Wacana Tunda Pilkada Rontok
Kalau Mau Menunda, Revisi Undang-undang Dulu
Pengamat politik Siti Zuhro menilai, munculnya wacana penundaan Pilkada menambah ketidakpastian baru. Apalagi, diucapkan oleh orang-orang yang tidak tepat seperti penyelenggara Pemilu
JAKARTA, NusaBali
Wacana penundaan Pilkada Serentak November 2024 rontok. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustafa mengatakan, Pilkada 2024 akan tetap berlangsung sesuai jadwal yang telah ditentukan yakni pada 27 November 2024 mendatang.
Hal itu dibeber Saan secara virtual dalam Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Polemik Penundaan Pilkada 2024’ di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (25/7). "Saya tegaskan, di DPR RI khususnya di Komisi II belum ada yang namanya wacana atau pembicaraan baik secara resmi maupun tidak resmi, terkait dengan soal penundaan atau memajukan Pilkada. Sesuai dengan Undang-undang (UU) Pilkada, Pilkada itu tetap dilakukan pada bulan November 2024," ujar Saan.
Bahkan, kata dia, hasil kesepakatan antara Komisi II DPR RI, pemerintah yang diwakili oleh Mendagri dan KPU, Bawaslu dan DKPP, bukan hanya bulan yang di tetapkan oleh UU Pilkada. Melainkan juga tanggalnya sudah ditetapkan yakni 27 November. "Jadi 27 November, tahun 2024 itu dilakukan Pilkada secara serentak nasional," tegas Saan.
Terkait yang disampaikan oleh Penyelenggara Pemilu baik KPU maupun Bawaslu mengenai penundaan Pilkada, lanjut Saan, mereka adalah pelaksana UU. Bila UU berbunyi bulan November, maka selama tidak ada perubahan UU itu harus dijalankan. “Oleh karena itu, mereka (KPU dan Bawaslu) tidak perlu mewacanakan memajukan atau memundurkan Pilkada,” ujar Saan.
Sebab, apa yang diwacanakan itu membuat suasana menjadi tidak pasti. Apalagi, tahun 2024 beban politik tidak hanya berada di tangan Penyelenggara Pemilu saja. Melainkan juga berada di partai politik. Lantaran partai politik harus menyiapkan diri untuk Pemilu Serentak Nasional baik Pilpres (Pemilihan Presiden) maupun Pileg (Pemilihan Legislatif) di pusat, provinsi, kabupaten dan kota.
Wacana penundaan Pilkada Serentak November 2024 rontok. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustafa mengatakan, Pilkada 2024 akan tetap berlangsung sesuai jadwal yang telah ditentukan yakni pada 27 November 2024 mendatang.
Hal itu dibeber Saan secara virtual dalam Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Polemik Penundaan Pilkada 2024’ di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (25/7). "Saya tegaskan, di DPR RI khususnya di Komisi II belum ada yang namanya wacana atau pembicaraan baik secara resmi maupun tidak resmi, terkait dengan soal penundaan atau memajukan Pilkada. Sesuai dengan Undang-undang (UU) Pilkada, Pilkada itu tetap dilakukan pada bulan November 2024," ujar Saan.
Bahkan, kata dia, hasil kesepakatan antara Komisi II DPR RI, pemerintah yang diwakili oleh Mendagri dan KPU, Bawaslu dan DKPP, bukan hanya bulan yang di tetapkan oleh UU Pilkada. Melainkan juga tanggalnya sudah ditetapkan yakni 27 November. "Jadi 27 November, tahun 2024 itu dilakukan Pilkada secara serentak nasional," tegas Saan.
Terkait yang disampaikan oleh Penyelenggara Pemilu baik KPU maupun Bawaslu mengenai penundaan Pilkada, lanjut Saan, mereka adalah pelaksana UU. Bila UU berbunyi bulan November, maka selama tidak ada perubahan UU itu harus dijalankan. “Oleh karena itu, mereka (KPU dan Bawaslu) tidak perlu mewacanakan memajukan atau memundurkan Pilkada,” ujar Saan.
Sebab, apa yang diwacanakan itu membuat suasana menjadi tidak pasti. Apalagi, tahun 2024 beban politik tidak hanya berada di tangan Penyelenggara Pemilu saja. Melainkan juga berada di partai politik. Lantaran partai politik harus menyiapkan diri untuk Pemilu Serentak Nasional baik Pilpres (Pemilihan Presiden) maupun Pileg (Pemilihan Legislatif) di pusat, provinsi, kabupaten dan kota.
Foto: Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustafa menyampaikan tidak ada penundaan Pilkada secara virtual, Selasa (25/7). -NOPIYANTI
"Kedua, di saat yang sama partai politik juga harus menyiapkan calon-calon untuk kepala daerah di 38 provinsi dan 500 lebih kabupaten dan kota. Kalau Penyelenggara Pemilu berwacana penundaan, pasti membuat suasana menjadi tidak pasti dan menimbulkan kegaduhan politik," papar politisi dari Fraksi NasDem ini.
Selain itu, wacana penundaan Pilkada membuat ketidakpastian. Padahal, kata Saan, sebagai Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu adalah pelaksana UU, sehingga hal itu bukan ranah mereka. “Memajukan dan mengundurkam Pilkada adalah ranah pembuat UU. Dalam hal ini adalah DPR dan pemerintah,” ujarnya.
Kata Saan, DPR dan pemerintah tidak pernah berwacana, beropini maupun meminta untuk memajukan atau memundurkan Pilkada. "Sekali lagi, saya sampaikan belum pernah ada wacana terkait memajukan dan memundurkan Pilkada," tegas Saan.
Menurut Saan, jika ada rencana tersebut, konsekuensinya adalah merevisi UU Pilkada. "Kapan kita mau revisinya atau kalau misalnya ada Perppu, kapan kita ada Perppunya? Wong semua sekarang sedang konsentrasi kepada pelaksanaan Pemilu 14 Februari 2024," terang Saan. Untuk itu, kata Saan, saat reses selesai dan memasuki masa sidang, Komisi II DPR RI akan meminta klarifikasi Bawaslu dan KPU mengenai wacana penundaan Pilkada tersebut.
Sementara pengamat politik Siti Zuhro menilai, munculnya wacana penundaan Pilkada menambah ketidakpastian baru. Apalagi, diucapkan oleh orang-orang yang tidak tepat seperti Penyelenggara Pemilu. Mengacu pada UU dan peraturan, kata Siti Zuhro, Penyelenggara Pemilu tugasnya adalah menyelenggarakan pemilu.
Bukan menciptakan wacana atau perdebatan-perdebatan terkait dengan semua tahapan pemilu. "Seharusnya seperti itu, baru kita sebut dengan profesional. Penyelenggara profesional adalah penyelenggara yang tidak bermain politik praktis," papar Siti Zuhro.
Namun sayang, sejak awal mereka menciptakan respon-respon yang tidak positif. Tidak hanya sekali dua kali. Melainkan terus-menerus. Maka untuk selanjutnya, Siti Zuhro berharap KPU RI, Bawaslu RI termasuk DKPP yang akan menyelenggarakan sidang-sidang kode etik mematuhi peraturan.
"Jadi, dalam konteks penundaan Pilkada menurut saya jangan coba-coba lagi mengotak-atik hal-hal yang sudah jalan. Jangan diberikan lagi ketidakpastian. Apalagi, partai-partai saja pusing menyiapkan untuk Pileg,” papar Siti Zuhro. k22
Kata Saan, DPR dan pemerintah tidak pernah berwacana, beropini maupun meminta untuk memajukan atau memundurkan Pilkada. "Sekali lagi, saya sampaikan belum pernah ada wacana terkait memajukan dan memundurkan Pilkada," tegas Saan.
Menurut Saan, jika ada rencana tersebut, konsekuensinya adalah merevisi UU Pilkada. "Kapan kita mau revisinya atau kalau misalnya ada Perppu, kapan kita ada Perppunya? Wong semua sekarang sedang konsentrasi kepada pelaksanaan Pemilu 14 Februari 2024," terang Saan. Untuk itu, kata Saan, saat reses selesai dan memasuki masa sidang, Komisi II DPR RI akan meminta klarifikasi Bawaslu dan KPU mengenai wacana penundaan Pilkada tersebut.
Sementara pengamat politik Siti Zuhro menilai, munculnya wacana penundaan Pilkada menambah ketidakpastian baru. Apalagi, diucapkan oleh orang-orang yang tidak tepat seperti Penyelenggara Pemilu. Mengacu pada UU dan peraturan, kata Siti Zuhro, Penyelenggara Pemilu tugasnya adalah menyelenggarakan pemilu.
Bukan menciptakan wacana atau perdebatan-perdebatan terkait dengan semua tahapan pemilu. "Seharusnya seperti itu, baru kita sebut dengan profesional. Penyelenggara profesional adalah penyelenggara yang tidak bermain politik praktis," papar Siti Zuhro.
Namun sayang, sejak awal mereka menciptakan respon-respon yang tidak positif. Tidak hanya sekali dua kali. Melainkan terus-menerus. Maka untuk selanjutnya, Siti Zuhro berharap KPU RI, Bawaslu RI termasuk DKPP yang akan menyelenggarakan sidang-sidang kode etik mematuhi peraturan.
"Jadi, dalam konteks penundaan Pilkada menurut saya jangan coba-coba lagi mengotak-atik hal-hal yang sudah jalan. Jangan diberikan lagi ketidakpastian. Apalagi, partai-partai saja pusing menyiapkan untuk Pileg,” papar Siti Zuhro. k22
Komentar