Bioskop Berbisik Sukses Sampaikan Pesan ke Penyandang Disabilitas
Media Movement
Disabilitas
Bioskop Berbisik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Udayana
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Udayana (Unud) bersama Estmovie dalam acara Media Movement sukses menggelar bioskop berbisik yang dipertontonkan di hadapan puluhan penyandang disabilitas baik tuna rungu dan tuna netra di Taman Jepun, Jalan Hayam Wuruk, Denpasar, Kamis (22/6) malam.
DENPASAR, NusaBali
Meski dalam keterbatasan, para penyandang disabilitas ini puas menikmati film berjudul ‘Lambang Kunci G’ yang menceritakan tentang komunikasi antara suami istri yang penyandang disabilitas. Sahabat tuna netra mendengarkan dengan seksama suara para pemain di dalamnya. Sejumlah relawan membisikkan adegan dalam film tersebut kepada teman-teman tuna netra yang ikut menonton pemutaran film itu. Sedangkan yang tuna rungu memahami jalan cerita melalui teks yang diselipkan dalam cerita itu, sembari dibantu oleh penerjemah.
Film ‘Lambang Kunci G’ karya sutradara Erick Est, diproduksi khusus untuk kegiatan Media Movement ini mengisahkan tentang pasangan suami istri Suara dan Nada. Suara merupakan seorang pianis yang tuli dan Nada adalah seorang guru musik yang buta. Dalam film ini dikisahkan bagaimana Suara dan Nada bertemu sampai menikah, hingga akhirnya muncul konflik akibat keterbatasan yang mereka alami.
Video tersebut berdurasi kurang dari 10 menit. Meski terbilang pendek, namun film itu sarat akan makna bagaimana komunikasi dan pergerakan media dapat berpengaruh pada kehidupan manusia. Film ini dianggap memiliki banyak komponen yang berfungsi sebagai media yang dapat menyampaikan informasi dan pesan. Diantaranya adalah komponen audio dan komponen visual.
Sebelum film tersebut diputar, Sutradara film Erick Est mengatakan, dirinya yang juga berperan sebagai Suara, penyandang tuna rungu dalam film itu mencoba merasakan menjadi tuli, sehingga dia menemukan sosok tuli yang digambarkan dalam film tersebut. “Untuk mencoba menjadi tuli, sound agak saya gedein, terus saya bikin effect yang tiba-tiba hening yang sengaja dibuat begitu. Bagaimana sih menjadi seorang tuli yang tidak mendengar apa-apa,” ungkapnya.
Sebenarnya, menurut Erict Est, naskah script tentang cerita ini sangat menarik. Namun sayang, karena waktu dan kendala lainnya, pemutaran bioskop berbisik ini hanya berdurasi sekitar sembilan menit. Dia berniat menjadikannya film yang panjang. “Ya, saya berharap film ini bisa berbicara dan mengedukasi. Bahwa permalahan ada di sekitar kita, dan buat apa kita bicara soal yang jauh-jauh,” katanya.
Sementara musisi yang ikut terlibat dalam film tersebut, Erik Sondhy mengatakan, film ini sarat dengan pesan dan memiliki nilai seni. “Ini adalah art film, sarat dengan pesan, makna dan pembelajaran. Saya bersyukur dapat terlibat dalam film ini, idenya sangat luar biasa,” ungkap musisi Jazz berjuluk Magic Fingers tersebut.
Konsep bioskop berbisik merupakan project perdana yang dilakukan oleh Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unud bersama Estmovie untuk merespons pergerakan media yang berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia.
Project Director Media Movement, Najma Ayu Tania menjelaskan, Media Movement dengan tema ‘Deliver the Message’ merupakan suatu kegiatan campaign yang dikemas dalam suatu acara dengan berbagai segmen kegiatan seperti pembuatan dan pemutaran film, festival buku Braille dan penampilan kesenian yang ditampilkan oleh teman-teman yang mengalami keterbatasan fisik. “Dengan memanfaatkan berbagai bentuk media maka keterbatasan dalam penggunaan indera bukanlah sebuah penghalang. Dengan adanya media, keterbatasan bukanlah suatu akhir kisah khususnya bagi mereka. Ini yang kami maksud pergerakan media,” terangnya.
Tidak hanya menggelar bioskop berbisik, kegiatan juga diramaikan dengan penampilan Teater Kini Berseri dan Vaha band yang digawangi Erik Sondhy, Rheta Aretha (vokal/perkusi), Arie Kurniawan (saksofon), Andro Yopi (bass/back up vokal), Oscar Govan (vokal gitar/back up), Nurul Khatulistiwa (perkusi) dan Ell Jeremy (drum). Bahkan, sebelum acara sejumlah penyandang disabilitas juga diberikan kesempatan menunjukkan kemampuannya. Diantaranya anak-anak tuna rungu dari Sanggar Sandhi Muni Kumara menarikan beberapa tari Bali, dan sejumlah penyandang tuna netra dari Yayasan Driaraba unjuk kebolehan menyanyi. 7 in
1
Komentar