Salurkan Pekerja Migran Jadi PSK di Sri Lanka, Terdakwa TPPO Dituntut 9 Tahun
SINGARAJA, NusaBali - Masih ingat kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang korbannya dijanjikan pekerjaan sebagai terapis spa namun malah dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK) di Sri Lanka?
Perkara tersebut telah disidangkan dan masuk tahap pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, Kamis (15/6), di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja.
Ida Susanti, 52, yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut dituntut hukuman penjara selama 9 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Buleleng, Made Heri Permana Putra. JPU menyebutkan, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu melanggar pasal 4 juncto Pasal 48 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Menuntut pidana penjara selama 9 tahun dikurangi selama terdakwa ditahan dengan perintah terdakwa tetap berada dalam tahanan," ujar JPU Heri Permana membacakan tuntutannya.
Terdakwa juga dituntut membayar restitusi pengganti kerugian kepada korban sebesar Rp 42.150.000, subsidair 10 bulan penjara. Serta pidana denda sebesar Rp 400 juta subsidair 10 bulan penjara.
JPU Heri Permana pun membeberkan sejumlah hal yang memberatkan tuntutan terdakwa. "Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan TPPO. Terdakwa berbelit- belit dalam memberikan keterangan serta tidak mengakui perbuatannya," jelasnya. Adapun hal yang meringankan yakn terdakwa belum penah dihukum.
Usai pembacaan tuntutan, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua I Made Bagiartha dengan Hakim Anggota Made Hermayanti Muliartha dan Pulung Yustiadewi, menunda sidang hingga pekan depan. Sidang akan dilanjutkan pada Kamis (22/6) dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan dari terdakwa maupun penasihat hukumnya.
Adapun Ida Susanti, yang tinggal di Banjar Dinas Desa, Desa Kayu Putih, Kecamatan Banjar, Buleleng, ini didakwa melakukan TPPO. Ia diduga terlibat melakukan eksploitasi terhadap pekerja migran karena menipu korban dengan menjanjikan pekerjaan sebagai terapis spa. Namun, korban justru dijadikan PSK di Sri Lanka.
Terdakwa Ida Susanti bekerja sama dengan seorang pria asal Sri Lanka bernama Muhamad Sheik Hanifa dan seorang perempuan lain bernama Nurhayati alias Rara, dalam merekrut calon pekerja migran. Dua nama terakhir tersebut kini masih dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Terdakwa berperan memberikan pelatihan sebagai terapis terhadap korban berinisial Ni Komang LI, serta membujuk korban agar bersedia bekerja di Sri Lanka. Ia menjanjikan korban bekerja sebagai spa terapis di Hill Top Garden Resort Sri Lanka dengan gaji 500 dolar AS per bulan dan tempatnya resmi.
Bahkan terdakwa sempat mentransfer uang senilai Rp 6,5 juta untuk biaya perlintasan korban melalui Bandara Soekarno Hatta Jakarta.
Pemberangkatan tersebut tenaga kerja tersebut tidak sesuai prosedur. Di Sri Lanka korban justru dipekerjakan di layanan spa yang tidak jelas dan tertutup serta dijaga oleh pihak keamanan. Tempat spa itu juga memberikan layanan seksual.
"Akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan korban mengalami eksploitasi dan ancaman psikis akibat dipekerjakan di tempat spa terapis plus-plus," imbuh Heri Permana.
Sebelum berangkat ke Sri Lanka pada 2 Oktober 2021 lalu, korban sempat menyetor uang sebanyak Rp 21,5 juta dalam empat kali termin pembayaran pada pelaku. Diketahui sebelumnya korban mengikuti pelatihan sebagai terapis spa selama tiga bulan di yayasan lembaga pelatihan kerja milik korban di wilayah Kecamatan Seririt, Buleleng.
Di Sri Lanka, korban dibawa ke rumah berlantai dua dengan penjagaan ketat. Ternyata di sana korban diminta melayani spa plus-plus. Jika menolak, maka korban tak mendapat gaji apalagi bonus. Korban pun menolak hingga disekap selama setahun di rumah tersebut. Korban akhirnya berhasil kabur pada akhir Oktober 2022 dan meminta pertolongan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Sri Lanka. Hingga akhirnya dipulangkan ke Indonesia pada 3 November 2022. 7mzk
1
Komentar