Warga Desa Antosari Resah
Proyek Tol Mengwi-Gilimanuk Gabeng
Sertifikat tidak bisa dijadikan agunan karena sudah terblokir. Kalau lama begini, jadinya menghambat kami di masyarakat.
TABANAN, NusaBali
Eksekusi proyek Jalan Tol Mengwi-Gilimanuk hingga kini belaum jelas alias gabeng. Dampaknya, warga di Desa Antosari Kecamatan Selemadeg Barat, resah. Salah satunya, karena sertifikat lahan mereka dikhawatirkan akan lama terblokir. Imbasnya, mereka yang terdampak tidak bisa menggunakan sertifikat itu untuk dijadikan agunan sesuai kebutuhan.
Padahal warga Banjar Gulingan, Desa Antosari, sangat mendukung program pemerintah khususnya proyek tol tersebut. Sehingga mereka merelakan lahan yang dimiliki dijadikan proyek.
Salah seorang warga terdampak, I Nyoman Agus Suriawan sekaligus koordinator warga terdampak mengatakan, warga pada dasarnya sangat mendukung dan setuju program pemerintah membuat jalan tol itu. Namun bila tidak ada kejelasan mereka khawatir sertifikat lahan mereka tidak bisa digunakan untuk dijadikan agunan.
"Kebutuhan setiap orang kan berbeda-beda, ada yang ingin pinjam dana menggunakan sertifikat. Nah, ini sekarang sertifikat tidak bisa dijadikan agunan karena sudah terblokir. Kalau lama begini, jadinya menghambat kami di masyarakat," ujarnya Minggu (16/7).
Terkait hal itu, pihaknya bersama warga terdampak di Banjar Gulingan sudah mengirim surat ke Gubernur Bali dengan tembusan ke Bupati Tabanan, Camat Selemadeg Barat hingga Perbekel Desa Antosari. Ada dua point yang dituliskan warga melalui surat yang sudah dikirim ke Gubernur Bali tersebut.
Poin pertama, jika jalan tol dilanjutkan agar diberikan sebuah kepastian dan tahapan sejelas-jelasnya dan bisa dipertanggung jawabkan agar warga tidak resah menunggu sesuatu yang tidak pasti. Apalagi lahan mereka telah dipasang patok 8 bulan lalu. Serta sudah dilakukan survei terhadap tanaman, bangunan apa saja yang ada. Dan dengan sudah dipatoknya itu warga menjadi canggung mengolah lahan hingga merenovasi rumah di lahan sendiri.
Poin kedua, bila jalan tol batal supaya warga diberikan kejelasan dan patok-patok yang sudah dipasang dicabut supaya warga bisa melakukan langkah selanjutnya. Seperti bercocok tanam mengingat warga di Desa Antosari sebagian besar menggantungkan hidup dari sektor pertanian dan perkebunan. Selain itu supaya bisa merenovasi rumah.
"Surat sudah kami kirim ke Gubernur Bali. Bahkan apabila tidak ada tanggapan kami berencana akan memasang spanduk terkait tol. Sebab hal ini harus pasti jangan sampai kami digantung seperti ini. Terutama yang sertifikat karena sudah ada warga kami dua orang yang tidak bisa menggunakan sebagai agunan padahal itu perlu," beber Suriawan warga Banjar Gulingan Desa Antosari ini.
Dia menyebutkan di Banjar Gulingan warga yang terdampak tol hampir 90 persen. Lahan yang terdampak sebagian besar lahan produktif seperti ladang dan rumah. Termasuk lahan dia sendiri ada 80 are yakni ladang produktif milik kumpinya (orang tua). "Kami ingin pemerintah memastikan ini kalau lama susah nanti," tandas Suriawan.
Terpisah, Perbekel Antosari I Wayan Widhiarta membenarkan keresahan tersebut. Ada tiga banjar di Desa Antosari yang resah yakni Banjar Uma Seko, Banjar Petiles, dan Banjar Gulingan. "Mereka memang beberapa kali datang ke kantor desa menanyakan kejelasan itu. Tapi karena kewenangan untuk menyampaikan hal tersebut bukan di desa. Akhirnya hasil koordinasi dengan pemerintah daerah diputuskan mengirim surat ke Gubernur Bali. Surat dikirim sudah 15 hari lalu kalau tidak salah," akunya.
Dia, menegaskan pada dasarnya warga mereka setuju akan program pemerintah termasuk jalan tol namun diminta jangan terlalu lama. Apalagi lahan mereka telah diukur dan dipatok. Kalau misalnya jalan tol jadi maka ketika mereka bercocok tanam akan rugi. Termasuk tumbuhan dan pohon yang tumbuh di lahan mereka sudah didata. Dan bila mau dijual sekarang otomatis tidak mendapat kompensasi.
"Kemudian permasalahan yang baru ditemui, warga tidak bisa menjadikan sertifikatnya jaminan bank. Intinya warga ini minta kejelasan jawaban. kalau tol jalan ya jalan, kalau tidak ya beri jawaban," kata Widhiarta.
Untuk itu perwakilan masyarakat desa tetap akan menjembatani keresahan tersebut. "Memang sudah sempat kami koordinasi ke pemerintah daerah, namun memang belum mendapat jawaban. Intinya kita akan tetap dampingi koordinasi warga kami," tandasnya.7des
Komentar