Pondok Literasi Sabih (PLS) Pedawa, Buleleng Rekonstruksi Permainan Tradisional
Ingatkan Generasi Muda Agar Tidak Melupakan Budaya
Permainan tradisional yang direkonstruksi, seperti megebug tingkih, micet, metembing tingkih, mesimbar, metembing karet, metembing pipis bolong dan permainan lompat tradisional.
SINGARAJA, NusaBali
Sebanyak 25 orang anak di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, yang tergabung dalam Pondok Literasi Sabih (PLS), disibukkan dengan kegiatan bermain bersama. Mereka sedang merekonstruksi 7 buah permainan tradisional yang saat ini sudah tidak dimainkan lagi oleh anak-anak.
Proses rekonstruksi permainan tradisional ini dilakukan sejak, Rabu (14/6) sampai Jumat (16/6) sore. Puluhan anak-anak PLS diajarkan dan diajak mempraktekkan langsung cara dan aturan bermain. Mulai dari permainan megebug tingkih, micet, metembing tingkih, mesimbar, metembing karet, metembing pipis bolong dan permainan lompat yang diiringi dengan lagu tradisional.
Pendiri PLS, I Wayan Sadnyana, Sabtu (17/6) menjelaskan ide untuk merekonstruksi permainan tradisional ini, karena saat ini permainan-permainan tersebut habis tergerus perkembangan zaman dan teknologi. Anak-anak era saat ini hampir seluruhnya telah tersihir oleh gadget mereka, yang dapat berdampak persoalan pergaulan sosial di masyarakat.
“Fenomena saat ini anak-anak yang lekat dengan teknologi cenderung bermain secara individual, dalam ruangan dan pasif dalam gerak. Sangat berbeda saat mereka mau memainkan permainan tradisional di luar ruangan. Selain mengasah motorik anak, hubungan sosial juga upaya pelestarian budaya,” ucap Sadnyana.
Dalam proses rekonstruksi permainan tradisional ini, PLS mengupayakan menggali konsep-konsep permainan tradisional. Kemudian dicarikan padanan permainan modern yang saat ini berkembang, sehingga lebih mudah dipahami dan dipelajari. “Ke depannya kami juga akan mengenalkan permainan tradisional ini ke sekolah-sekolah di Pedawa khususnya.
Harapannya permainan tradisional yang sebenarnya menjadi budaya yang harus dibanggakan bisa dimainkan dan lestari kembali di masyarakat,” imbuh Sadnyana yang juga dosen Undiksha Singaraja ini.
Sekadar diketahui, PLS di Desa Pedawa ini berdiri tahun 2018 silam. Komunitas ini awalnya hanya tempat belajar Bahasa Inggris anak-anak Desa Pedawa. Namun lambat laun, peminatnya semakin banyak hingga kini ada puluhan anak yang tergabung dalam PLS.
Saat ini selain program belajar bahasa asing baik Bahasa Inggris dan Jepang, komunitas masyarakat ini juga melakukan penguatan sastra lisan dan bahasa Bali dialek khas Pedawa. Sadnyana dibantu oleh beberapa volunteer menjalankan visi misinya untuk mempertahankan hal-hal yang menyangkut Desa Pedawa. 7 k23
Komentar