Munculnya Bade Inovatif yang Bisa Berputar, PHDI Bali Ingatkan Pakem
DENPASAR, NusaBali.com – Kemunculan Bade atau Wadah di Desa Soyor, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung yang dibagikan oleh Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta di laman sosial media miliknya, menimbulkan pro kontra di masyarakat.
Pasalnya, Bade atau Wadah yang diposting oleh Bupati Suwirta memiliki tumpeng yang dapat bergerak memutar dan memiliki ornamen tambahan lainnya. Hal ini pun menimbulkan pro dan kontra masyarakat yang memenuhi kolom komentar postingannya.
Yang kontra menilai hal ini berlebihan, sedangkan yang pro berpedoman pada terobosan-terobosan yang juga terjadi pada ogoh-ogoh.
Polemik ini pun mendapat perhatian dari Ketua PHDI Provinsi Bali, I Nyoman Kenak. Ia mengakui jika seiring perkembangan zaman, perlengkapan upacara atau uparengga mengalami perkembangan. Salah satunya Bade atau Wadah inovatif sebagai ruang estetika.
"Tentu ada hal baiknya, bahwa Bade atau Wadah menjadi ruang kreasi bagi seniman maupun undagi Wadah. Mirip seperti ogoh-ogoh, pada awal kemunculannya tahun 1970an, tentu bentuk ogoh-ogoh sangat sederhana. Namun kini berkembang, bahkan sistemnya seperti robot," ungkap Kenak saat dikonfirmasi pada Kamis (6/7/2023) pagi.
Meski zaman sudah semakin berkembang, Kenak berharap kemajuan zaman itu jangan sampai meninggalkan pakem dari uparengga. Ia juga menegaskan, para undagi atau tukang tetap harus memerhatikan Palih Sari, Palih Sancak, Palih Karas, Palih Taman, Palih Batur, Palih Karangasti, Palih Bedawang Nala, dan terakhir atau paling bawah yaitu Palih Bungan Tuwung.
Kenak juga menjelaskan pada suatu upacara, bahkan Bade atau Wadah ada yang memiliki tumpang hingga sebelas. Tak hanya itu, dalam Bade juga memiliki simbol Bedawang Nala yang Wa dalam kata Bedawang Nala itu memiliki arti tanah pertiwi. Sehingga masih menurut dia, kelengkapan tersebut yang membuat Bade itu bisa digunakan untuk upacara.
"Bade itu secara praktik memang tempat mengusung jenazah. Namun setelah disucikan, dia menjadi benda sakral dan memiliki makna niskala yang mendalam dalam Pitra Yadnya. Sebagai kendaraan untuk sang Atma kembali ke alam baka, ditambah adanya burung yang mengantarkan sang Atma. Ini sakral," jelas pria kelahiran 18 Agustus 1968 itu.
Kenak berpesan kepada para undagi Bade tetap menaati uger-uger atau pakem pembuatan Bade, baik ritual pembuatannya hingga bentuk Bade. Sebab, Bade merupakan simbol pengharapan keluarga agar sang Atma bisa mencapai Sunia Loka dengan lancar.
"Semua bentuk alat upacara akan mengalami perubahan ke depan, kita tidak bisa membendung itu. Tinggal kita jaga pakemnya agar tidak melenceng. Saya berharap seluruh unsur-unsur agama dan adat di Bali tetap dilestarikan oleh umat. Hal ini akan membuat Bali tetap dikenal pulau yang memiliki budaya dan berkarakter,” harapnya.*ris
"Tentu ada hal baiknya, bahwa Bade atau Wadah menjadi ruang kreasi bagi seniman maupun undagi Wadah. Mirip seperti ogoh-ogoh, pada awal kemunculannya tahun 1970an, tentu bentuk ogoh-ogoh sangat sederhana. Namun kini berkembang, bahkan sistemnya seperti robot," ungkap Kenak saat dikonfirmasi pada Kamis (6/7/2023) pagi.
Meski zaman sudah semakin berkembang, Kenak berharap kemajuan zaman itu jangan sampai meninggalkan pakem dari uparengga. Ia juga menegaskan, para undagi atau tukang tetap harus memerhatikan Palih Sari, Palih Sancak, Palih Karas, Palih Taman, Palih Batur, Palih Karangasti, Palih Bedawang Nala, dan terakhir atau paling bawah yaitu Palih Bungan Tuwung.
Kenak juga menjelaskan pada suatu upacara, bahkan Bade atau Wadah ada yang memiliki tumpang hingga sebelas. Tak hanya itu, dalam Bade juga memiliki simbol Bedawang Nala yang Wa dalam kata Bedawang Nala itu memiliki arti tanah pertiwi. Sehingga masih menurut dia, kelengkapan tersebut yang membuat Bade itu bisa digunakan untuk upacara.
"Bade itu secara praktik memang tempat mengusung jenazah. Namun setelah disucikan, dia menjadi benda sakral dan memiliki makna niskala yang mendalam dalam Pitra Yadnya. Sebagai kendaraan untuk sang Atma kembali ke alam baka, ditambah adanya burung yang mengantarkan sang Atma. Ini sakral," jelas pria kelahiran 18 Agustus 1968 itu.
Kenak berpesan kepada para undagi Bade tetap menaati uger-uger atau pakem pembuatan Bade, baik ritual pembuatannya hingga bentuk Bade. Sebab, Bade merupakan simbol pengharapan keluarga agar sang Atma bisa mencapai Sunia Loka dengan lancar.
"Semua bentuk alat upacara akan mengalami perubahan ke depan, kita tidak bisa membendung itu. Tinggal kita jaga pakemnya agar tidak melenceng. Saya berharap seluruh unsur-unsur agama dan adat di Bali tetap dilestarikan oleh umat. Hal ini akan membuat Bali tetap dikenal pulau yang memiliki budaya dan berkarakter,” harapnya.*ris
1
Komentar