Komisi Yudisial Pantau Oknum Hakim di Pemilu
Minta Media dan Masyarakat Bentuk Komunitas Pengawasan
DENPASAR, NusaBali - Pemantauan oknum hakim saat menangani perkara pemilu bukan hanya peran KY saja, tetapi seluruh pihak, termasuk media.
Anggota Komisi Yudisial (KY) Prof Dr Amzulian Rifai mengatakan pihaknya akan memberikan pengawasan maksimal terhadap oknum hakim yang menangani perkara pemilu di tahun politik 2024. KY mendorong media dan masyarakat membentuk komunitas untuk pengawasan dan memantau oknum hakim saat menangani perkara pemilu.
KY juga menjanjikan agar putusan hukum di pengadilan bisa mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga peradilan. Pengawasan oknum-oknum hakim yang ‘masuk angin’ akan diperketat melibatkan masyarakat luas termasuk jajaran media massa.
“Pemantauan oknum hakim saat menangani perkara pemilu bukan hanya peran KY saja, tetapi seluruh pihak, termasuk media. Kami harus mengawasi ribuan hakim di seluruh Indonesia. Saat ini trust (kepercayaan,red) terhadap hakim dan lembaga peradilan sangat rendah. Membangun trust ini memang tantangannya luar biasa,” ujar Amzulian kepada NusaBali di sela-sela acara Public Expose, Pengenalan Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Bali, di Plaza Renon, Niti Mandala Denpasar, Rabu (21/6).
“Media sekarang sangat kritis, sehingga media juga dituntut turut mengawasi oknum-oknum hakim ketika menyidangkan kasus-kasus pemilu di tahun politik 2024. Menjadi langkah pencegahan, dan ini kami upayakan setiap pemilu,” ujar guru besar tidak tetap di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Jawa Barat ini.
Amzulian yang didampingi jajaran anggota PKY Wilayah Bali menekankan, pengawasan terhadap hakim yang terlalu birokratik akan dipotong. “Strategi kita sekarang, akan upayakan sisi pengawasan bersama media, dengan membentuk komunitas pemantau peradilan. Awasi perilaku oknum hakim-hakim. Pemantauan yang birokratik kita akan potong,” ujar akademisi dari Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumatra Selatan ini.
Dia menegaskan, selama ini KY sudah sering menindak tegas oknum hakim. “Data dan jumlahnya saya tidak ingat pasti. Soal oknum masuk angin itu kembali kepada orangnya. Ketika ada pelanggaran kode etik, kita siapkan sanksi, sanksi ringan, sedang dan berat, bahkan kita pecat ada itu. Karena kasusnya masuk dalam majelis kehormatan hakim,” jelas mantan Kepala Ombudsman RI periode 2016-2020 ini.
“Namun, hakim juga sebagai manusia biasa. Punya kekurangan dan kelemahan. Problem kita pada orang. Hakim juga sering di bawah tekanan, ancaman keamanan,” imbuh akademisi yang pernah bekerja di Pengadilan Federal Australia ini.
Di sisi lain, Amzulian mengakui, di Indonesia saat ini banyak kasus hukum yang berulang tahun. Disebutkan, ada satu kasus di MA (Mahkamah Agung) yang putusannya baru turun setelah bertahun-tahun berproses. “Yang mengajukan sudah meninggal. Jadi, kedepan, tunggakan perkara harus diminimalisir. Untuk apa orang banding, kasasi dan PK? Artinya ini ada sesuatu, ada problem pengadilan. Tidak hanya lembaga, tetapi juga pada orangnya. Bagaimana pun bagusnya sistem, kalau orangnya masih nggak beres, nggak selesai itu masalah,” ujarnya.
“Keputusan hakim itu tidak bisa diubah. Hakim adalah wakil Tuhan, sering disebut Yang Mulia. Bagi saya hakim bebas sebebasnya memutus, sepanjang berdasarkan kapasitas, integritas dan ilmu pengetahuan. Mau ditolak mau diterima bagi saya tidak masalah. Jangan memutuskan karena hal-hal lain,” pungkasnya.n nat
Komentar