Jelang Galungan, Permintaan Tumpeng Meningkat
BANGLI, NusaBali - Permintaan bahan dan sarana upacara Hindu menjelang Hari Raya Galungan, Buda Kliwon Dungulan, Rabu (2/8), dan Kuningan, Saniscara Kliwon Kuningan, dipastikan naik. Tak terkeculi tumpeng.
Di beberapa tempat di Bali, ada yang menyebut dengan nama pangkonan karena berbentuk bulat. Sedangkan tumpeng berbentuk lebih besar dan lancip. Ada juga dengan nama penek, berbentuk lancip namun lebih mini dibandingkan tumpeng.
Dampaknya, pengrajin tumpeng dan sejenisnya ini, kewalahan memenuhi pemintaan pasar. Hal tersebut, antara lain, dirasakan salah seorang pengrajin penek, I Gede Arcana, di Banjar Gaga, Desa Tamanbali, Kecamatan Bangli, Bangli. Dia mengatakan kenaikan permintaan pangkonan dan tumpeng sudah terjadi sejak sebulan terakhir. Ketika jelang hari raya Galungan dan hari suci Hindu lainnya, pasti ada peningkatan permintaan. Jika hari biasa, dia menjual penek hanya 10 tas kresek, setara 75-kilogram beras. Sedangkan, menjelang Galungan, bisa mencapai 150 kilogram.
"Jelang Hari Raya Galungan, seperti sekarang, peningkatkan permintaan tumpeng ini bisa dua kali lipat," ungkapnya, Rabu (26/7).
Untuk memenuhi peningkatan permintaan itu, Arcana mengaku, jauh-jaiuh hari sudah membuat stok tumpeng. "Stok kami buat saat hari-hari biasa. Jadi, saat mendekati hari raya, stok ini dikeluarkan semua. Setiap hari, kami bisa mengolah 150-kilogram beras," sebutnya.
Menurut Arcana, pembuatan pangkonan membutuhkan waktu sehari. Sedangkan, tumpeng mencapai dua hari. Pangkonan dan tumpeng yang sudah tercetak harus melalui proses oven. Selanjutnya, perlu waktu untuk pengemasan hingga penjualan.
"Pangkonan dan sejenisnya ini bisa distok dalam jangka waktu lama. Dengan catatan, disimpan pada tempat yang kering. Jika tempat lembab maka akan berjamur," jelasnya. Dia memasarkan produk kerajinan ini di wilayah Bangli, Klungkung, hingga Buleleng.
Arcana mengaku kewalahan untuk memenuhi permintaan. Karena jumlah tenaga yang ada terbatas. Banyaknya permintaan juga pengrajin sarana upacara serupa di sekitar desanya dan desa lain, sudah banyak tutup. Banyak usaha tumpeng tutup karena biaya operasional kian tinggi. Terutama, harga bahan bakunya yakni beras, terus naik. Harga beras yang sebelumnya Rp 320.000 per 50 kilogram, kini menyentuh Rp 460.000 per 50 kilogram. Selain itu, harga tepung tapioka untuk pencampur beras, dan gas LPG untuk proses oven, juga naik. "Kalau harga tapioka naik kisaran Rp 2.000 sampai Rp 5.000 per kilogram," ujarnya.
Meskipun harga bahan baku naik, Arcana mengaku tidak menaikkan harga jual terlalu tinggi. "Saya hanya dapat untung sedikit, tidak apa-apa, yang penting usaha bisa jalan," ujar.7esa
1
Komentar