Resahkan Pariwisata, 'Teror' Lalat di Kintamani Jadi Perhatian Kemenparekraf
Angela Tanoesoedibjo Siap Arahkan CSR Pariwisata Berkesinambungan di Kintamani
BANGLI, NusaBali - Keluhan wisatawan soal banyaknya lalat di wilayah pariwisata Kintamani, Kabupaten Bangli, didengar oleh Kementerian Pariwisata Ekonomi dan Kreatif (Kemenparekraf) RI.
Bahkan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Wakil Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf/Wakabaparekraf) Angela Tanoesoedibjo melakukan kunjungan kerja di kawasan pariwisata sejuk berpemandangan Danau Batur ini pada Selasa (25/7) sore. “Kedatangan kami ke sini untuk melihat langsung masukan dari stakeholder pariwisata,” kata Angela.
Didampingi rombongan Kemenparekraf, Angela melakukan pertemuan dengan para stakeholder pariwisata di Toya Devasya Hot Spring Kintamani. Kedatangan Angela disambut oleh CEO Toya Devasya Putu Ayu Saraswati dan Ketua PHRI Kabupaten Bangli, I Ketut Mardjana.
Turut terlibat dalam pertemuan itu, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup, asosiasi pariwisata dan stakeholder lainnya. Dalam paparannya, Angela mengaku masalah lalat sebagai persoalan yang harus diatasi untuk mendukung Bali sebagai destinasi pariwisata berkualitas.
“Terima kasih kepada bapak dan ibu yang telah hadir. Kita punya pandangan sama, ingin pariwisata Bali semakin berkualitas, dan kita melihat ada potensi pengembangan pariwisata Bali,” kata Angela.
Ia pun menyebut momentum pulihnya pariwisata Bali pasca pandemi Covid-19, harus diikuti dengan kenyamanan pada sisi CHSE yakni Cleanliness (kebersihan), Health (kesehatan), Safety (keamanan), dan Environment Sustainability (kelestarian lingkungan).
Angela mengakui bisa membayangkan wisatawan yang datang terganggu oleh banyaknya lalat. Kalau ada opsi lain, mungkin akan memilih opsi lain. “Mari bersama-sama memonitor, sumber (pemicu lalat) kan macam-macam. Yang jelas harus ada timeline,” ujar Angela.
Sementara itu Ketut Mardjana mengakui jika masalah lalat adalah masalah yang sudah berlangsung sekian lama di wilayah Kintamani.
“Populasi lalat di Kintamani dibandingkan daerah lain luar biasa. Lalat mengganggu manusia, mengusik makanan, dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi wisatawan,” ujar Mardjana.
Mantan Direktur Utama PT Pos Indonesia ini mengakui jika persoalan lalat belum sampai menimbulkan lonjakan kasus diare. Namun ia sependapat dengan Angela jika sisi CHSE sangat penting bagi dunia hospitality. “Isu kesehatan selalu menjadi satu hal yang utama. Wisatawan sensitif terhadap isu higienitas,” ujar Marjana.
Sementara itu Ayu Saraswati menyebut jika setiap destinasi akhirnya melakukan caranya sendiri-sendiri untuk mengatasi serangan lalat. Di Toya Devasya sendiri menggunakan nyala api agar makanan yang dipesan wisatawan tidak dihinggapi lalat. “Namun persoalan lalat ini memang harus ada solusinya,” ujarnya.
Persoalan lalat di Kintamani sendiri disinyalir karena penggunaan limbah ayam untuk pertanian. Pengganti pupuk ini memang sangat mudah didapatkan para petani, namun di sisi lain memiliki dampak pada banyaknya lalat. “Ya saya kira perlu edukasi pupuk, subsidi pupuk, cara pengolahan,” kata Angela.
Angela pun menjanjikan dukungan lebih lanjut pada penanganan masalah lalat di Kintamani ini. “Kemenparekraf banyak kerja sama CSR, training center bergerak di bidang sustainability termasuk tourist management. Nanti bisa diarahkan ke sini,” ujar Wamen berusia 36 tahun ini.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menparekraf Bidang Manajemen Krisis Fadjar Hutomo menambahkan Kemenparekraf menjunjung tinggi semangat inovasi, adaptasi, dan kolaborasi. Sehingga, pemanfaatan CSR ini dinilai tepat untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan di Kintamani.
"Jadi kami mendorong pemanfaatan CSR sebagai bentuk kolaborasi. Di kita itu ada semangat kolaborasi, inovasi, dan adaptasi, memang tiga hal ini harus kita lakukan," kata Fadjar.
Dalam diskusi ini Wamenparekraf Angela didampingi Sekretaris Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf/Baparekraf, Oneng Setya Harini; Direktur Pengembangan Destinasi Regional I Kemenparekraf/Baparekraf, S Utari Widyastuti; dan Direktur Manajemen Investasi Kemenparekraf/Baparekraf, Zulkifli Harahap. *mao
Komentar