Pungutan Wisman Sudah Diterapkan di Banyak Negara
Peruntukan dan Teknis Pungutan Disorot
Pungutan
Wisatawan Mancanegara
Pemprov Bali
Pariwisata Bali
GIPI Bali
Gabungan Industri Pariwisata Bali
Bali Tourism Board
DENPASAR, NusaBali - Rencana Pemprov Bali memberlakukan pungutan sebesar Rp 150.000 kepada wisatawan mancanegara (Wisman) mendapat dukungan pelaku pariwisata Bali.
Salah satu alasannya negara lain, seperti Thailand, Jepang dan sejumlah negara di Eropa juga sudah memberlakukan pungutan serupa bagi turis asing yang melancong ke negaranya. Namun peruntukan dana yang terkumpul dari hasil pungutan wisman tersebut transparan. Secara teknis tata cara pemungutan juga harus cepat dan mudah, sehingga tidak menyebabkan wisman harus menunggu lama di bandara.
"Prinsipnya seluruh stakeholder sangat mendukung dilaksanakan pungutan untuk pariwisata ini," ujar Chairman Bali Tourism Board / Ketua Gabungan Industri Pariwisata Bali (GIPI Bali), Ida Bagus Agung Partha Adnyana, Jumat (14/7).
Kepada NusaBali, pria yang akrab disapa Gus Agung ini mengatakan retribusi kepada wisman merupakan hal yang sudah biasa dilaksanakan di negara lain. "Retribusi model begini sudah umum di negara lain. Thailand, Jepang dan Eropa sudah menerapkan," ujar pengusaha pariwisata asal Sanur, Denpasar ini. Namun demikian, Gus Agung mengingatkan beberapa hal, seperti transparansi penggunaannya. Terkait ini, dia menawarkan industri pariwisata siap memberi masukkan. "Selain itu tempat dan cara pemungutan tidak membuat wisatawan harus menunggu lama untuk keluar dari airport," katanya.
Dia juga berharap 80 persen dari dana pungutan wisman itu bisa diperuntukkan membiayai kualitas sarana prasarana infrastruktur pendukung pariwisata. Dengan sarana dan prasarana infrastruktur yang baik wisatawan dalam hal ini wisman akan merasa aman dan nyaman berlibur di Bali.
Kemudian dari pungutan tersebut bisa dialokasikan sebagai dana promosi pariwisata yang berkelanjutan dan pengalaman budaya otentik. Terpisah, Managing Director Pasific Holidays DMC, I Nyoman Astama mengatakan perlu dibuatkan petunjuk teknis (juknis) prosedur dan tata cara yang transparan dan efisien untuk pungutan bagi wisman. "Tujuannya agar tidak terjadi penumpukan saat pembayaran," saran praktisi yang bergerak dalam bidang pemasaran pariwisata ini.
Kalau memungkinkan sebaiknya bisa dibantu dan dipungut pada saat wisman beli tiket baik airlines maupun kapal laut/pesiar. Kendati diperkirakan Astama untuk hal ini agak sulit. Kalau tidak bisa, di bandara atau pelabuhan laut mesti ada petugas khusus. Hal yang juga perlu diantisipasi adalah manakala point of entry-nya di luar Bali. "Bagaimana mengontrol wisman yang clearance di luar Bali dan masuk Bali via domestic access?," ujarnya bertanya.
Dia juga menyarankan agar dana pungutan tersebut difokuskan untuk pelestarian lingkungan dan budaya Bali. Tidak untuk pembangunan infrastruktur yang sudah ada alokasi dari APBN dan APBD. Sebelumnya Sekretaris BPC PHRI Badung, Gede Sukarta mengingatkan untuk rencana pungutan sebesar Rp 150.000 per wisman agar dipersiapkan dengan matang."Ini bukan masalah setuju dan tidak setuju. Tetapi lakukan prepare (persiapan) dulu," ujarnya dihubungi terpisah.
Untuk itu Sukarta menyarankan pemerintah mengajak semua stakeholder berembug dan membahasnya. Bagaimana teknis pemungutannya, dipungut di mana, oleh siapa, peruntukan untuk apa, sehingga transparan dan akuntabel. Selain itu Sukarta juga menyampaikan terhadap wisman yang berwisata ke Bali sudah dikenakan PHR 11 persen dan charge service 10 persen. Kata dia, hal itu juga mesti dipertimbangkan. Sehingga misalnya jangan sampai ada kesan pemungutan itu seperti kewajiban Cost Social Responsibity (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan (TJSP). "Atau mungkin besaran PHR-nya yang ditingkatkan. Misalnya dari 11 persen menjadi 13 persen," sarannya menyodorkan alternatif.
Gede Sukarta menyarankan soal kebijakan pungutan bagi wisman juga disampaikan kepada kepala perwakilan RI (kedubes) di berbagai negara, sehingga dipahami. Pemprov Bali mungkin bisa bekerja sama dengan Pemerintah Pusat (Kemenlu). "Sekali lagi bukan masalah setuju dan tidak setuju. Namun harus dengan persiapan yang matang," imbuh Sukarta.
Sebelumnya diberitakan Gubernur Bali, Wayan Koster secara resmi mengajukan Ranperda tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing ke DPRD Bali dalam sidang paripurna DPRD Bali di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Rabu (12/7). Ranperda tersebut diajukan sebagai upaya memberikan pelindungan kepada kebudayaan, lingkungan alam Bali. Jika nantinya Ranperda sudah ditetapkan menjadi Perda dan diundangkan, maka setiap wisman atau turis asing yang datang ke Bali akan dipungut retribusi atau pajak.
Gubernur Koster menyebutkan, Ranperda Pungutan Bagi Wisatawan Asing ini diajukan sebagai tindak lanjut Undang-undang Nomor 15 tahun 2023 tentang Provinsi Bali. "Alam Bali menjadi destinasi utama pariwisata nasional dan dunia memang telah memberikan kontribusi positif bagi Bali sendiri maupun nasional, namun di sisi lain juga menimbulkan dampak negatif yang serius," ujar Koster dalam sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama tersebut. 7 k17
Komentar