Bondres 'I Gede Bungsil' Diiringi Angklung
Kesenian bondres yang diiringi karawitan angklung ini nyatanya mampu menghibur masyarakat, bahkan jauh dari kesan sedih.
DENPASAR, NusaBali
Kesenian bondres sarat dengan kelucuan, sementara karawitan angklung biasanya bernada sendu untuk mengiringi prosesi ngaben. Tapi, bagaimana jika keduanya dipadukan? Kolaborasi ini hadir di tengah-tengah penonton pada sepekan pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIX tahun 2017.
Adalah Bondres Sanggar Seni Grongseng Poleng yang coba memadukan dua kesenian ini. Tampil di Kalangan Ayodya Taman Budaya Bali, Minggu (18/6) siang, duta kabupaten Badung itu berhasil mengundang ratusan penonton untuk memenuhi tribun. Bahkan banyak penonton yang rela berdiri saking antusiasnya.
Mengawinkan angklung dengan bondres, yang biasanya diringi dengan gamelan gong kebyar, menurut Ketua Sanggar Seni Grongseng Poleng, I Ketut Wijasa, adalah merupakan tantangan tersendiri dalam berkesenian. Angklung, yang selama ini identik dengan upacara ngaben atau dekat dengan hal-hal yang bersifat kedukaan. Maka, untuk menghilangkan kesan kesedihan itu, menurutnya, gamelan angklung ini harus digunakan sesering mungkin.
“Apalagi ini adalah kesenian inovatif dan untuk hiburan, maka bisa digunakan gambelan jenis apapun. Asalkan bisa berjalan sesuai dengan pakem dan jenis pementasan. Dalam pementasan ini gambelan angklung juga dikolaborasikan dengan alat musik modern,” ungkapnya.
Tidak ada yang tidak mungkin. Kesenian bondres yang diiringi karawitan angklung ini nyatanya mampu menghibur masyarakat, bahkan jauh dari kesan sedih. Banyolan-banyolan segar pun mengiringi tiap aksi para seniman menambah semaraknya suasana.
Pada pementasan kemarin, Sanggar Seni Grongseng Poleng menampilkan cerita I Gede Bungsil. Tema ini merespon tema utama PKB XXXIX yang mengangkat tentang Ulun Danu, melestarikan air sumber kehidupan. Bungsil atau kelapa kecil juga merupakan salah satu sumber air dimana air dari bungsil ini memiliki khasiat sebagai sarana penglukatan atau pembersihan diri, utamanya bagi umat Hindu di Bali. “Bungsil ini berisi air di dalamnya, yang kalau kita umat Hindu Bali sangat disucikan sebagai sarana penyucian diri,” katanya.
Cerita Bungsil ini lantas dikemas melalui perjalanan I Gede Bungsil dalam menghadap seorang wiku (orang berpengetahuan) agar diberikan mendak toya guna mengatasi kekeringan yang terjadi di wilayah Windu Segara. Ketika menghadap tersebutlah dijelaskan kepada I Gede Bungsil tentang pentingnya air dalam menjalani kehidupan di Dunia. “Dalam hal ini, sesuai tema PKB Ulun Danu kita berharap kepada pemerinatah maupun masyarakat bagaimana kita melestarikan alam dan isinya terutama air. Karena tidak alam saja yang butuh air, kita pun butuh air, bahkan dasar tubuh semua air,” tandasnya. *in
Adalah Bondres Sanggar Seni Grongseng Poleng yang coba memadukan dua kesenian ini. Tampil di Kalangan Ayodya Taman Budaya Bali, Minggu (18/6) siang, duta kabupaten Badung itu berhasil mengundang ratusan penonton untuk memenuhi tribun. Bahkan banyak penonton yang rela berdiri saking antusiasnya.
Mengawinkan angklung dengan bondres, yang biasanya diringi dengan gamelan gong kebyar, menurut Ketua Sanggar Seni Grongseng Poleng, I Ketut Wijasa, adalah merupakan tantangan tersendiri dalam berkesenian. Angklung, yang selama ini identik dengan upacara ngaben atau dekat dengan hal-hal yang bersifat kedukaan. Maka, untuk menghilangkan kesan kesedihan itu, menurutnya, gamelan angklung ini harus digunakan sesering mungkin.
“Apalagi ini adalah kesenian inovatif dan untuk hiburan, maka bisa digunakan gambelan jenis apapun. Asalkan bisa berjalan sesuai dengan pakem dan jenis pementasan. Dalam pementasan ini gambelan angklung juga dikolaborasikan dengan alat musik modern,” ungkapnya.
Tidak ada yang tidak mungkin. Kesenian bondres yang diiringi karawitan angklung ini nyatanya mampu menghibur masyarakat, bahkan jauh dari kesan sedih. Banyolan-banyolan segar pun mengiringi tiap aksi para seniman menambah semaraknya suasana.
Pada pementasan kemarin, Sanggar Seni Grongseng Poleng menampilkan cerita I Gede Bungsil. Tema ini merespon tema utama PKB XXXIX yang mengangkat tentang Ulun Danu, melestarikan air sumber kehidupan. Bungsil atau kelapa kecil juga merupakan salah satu sumber air dimana air dari bungsil ini memiliki khasiat sebagai sarana penglukatan atau pembersihan diri, utamanya bagi umat Hindu di Bali. “Bungsil ini berisi air di dalamnya, yang kalau kita umat Hindu Bali sangat disucikan sebagai sarana penyucian diri,” katanya.
Cerita Bungsil ini lantas dikemas melalui perjalanan I Gede Bungsil dalam menghadap seorang wiku (orang berpengetahuan) agar diberikan mendak toya guna mengatasi kekeringan yang terjadi di wilayah Windu Segara. Ketika menghadap tersebutlah dijelaskan kepada I Gede Bungsil tentang pentingnya air dalam menjalani kehidupan di Dunia. “Dalam hal ini, sesuai tema PKB Ulun Danu kita berharap kepada pemerinatah maupun masyarakat bagaimana kita melestarikan alam dan isinya terutama air. Karena tidak alam saja yang butuh air, kita pun butuh air, bahkan dasar tubuh semua air,” tandasnya. *in
1
Komentar