Dari Diskusi Publik RUU KY di FH Unud
'Dipreteli', Komisi III Sarankan KY Kerjasama dengan Perguruan Tinggi
Komisi Yudisial
Fakultas Hukum Universitas Udayana
FH Udayana
I Wayan Sudirta
Ombudsman Bali
Peradi Bali
DENPASAR, NusaBali - Komisi Yudisial (KY) menyelenggarakan diskusi publik di Kampus Fakultas Hukum Universitas Udayana (FH Udayana) Denpasar pada Kamis (20/7).
Diskusi bertajuk 'Penguatan Komisi Yudisial melalui Advokasi Perubahan Kedua Rancangan Undang-undang Komisi Yudisial Nomor 22 tahun 2024 dalam Rangka Pengembangan Integritas Hakim 2023' tersebut terungkap kewenangan KY terus mengalami pelemahan.
Hadir dari berbagai kalangan, seperti akademisi dari Fakultas Hukum Unud dan kampus lain di Bali, perwakilan Kanwil Kemenkumham Bali, Pemerintah Provinsi Bali, Ombudsman Bali, Peradi Bali, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan mahasiswa. Diskusi menghadirkan dua narasumber akademisi FH Unud Prof Dr Yohanes Usfunan, SH, MH, dan Anggota Komisi III DPR RI daerah pemilihan Bali, I Wayan Sudirta.
Sudirta dalam paparannya mengatakan kondisi peradilan di Indonesia yang masih carut marut sangat membutuhkan peran KY yang kuat. Dia menyayangkan kewenangan KY yang semakin hari semakin ‘dipreteli’. Terbukti dengan adanya uji materiil terhadap UU Nomor 24 tahun 2004 dengan putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 yang memangkas kewenangan pengawasan KY.
Disamping itu kata Sudirta, kriminilisasi terhadap Ketua KY Suparman Marzuki dan anggota Taufiqurahhman Syahur oleh pelapor Sarfin Rizaldy (hakim tungal pra peradilan Budi Gunawan,red). Termasuk KY tidak diberikan kewenangan melaksanakan seleksi terhadap hakim ad hoc.
Mantan Ketua Tim Panitia Perancang Undang-undang DPD RI ini mengimbau KY harus bergerak proaktif agar kewenangannya tidak akan semakin berkurang. Sudirta mendorong KY untuk membangun opini publik mengenai fungsi penting KY, melakukan kerjasama dengan seluruh perguruan tinggi di Indonesia. "Cepat bikin kerja sama dengan perguruan tinggi. Galang partisipasi dari LSM dan masyarakat serta media,” ujar advokat senior ini.
Sudirta menegaskan, KY dalam fungsinya menegakkan etik kehakiman diharapkan bisa berperan dengan baik. Karena itu KY perlu didukung peraturan perundang-undangan yang mapan untuk memperkuat posisi hukumnya. RUU KY yang sedang diajukan DPR diharapkan memberikan kejelasan yang mana menjadi wilayah kewenangan etik KY.
"Peran KY dalam melakukan pengawasan kekuasaan kehakiman sangat dibutuhkan oleh masyarakat di tengah krisis kepercayaan terhadap lembaga peradilan," tegas politisi asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Karangasem ini.
Sudirta juga menggeber, KY sebenarnya menjadi tumpuan harapan masyarakat memberantas mafia hukum di Indonesia. Pelemahan terhadap KY membuat pengadilan tidak lebih baik.
“Semakin banyak hakim yang ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Bahkan ada Hakim Agung yang ditangkap,” ujar Sudirta dalam keterangan tertulisnya diterima NusaBali, Kamis.
Sementara itu Prof Usfunan menyampaikan wewenang KY justru harus diperkuat lagi mengingat banyak hakim yang ditangkap karena melakukan tindak pidana. Dia menekankan dalam pengajuan RUU KY diperlukan naskah akademik yang komprehensif sehingga memiliki pendasaran yang kuat. "Itu menjadi penting dalam pembuatan undang-undang," ujarnya.
Sementara akademisi FH Unud yang juga mantan hakim Mahkamah Konstitusi Dr I Dewa Gede Palguna, SH MHum, dalam tanggapannya mengatakan KY memiliki peran strategis dalam penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya persoalan etika hukum yang jadi ranah KY merupakan satu hal yang harus ditegakkan jika hukum di Indonesia ingin berjalan baik.
"Norma hukum akan berat jika bekerja sendirian. Sebaik apapun kita membuat norma dan institusi dia tidak akan bisa berbuat banyak ketika etik penyelenggara hukum ini bermasalah," ujar Dewa Palguna.
Sementara Anggota Komisi Yudisial RI/Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Binziad Kadafi mengatakan, pada dasarnya RUU KY mencakup revisi beberapa hal terkait dengan kewenangan KY.
Namun fokusnya terutama adalah pada pemantapan dan penguatan kelembagaan. Dia berharap diskusi publik dapat menampung masukan-masukan yang berharga yang dapat berguna dalam pembahasan RUU di DPR.
"Kami akan selalu berusaha untuk selalu bersinergi dan berkolaborasi dengan Mahkamah Agung dan lembaga peradilan. Karena pada dasarnya apapun yang diupayakan KY tidak akan mencapai hasil yang optimal apabila tidak ditempuh lewat sinergi dan kolaborasi," ujar Kadafi. cr78, nat
Hadir dari berbagai kalangan, seperti akademisi dari Fakultas Hukum Unud dan kampus lain di Bali, perwakilan Kanwil Kemenkumham Bali, Pemerintah Provinsi Bali, Ombudsman Bali, Peradi Bali, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan mahasiswa. Diskusi menghadirkan dua narasumber akademisi FH Unud Prof Dr Yohanes Usfunan, SH, MH, dan Anggota Komisi III DPR RI daerah pemilihan Bali, I Wayan Sudirta.
Sudirta dalam paparannya mengatakan kondisi peradilan di Indonesia yang masih carut marut sangat membutuhkan peran KY yang kuat. Dia menyayangkan kewenangan KY yang semakin hari semakin ‘dipreteli’. Terbukti dengan adanya uji materiil terhadap UU Nomor 24 tahun 2004 dengan putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 yang memangkas kewenangan pengawasan KY.
Disamping itu kata Sudirta, kriminilisasi terhadap Ketua KY Suparman Marzuki dan anggota Taufiqurahhman Syahur oleh pelapor Sarfin Rizaldy (hakim tungal pra peradilan Budi Gunawan,red). Termasuk KY tidak diberikan kewenangan melaksanakan seleksi terhadap hakim ad hoc.
Mantan Ketua Tim Panitia Perancang Undang-undang DPD RI ini mengimbau KY harus bergerak proaktif agar kewenangannya tidak akan semakin berkurang. Sudirta mendorong KY untuk membangun opini publik mengenai fungsi penting KY, melakukan kerjasama dengan seluruh perguruan tinggi di Indonesia. "Cepat bikin kerja sama dengan perguruan tinggi. Galang partisipasi dari LSM dan masyarakat serta media,” ujar advokat senior ini.
Sudirta menegaskan, KY dalam fungsinya menegakkan etik kehakiman diharapkan bisa berperan dengan baik. Karena itu KY perlu didukung peraturan perundang-undangan yang mapan untuk memperkuat posisi hukumnya. RUU KY yang sedang diajukan DPR diharapkan memberikan kejelasan yang mana menjadi wilayah kewenangan etik KY.
"Peran KY dalam melakukan pengawasan kekuasaan kehakiman sangat dibutuhkan oleh masyarakat di tengah krisis kepercayaan terhadap lembaga peradilan," tegas politisi asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Karangasem ini.
Sudirta juga menggeber, KY sebenarnya menjadi tumpuan harapan masyarakat memberantas mafia hukum di Indonesia. Pelemahan terhadap KY membuat pengadilan tidak lebih baik.
“Semakin banyak hakim yang ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Bahkan ada Hakim Agung yang ditangkap,” ujar Sudirta dalam keterangan tertulisnya diterima NusaBali, Kamis.
Sementara itu Prof Usfunan menyampaikan wewenang KY justru harus diperkuat lagi mengingat banyak hakim yang ditangkap karena melakukan tindak pidana. Dia menekankan dalam pengajuan RUU KY diperlukan naskah akademik yang komprehensif sehingga memiliki pendasaran yang kuat. "Itu menjadi penting dalam pembuatan undang-undang," ujarnya.
Sementara akademisi FH Unud yang juga mantan hakim Mahkamah Konstitusi Dr I Dewa Gede Palguna, SH MHum, dalam tanggapannya mengatakan KY memiliki peran strategis dalam penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya persoalan etika hukum yang jadi ranah KY merupakan satu hal yang harus ditegakkan jika hukum di Indonesia ingin berjalan baik.
"Norma hukum akan berat jika bekerja sendirian. Sebaik apapun kita membuat norma dan institusi dia tidak akan bisa berbuat banyak ketika etik penyelenggara hukum ini bermasalah," ujar Dewa Palguna.
Sementara Anggota Komisi Yudisial RI/Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Binziad Kadafi mengatakan, pada dasarnya RUU KY mencakup revisi beberapa hal terkait dengan kewenangan KY.
Namun fokusnya terutama adalah pada pemantapan dan penguatan kelembagaan. Dia berharap diskusi publik dapat menampung masukan-masukan yang berharga yang dapat berguna dalam pembahasan RUU di DPR.
"Kami akan selalu berusaha untuk selalu bersinergi dan berkolaborasi dengan Mahkamah Agung dan lembaga peradilan. Karena pada dasarnya apapun yang diupayakan KY tidak akan mencapai hasil yang optimal apabila tidak ditempuh lewat sinergi dan kolaborasi," ujar Kadafi. cr78, nat
Komentar