17 Anak Berhadapan dengan Hukum
Dinas P2KBP3A Buleleng Lakukan Pendampingan
SINGARAJA, NusaBali - Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Buleleng mencatat ada sebanyak 17 kasus anak berhadapan dengan hukum dalam satu semester pertama tahun 2023 ini.
Dinas P2KBP3A terus melakukan pendampingan anak-anak yang berhadapan dengan hukum.
Kepala Dinas P2KBP3A Buleleng, I Nyoman Riang Pustaka mengatakan, dari 17 kasus anak berhadapan dengan hukum ini didominasi kasus kekerasan seksual dengan jumlah 10 kasus. Sedangkan 7 sisanya merupakan kasus lain seperti penganiayaan hingga pencurian.
Menurutnya, jumlah kasus hingga Juli ini cenderung menurun dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 2023 sebelumnya yang mencapai 50. "Tahun lalu satu tahun 50 kasus. Pertengahan tahun ini belum sampai 20, jika diakumulasikan 1 tahun tidak alami kenaikan, cenderung turun. Namun bisa dibilang masih tinggi," ujarnya, Senin (24/7).
Kata Riang Pustaka, perlu upaya bersama, agar kasus dengan korban anak maupun perempuan terus berkurang. Pihaknya pun terus melakukan pendampingan terhadap anak-anak korban kekerasan seksual, maupun anak-anak yang berhadapan dengan hukum karena menjadi pelaku kejahatan.
Pendampingan itu dilakukan salah satunya terhadap remaja umur 15 tahun korban pemerkosaan oleh tetangganya sendiri hingga hamil di Kecamatan Banjar. Saat ini, korban menjalani sesi terapi rawat jalan dengan psikolog untuk memulihkan kondisi psikisnya. "Kondisinya perlu pendampingan, ada trauma. Kalau sudah stabil dicukupkan pendampingan, dari rekomendasi psikolog," jelasnya.
Menurut Riang Pustaka, keputusan memindahkan korban ke tempat khusus mengingat pelaku pemerkosa korban adalah tetangganya sendiri, perlu pertimbangan psikolog. Nantinya psikolog yang akan mengevaluasi berdasarkan sesi terapi dengan korban. "Kalau korban minta dibawa ke tempat khusus, baru kerja sama dengan panti asuhan," kata dia.
Selain didampingi psikolog, korban yang tengah hamil juga didampingi dengan petugas kesehatan dari Fasilitas Kesehatan (Faskes) terdekat. Bidan desa rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dan kandungan korban. Pasalnya, kehamilan di usia remaja, termasuk kehamilan dengan risiko tinggi seperti keguguran hingga bayi lahir prematur. Karena dari segi usia, alat reproduksi dan mental belum siap.
Pihaknya tak bisa memastikan apakah nanti korban akan dinikahkan dengan pelaku buntut korban berbadan dua akibat perbuatan pelaku. Nantinya, pihak keluarga yang akan memutuskan. Psikolog pendamping juga akan memberikan rekomendasi. Jika korban dinikahkan dengan pelaku yang memperkosanya bisa jadi menimbulkan trauma yang mendalam.
"Sementara jika dilahirkan dengan tidak punya ayah juga risiko. Analisa psikolog, korban belum bisa memutuskan yang tepat, juga karena kondisinya belum stabil. Kalau sudah stabil akan didiskusikan dengan pihak keluarga," ucap Riang Pustaka. 7mzk
Kepala Dinas P2KBP3A Buleleng, I Nyoman Riang Pustaka mengatakan, dari 17 kasus anak berhadapan dengan hukum ini didominasi kasus kekerasan seksual dengan jumlah 10 kasus. Sedangkan 7 sisanya merupakan kasus lain seperti penganiayaan hingga pencurian.
Menurutnya, jumlah kasus hingga Juli ini cenderung menurun dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 2023 sebelumnya yang mencapai 50. "Tahun lalu satu tahun 50 kasus. Pertengahan tahun ini belum sampai 20, jika diakumulasikan 1 tahun tidak alami kenaikan, cenderung turun. Namun bisa dibilang masih tinggi," ujarnya, Senin (24/7).
Kata Riang Pustaka, perlu upaya bersama, agar kasus dengan korban anak maupun perempuan terus berkurang. Pihaknya pun terus melakukan pendampingan terhadap anak-anak korban kekerasan seksual, maupun anak-anak yang berhadapan dengan hukum karena menjadi pelaku kejahatan.
Pendampingan itu dilakukan salah satunya terhadap remaja umur 15 tahun korban pemerkosaan oleh tetangganya sendiri hingga hamil di Kecamatan Banjar. Saat ini, korban menjalani sesi terapi rawat jalan dengan psikolog untuk memulihkan kondisi psikisnya. "Kondisinya perlu pendampingan, ada trauma. Kalau sudah stabil dicukupkan pendampingan, dari rekomendasi psikolog," jelasnya.
Menurut Riang Pustaka, keputusan memindahkan korban ke tempat khusus mengingat pelaku pemerkosa korban adalah tetangganya sendiri, perlu pertimbangan psikolog. Nantinya psikolog yang akan mengevaluasi berdasarkan sesi terapi dengan korban. "Kalau korban minta dibawa ke tempat khusus, baru kerja sama dengan panti asuhan," kata dia.
Selain didampingi psikolog, korban yang tengah hamil juga didampingi dengan petugas kesehatan dari Fasilitas Kesehatan (Faskes) terdekat. Bidan desa rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dan kandungan korban. Pasalnya, kehamilan di usia remaja, termasuk kehamilan dengan risiko tinggi seperti keguguran hingga bayi lahir prematur. Karena dari segi usia, alat reproduksi dan mental belum siap.
Pihaknya tak bisa memastikan apakah nanti korban akan dinikahkan dengan pelaku buntut korban berbadan dua akibat perbuatan pelaku. Nantinya, pihak keluarga yang akan memutuskan. Psikolog pendamping juga akan memberikan rekomendasi. Jika korban dinikahkan dengan pelaku yang memperkosanya bisa jadi menimbulkan trauma yang mendalam.
"Sementara jika dilahirkan dengan tidak punya ayah juga risiko. Analisa psikolog, korban belum bisa memutuskan yang tepat, juga karena kondisinya belum stabil. Kalau sudah stabil akan didiskusikan dengan pihak keluarga," ucap Riang Pustaka. 7mzk
1
Komentar