari visi Pemerintah Provinsi Bali dalam menekan emisi karbon di Pulau Dewata. Sehingga dengan demikian masyarakatnya juga dapat hidup dengan lebih sehat.
Lebih jauh Samsi mengatakan, dengan jumlah penduduk dan kunjungan yang terus bertambah, Bali mesti segera mengembangkan sistem transportasi modern. Pada 2027, jalanan di kawasan wisata Kuta dan sekitarnya diperkirakan tidak akan dapat menampung jumlah kunjungan ke Pulau Dewata melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Samsi memperkirakan pada saat itu Bandara Ngurah Rai akan melayani 25 juta penumpang dalam setahun. Dengan jumlah orang yang masuk Bali sebanyak itu, jalanan di sekitar bandara akan macet total jika tidak didukung transportasi massal yang berjalan baik.
"Dengan perhitungan kapasitas bandara 2027 kelihatannya cukup menggunakan LRT. Nanti akan disambut dengan BRT untuk daerah perkotaan," ujar Samsi. "2027 itu prediksi penumpang bandara sehingga mass transport sudah harus ada kalau tidak kita akan terlambat dan keterlambatan ini juga akan mengakibatkan keterlambatan pengembangan bandara sendiri," tambah Samsi.
Samsi menjelaskan LRT Bali pada awalnya akan mencakup fase 1-A Bandara Ngurah Rai-Sentral Parkir Kuta lanjut fase 1-B Sentral Parkir Kuta menuju Seminyak. Total panjang kedua fase tersebut 9,46 kilometer.
Nantinya kedua fase ini akan terus berkembang hingga menuju Mengwitani (Terminal Mengwi) sebagai pusat layanan transportasi antardaerah di Bali. Sementara itu layanan BRT sendiri akan melayani perjalanan di dalam wilayah perkotaan. Samsi mengungkap Sentral Parkir Kuta bersama Terminal Ubung dan Sanur akan jadi pusat layanan transportasi di wilayah perkotaan di selatan Bali.
Lebih jauh mengenai lajur yang akan digunakan LRT Bali, Samsi menuturkan hal itu masih menunggu hasil kajian. Ia menjelaskan ada sejumlah alternatif seperti pembangunan lajur bawah tanah, di atas permukaan tanah, hingga membangun lajur di atas jembatan layang.
"Ada kekuatan dan lemahnya masing-masing. Pertama dari sisi biaya di bawah tanah itu mahal kemudian nanti di atas tanah menggunakan elevasi juga lumayan tinggi biayanya walaupun tidak semahal terowongan. Yang murah itu di permukaan tanah, tapi kalau di permukaan tanah dia akan memotong traffic dan kereta api ini adalah priority sesuai Peraturan Pemerintah," jelas. Hasil kajian juga akan menentukan bentuk penganggaran kereta pertama di Bali.
Biaya yang dibutuhkan diperkirakan mencapai Rp 10 triliun. Sejumlah kemungkinan pembiayaan LRT Bali, sebut Samsi, bisa berasal dari konsorsium perusahaan nasional hingga didanai oleh Pemerintah. Samsi mengatakan jika jangka waktu pengembalian investasi terlalu lama kemungkinan swasta juga akan mundur. Sebaliknya jika swasta menginginkan pengembalian investasi lebih cepat maka biaya tersebut tentunya akan dibebankan kepada para pengguna layanan. Samsi memperkirakan biaya yang akan dibebankan kepada penumpang pada kisaran Rp 20.000 hingga Rp 40.000 setiap rute/fase.
"Kalau skemanya dari Pemerintah harga itu bisa ditekan tapi kalau oleh swasta mau tidak mau itu harus dibayar oleh pengguna," ucap Samsi. Dia berharap tahun ini hasil studi kelayakan sudah keluar sehingga Pemerintah Provinsi Bali dapat melanjutkan dengan memilih sejumlah alternatif yang ada terkait pembangunan LRT. Ia mengungkapkan setidaknya butuh waktu 2-3 tahun untuk menyelesaikan dua fase LRT di Bali ini.
Sebelumnya diberitakan Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) membahas perkembangan kerja sama pembangunan mass rapid transit (MRT) fase 4 rute Fatmawati-TMII dan light rail transit (LRT) Bali. Pembahasan itu dilakukan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi saat bertemu dengan Chairman & CEO Korean National Railway (KNR) Kin Hanyoung dan CEO Korea Overseas Infrastructure & Urban Development Cooperation (KIND) Kang Hoon Lee di Seoul, Korsel, Selasa (30/5). Pertemuan tersebut usai menghadiri International Civil Aviation Organization's Global Implementation Support Symposium (ICAO GISS) 2023.
"Indonesia dan Korsel berkomitmen untuk memastikan keberlanjutan dan penyelesaian kedua proyek proyek tersebut, yang saat ini sedang dalam tahap penyusunan studi kelayakan baik pra feasibility study (FS) maupun feasibility study (FS)," ujar Menhub melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (31/5). 7 cr78
Komentar