DPRD Minta Klarifikasi BKSDA dan Investor
Tindaklanjuti Aspirasi Warga Kintamani
BANGLI, NusaBali - Jajaran DPRD Bangli menggelar pertemuan dengan pihak Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali dan investor PT Tanaya Pesona Batur, di kantor DPRD setempat, Selasa (25/7).
Pertemuan ini guna menindaklanjuti aspirasi warga yang menolak pembangunan resort di areal Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Batur Kintamani.
Pertemuan dipimpin Ketua DPRD Bangli I Ketut Suastika, dihadiri Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Bangli I Wayan Sugiarta, Plt Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Jetet Hebron, dan Kabag Hukum Setda Bangli Ni Komang Purnama.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Bali Sulistyo Widodo menyampaikan, sesuai sejarahnya kawasan hutan di Gunung Batur Bukit Payang ditunjuk sebagai Kawasan Hutan. Hal ini berdasarkan Keputusan Dewan Raja Raja Nomor 28 Sub B.c.3 dan 4 tanggal 29 Mei 1927. Kemudian pada 9 Agustus 1933, dilakukan pemancangan batas. Pada 15 Desember 1933 dilakukan pengukuhan batas dan disahkan oleh Inspektur Kehutanan pada 19 Maret 1934 di Bogor.
Berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), lanjut dia, kawasan HW Gunung Batur Bukit Payang berfungsi sebagai Hutan Wisata pada tahun 1982 seluas 2.075 hektare. "Sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.204/Menhut-IIW2014 Kelompok Hutan Gunung Batur Bukit Payang (RTK.7) di Kabupaten Bangli Provinsi Bali, ditetapkan sebagai kawasan Taman Wisata Alam seluas 2.075 hektar dan kawasan Hutan Produksi Terbatas seluas 453 hektar tepatnya ada tanggal 3 Maret 2014," ungkapnya.
Sulistyo Widodo mengatakan tujuan utama dari status TWA ini adalah kawasan pelestarian alam yang difokuskan untuk kepentingan wisata. Salah satunya dengan membuka investasi sesuai dengan P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019.
Terkait pihak PT Tanaya Pesona Batur yang akan berinvestasi di wilayah tersebut, Sulistyo Widodo mengatakan perusahaan tersebut telah mengajukan dan melengkapi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan, sesuai regulasi. Pihak telah berpesan kepada perusahaan itu untuk memikirkan masyarakat sekitar melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. "Itu memang kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, terkait dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan," terangnya.
Menyambung penjelasan Sulistyo Widodo, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Kintamani, Balai KSDA Bali, Made Budi Adnyana Putra menerangkan, secara aturan masyarakat boleh memanfaatkan kawasan konservasi secara terbatas. Namun tidak dibolehkan menduduki kawasan hutan.
"Karena ada keterlanjuran dan karena ada PT yang mengajukan permohonan izin di ruang usaha yang sudah ditetapkan dalam dokumen pengelolaan, kami selaku pengelola menyarankan untuk mengakomodir kepentingan masyarakat yang ada di situ. Salah satunya, lahan pertanian yang menyebar agar dijadikan satu hamparan," tegasnya.
Direktur PT Tanaya Pesona Batur Ida Bagus Putu Agastya menyampaikan bahwa, sesuai izin yang diterbitkan total luas 85,66 hektare. Dari izin 85,66 hektare hanya 10 persen yang bisa dimanfaatkan untuk sarana usaha. Sedangkan sisanya tidak boleh dibangun, wajib dijaga, dan dipertanggungjawabkan oleh pemegang izin.
Jelas dia, lahan 85,66 hektare lokasinya terbagi di beberapa titik, salah satu lahan seluas 22 hektare. Lokasi/titik ini yang dibangun. "Pembangunan dilaksanakan secara bertahap, yang mana progres pertama yang akan dibangun berlokasi di lahan seluas 22 hektare yang ditempati masyarakat," sebutnya.
Lahan tersebut akan dibangun eco park. Bentuknya, kolam renang, amphitheater sebagai pergelaran seni, dan sarana pendukung lainnya, seperti loby dan restoran. "Kalau secara keseluruhan sampai selesai, mudah-mudahan dua tahun lagi selesai. Sesuai dengan site plan," katanya.
Kata Ida Bagus Agastya, sesuai data BKSDA lahan pertanian di kawasan konservasi digarap oleh 47 KK. Untuk pengembangan kawasan tersebut, pihaknya mengaku sudah melakukan sosialisasi dengan masyarakat. Dari jumlah tersebut, 85 persen sudah setuju dan mendatangani perjanjian kerja sama (PKS).
Pihaknya akan menyiapkan lahan pertanian yang baru untuk warga. Lokasi pembuatan lahan pertanian berada di lahan seluas 22 hektare itu. "Dulu lahan pertanian kan mencar-mencar, sekarang kami kelompokkan menjadi satu kawasan. Untuk luasan lahan masing-masing warga, kami sesuaikan dengan kondisi lahan di lapangan," terangnya.
Dalam pembangunan eco park, Bagus Agastya menegaskan pihaknya memprioritaskan penyiapan lahan pertanian untuk warga. Upaya ini sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat. Disinggung terkait permukiman, pihaknya dalam hal ini tidak merelokasi pemukiman warga. Sebab, sesuai aturannya kawasan konservasi tidak diperuntukkan sebagai pemukiman. "Tapi, kami akan membuat sarana UMKM untuk masyarakat yang terdampak. Begitu pun masyarakat tersebut kami prioritaskan sebagai tenaga kerja," tegasnya.
Terkait permintaan masyarakat agar dilakukan penghentian sementara pekerjaan alat berat sampai ada kesepakatan, Ida Bagus Agastya menegaskan tetap akan melanjutkan pekerjaan. Sebab apa yang dikerjakan saat ini adalah menyiapkan lahan pertanian tanpa mengganggu pekerjaan petani.
Pertemuan dipimpin Ketua DPRD Bangli I Ketut Suastika, dihadiri Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Bangli I Wayan Sugiarta, Plt Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Jetet Hebron, dan Kabag Hukum Setda Bangli Ni Komang Purnama.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Bali Sulistyo Widodo menyampaikan, sesuai sejarahnya kawasan hutan di Gunung Batur Bukit Payang ditunjuk sebagai Kawasan Hutan. Hal ini berdasarkan Keputusan Dewan Raja Raja Nomor 28 Sub B.c.3 dan 4 tanggal 29 Mei 1927. Kemudian pada 9 Agustus 1933, dilakukan pemancangan batas. Pada 15 Desember 1933 dilakukan pengukuhan batas dan disahkan oleh Inspektur Kehutanan pada 19 Maret 1934 di Bogor.
Berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), lanjut dia, kawasan HW Gunung Batur Bukit Payang berfungsi sebagai Hutan Wisata pada tahun 1982 seluas 2.075 hektare. "Sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.204/Menhut-IIW2014 Kelompok Hutan Gunung Batur Bukit Payang (RTK.7) di Kabupaten Bangli Provinsi Bali, ditetapkan sebagai kawasan Taman Wisata Alam seluas 2.075 hektar dan kawasan Hutan Produksi Terbatas seluas 453 hektar tepatnya ada tanggal 3 Maret 2014," ungkapnya.
Sulistyo Widodo mengatakan tujuan utama dari status TWA ini adalah kawasan pelestarian alam yang difokuskan untuk kepentingan wisata. Salah satunya dengan membuka investasi sesuai dengan P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019.
Terkait pihak PT Tanaya Pesona Batur yang akan berinvestasi di wilayah tersebut, Sulistyo Widodo mengatakan perusahaan tersebut telah mengajukan dan melengkapi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan, sesuai regulasi. Pihak telah berpesan kepada perusahaan itu untuk memikirkan masyarakat sekitar melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. "Itu memang kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, terkait dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan," terangnya.
Menyambung penjelasan Sulistyo Widodo, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Kintamani, Balai KSDA Bali, Made Budi Adnyana Putra menerangkan, secara aturan masyarakat boleh memanfaatkan kawasan konservasi secara terbatas. Namun tidak dibolehkan menduduki kawasan hutan.
"Karena ada keterlanjuran dan karena ada PT yang mengajukan permohonan izin di ruang usaha yang sudah ditetapkan dalam dokumen pengelolaan, kami selaku pengelola menyarankan untuk mengakomodir kepentingan masyarakat yang ada di situ. Salah satunya, lahan pertanian yang menyebar agar dijadikan satu hamparan," tegasnya.
Direktur PT Tanaya Pesona Batur Ida Bagus Putu Agastya menyampaikan bahwa, sesuai izin yang diterbitkan total luas 85,66 hektare. Dari izin 85,66 hektare hanya 10 persen yang bisa dimanfaatkan untuk sarana usaha. Sedangkan sisanya tidak boleh dibangun, wajib dijaga, dan dipertanggungjawabkan oleh pemegang izin.
Jelas dia, lahan 85,66 hektare lokasinya terbagi di beberapa titik, salah satu lahan seluas 22 hektare. Lokasi/titik ini yang dibangun. "Pembangunan dilaksanakan secara bertahap, yang mana progres pertama yang akan dibangun berlokasi di lahan seluas 22 hektare yang ditempati masyarakat," sebutnya.
Lahan tersebut akan dibangun eco park. Bentuknya, kolam renang, amphitheater sebagai pergelaran seni, dan sarana pendukung lainnya, seperti loby dan restoran. "Kalau secara keseluruhan sampai selesai, mudah-mudahan dua tahun lagi selesai. Sesuai dengan site plan," katanya.
Kata Ida Bagus Agastya, sesuai data BKSDA lahan pertanian di kawasan konservasi digarap oleh 47 KK. Untuk pengembangan kawasan tersebut, pihaknya mengaku sudah melakukan sosialisasi dengan masyarakat. Dari jumlah tersebut, 85 persen sudah setuju dan mendatangani perjanjian kerja sama (PKS).
Pihaknya akan menyiapkan lahan pertanian yang baru untuk warga. Lokasi pembuatan lahan pertanian berada di lahan seluas 22 hektare itu. "Dulu lahan pertanian kan mencar-mencar, sekarang kami kelompokkan menjadi satu kawasan. Untuk luasan lahan masing-masing warga, kami sesuaikan dengan kondisi lahan di lapangan," terangnya.
Dalam pembangunan eco park, Bagus Agastya menegaskan pihaknya memprioritaskan penyiapan lahan pertanian untuk warga. Upaya ini sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat. Disinggung terkait permukiman, pihaknya dalam hal ini tidak merelokasi pemukiman warga. Sebab, sesuai aturannya kawasan konservasi tidak diperuntukkan sebagai pemukiman. "Tapi, kami akan membuat sarana UMKM untuk masyarakat yang terdampak. Begitu pun masyarakat tersebut kami prioritaskan sebagai tenaga kerja," tegasnya.
Terkait permintaan masyarakat agar dilakukan penghentian sementara pekerjaan alat berat sampai ada kesepakatan, Ida Bagus Agastya menegaskan tetap akan melanjutkan pekerjaan. Sebab apa yang dikerjakan saat ini adalah menyiapkan lahan pertanian tanpa mengganggu pekerjaan petani.
Setelah lahannya jadi, selanjutnya kami akan meminta mereka pindah ke lahan pertanian baru. Namun demikian pihaknya akan memindahkan setelah mereka panen kali. Di wilayah sekitar ada pertanian kol, bawang dan cabai. "Nantinya kami akan mengedukasi mereka juga agar menjadi eco wisata," ucapnya.
Soal adanya kerusakan aset warga pasca penurunan alat berat, salah satunya berupa pipa, pihaknya mengaku, sudah langsung dilakukan penggantian pipa. Bahkan sebelum alat berat turun, pipa sudah disiapkan sebagai antisipasi.
Ketua DPRD Bangli I Ketut Suastika menyampaikan, DPRD Bangli kembali akan menjadwalkan pertemuan selanjutnya pada pekan depan. "Kami akan menghadirkan seluruh pihak terkait, baik dari masyarakat, BKSDA, hingga PT TPB. Pada pertemuan selanjutnya kami harapkan ada titik temu," ungkap politisi PDIP ini.7esa
Soal adanya kerusakan aset warga pasca penurunan alat berat, salah satunya berupa pipa, pihaknya mengaku, sudah langsung dilakukan penggantian pipa. Bahkan sebelum alat berat turun, pipa sudah disiapkan sebagai antisipasi.
Ketua DPRD Bangli I Ketut Suastika menyampaikan, DPRD Bangli kembali akan menjadwalkan pertemuan selanjutnya pada pekan depan. "Kami akan menghadirkan seluruh pihak terkait, baik dari masyarakat, BKSDA, hingga PT TPB. Pada pertemuan selanjutnya kami harapkan ada titik temu," ungkap politisi PDIP ini.7esa
1
Komentar