Supadma Rudana : Omnibus Law Mendesak untuk Pemajuan Kebudayaan
JAKARTA, NusaBali - Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI), Putu Supadma Rudana mengatakan perlu ada kajian secara komprehensif untuk mengintegrasikan penguatan kebudayaan dan peradaban bangsa yang tidak hanya dengan RUU Permuseuman saja.
Menurut dia, omnibus law perlu dibuat untuk menyatukan beberapa peraturan (regulasi tumpang tindih,red) menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum. Konsep omnibus law bertujuan untuk menyasar isu besar yang memungkinkan, dilakukannya pencabutan atau perubahan beberapa undang-undang.
“Sekaligus (lintas sektor,red) dilakukan penyederhanaan dalam pengaturannya, sehingga tidak terjadi konkurensi, persengketaan atau perlawanan antara norma yang satu dengan yang lainnya,” ujar Supadma Rudana dalam keterangan tertulis, Rabu (7/6).
Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI ini menjelaskan, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2022 tentang Registrasi Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya. Peraturan ini diterbitkan sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
“Lalu, PP 1/2022 ini memberi kewenangan kepada pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam mengelola cagar budaya, sehingga dapat tercapai sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik berkaitan dengan perlindungan cagar budaya,” tegasnya.
Supadma Rudana menyebutkan, omnibus law ini untuk meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, meningkatkan kepastian hukum dan mendorong minat Warga Negara Asing (WNA) untuk bekerja di Indonesia yang dapat mendorong alih keahlian dan pengetahuan bagi kualitas SDM Indonesia.
“Mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak (WP) dan menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha luar negeri,” ucapnya.
Kata dia, faktor SDM masalah penting dalam upaya pelestarian cagar budaya. Kurangnya tenaga juru pelihara, tenaga terampil bidang pemetaan, konservasi dan analisis laboratorium cagar budaya serta regenarasi yang belum berjalan maksimal.
“Kelemahan lain, rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap nilai penting cagar budaya seperti pencurian, pemalsuan, dan pembawaan cagar budaya ke luar negeri secara ilegal,” ujar politisi asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar ini.
Supadma Rudana mengungkap, berdasarkan data tahun 2013 dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, jumlah cagar budaya di Indonesia mencapai angka 66.513. Terdiri dari 54.398 cagar budaya bergerak, dan 12.115 cagar budaya tidak bergerak. Sudah dipelihara sebanyak 1.895 cagar budaya, dengan 2.988 juru pelihara. Yang telah dipugar berjumlah 643 cagar budaya, 146 cagar budaya telah dikonservasi, dan 983 cagar budaya yang telah ditetapkan oleh menteri. N nat
Komentar