Berdiri di Atas Subak, Restoran di Jatiluwih Diduga Caplok Lahan Pemkab Tabanan
Bandesa Jatiluwih: Bukan Bangunan Baru
TABANAN, NusaBali.com – Keberadaan restoran di kawasan objek wisata Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, mengundang pertanyaan. Pasalnya restoran yang akan segera dioperasikan ini berdiri di atas saluran subak dan mencaplok lahan pemerintah yang ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia tersebut.
Pada restoran seluas sekitar 100 meter persegi itu, tiang penyangga bangunan restoran ditancapkan di dekat aliran subak atau sistem irigasi yang selama ini terjaga keaslian dan keasriannya.
Kemudian, bangunan restoran juga mencaplok sebagian tanah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan yang telah diserahkan pengelolaannya kepada DTW Jatiluwih. Menurut sumber informasi, tak kurang empat meter lebih lahan pemerintah yang diduga dicaplok investor.
Bandesa Adat Jatiluwih I Wayan Yasa mengakui menyewakan tanah desa kepada investor bernama I Ketut Purna. "Itu keputusan dari (desa) adat. Kan memang (dengan harga ) Rp 3 juta per bulan," kata Yasa kepada awak media, Senin (10/7/2023).
Bandesa Wayan Yasa pun menjelaskan jika sebelumnya di tempat tersebut ada bangunan wantilan, sampai akhirnya diserahkan Pemkab Tabanan untuk dikelola Desa Adat Jatiluwih.
"Setelah itu ada yang ngontrak dengan (Desa) Adat, terus dikontrakkan. Bangunan itu sejak dulu sudah ada. Jadi bukan bangunan baru, tapi direnovasi. Termasuk DTW Jatiluwih sebelum itu wantilan itu sudah terwujud," ujarnya.
Karena itu pihaknya membantah restoran yang akan resmi beroperasi mulai 22 Juli 2023 itu baru dibangun, melainkan sebuah bangunan lama yang dibangun Pemkab Tabanan kemudian direnovasi oleh pihak investor.
Kemudian, soal tiang bangunan restoran yang mendekati saluran subak, Yasa mengatakan pihak investor berjanji akan membongkarnya setelah dicapai kesepakatan dengan pengelola subak.
"Itu kan dia sudah koordinasi dengan (pihak) subak. Nanti itu akan diubah untuk bentuk-bentuk tiang itu, itu yang dari (pihak) subak dalam arti mengajukan keluhan itu, kepada orang yang bersangkutan itu. Akan dibongkar. Tapi itu urusannya (pengelola) subak, bukan (desa) adat," ujarnya.
Yasa juga mengakui ada sekitar empat meter lahan milik Pemkab Tabanan yang digunakan oleh restoran. "Kurang lebih empat meteran, rasanya lewat itu. Wantilan itu sebagai tanah Pemda (Tabanan) sebagian milik (Desa) Adat," ungkapnya.
Sementara, secara terpisah Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Tabanan Anak Agung Ngurah Agung Satria mengatakan, untuk soal itu belum bisa memastikan berapa luas tanah pemerintah yang dipakai investor untuk membangun restoran.
"Saya juga belum tahu ini karena dari BPN belum menetapkan batas," katanya kepada wartawan.
Namun, pihaknya akan meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk turun ke lokasi untuk memastikan batas tanah Pemkab Tabanan dengan tanah Desa Adat Jatiluwih.
"Baru Desa Adat dia bangun, tanah Pemda baru dipakai kantor Jatiluwih. Itu yang dibangun sekarang itu tanah Desa Adat. Makanya maksud saya, nanti ada pengukuran ulang dari BPN," ujarnya.
"Pemda akan kerja sama, jadinya nanti berapa Pemda dapat. Ini batasnya belum pasti, soalnya masih ada penetapan batas ulang ini. Biar ada kepastian, nanti kita mengkomplain batas kita tidak jelas kan tidak berani," imbuhnya.
"Makanya saya turunkan BPN untuk menetapkan batas dulu. Kalau sudah tahu (batasnya), akan gampang membicarakan masalah itu tentang membicarakan kerja sama dan bagi hasil. Begitu saja," pungkas Satria.
1
Komentar